OPINI: Iran Ajak Negara Islam Kompak demi Cita-Cita Palestina

Opini dari Razieh Omidi, Diplomat Kedutaan Besar Iran di Jakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Mei 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Palestina, Pusat Pemersatu Seluruh Pecinta Kebebasan dan Anti-Kependudukan. Oleh: Razieh Omidi, Diplomat Kedubes Iran di Jakarta.

Peringatan Hari Nakba (Hari Peringatan tahunan untuk pengusiran bangsa Palestina yang mendorong terbentuknya rezim Zionis Israel pada 1948) tiba pada saat bangsa Palestina yang tangguh dan tercinta berlumuran darah dan bangkit menghadapi babak baru kejahatan tak tahu malu dari rezim penjajah, Zionis dan rezim anti-kemanusiaan.

Kata Nakba mengingatkan dua kenangan yang sangat getir dalam memori publik Palestina. Pertama, pembentukan rezim Zionis Israel pada tahun 1948 dan kedua, pengusiran lebih dari 800.000 orang Palestina dari tanah airnya, dan saat ini jumlah pengungsi Palestina telah mencapai sekitar enam juta orang. Hari Nakba adalah narasi dari sebuah tragedi kemanusiaan yang telah menghancurkan sebagian besar pondasi politik, ekonomi, budaya, dan hak-hak rakyat Palestina demi membuka jalan bagi munculnya sebuah rezim ilegal. Di antara tindakan Israel sejak 1948 adalah penghancuran lebih dari 675 kota dan desa, perampasan tanah Palestina, pembangunan distrik-distrik Zionis, pengusiran penduduk Palestina, penghancuran warisan dan identitas nasional Palestina, dan penggantian nama-nama Arab dengan Ibrani.

73 tahun yang lalu, pada bulan Mei 1948, tanah dan rumah-rumah leluhur rakyat Palestina dirampas, dan sebagai gantinya sebuha rezim anti kemanusiaan didirikan melalui bantuan konspirasi internasional. Selama tujuh dekade ini, Amerika Serikat dan beberapa kekuatan dunia telah sepenuhnya mendukung rezim jahat ini dan menutup mata atas kejahatan tak berujung dari rezim zionis. Rezim penjahat ini telah merampas Palestina dan mengubahnya menjadi basis terorisme untuk memerangi rakyat Palestina dan negara-negara Muslim di kawasan.

Perkembangan terkini di tanah air Palestina sepantasnya menjadi resonansi seruan dukungan terhadap perjuangan Palestina yang telah lama menggema di dunia. Ini adalah kesempatan untuk mengingatkan dunia pada aspek kemanusiaan dari perjuangan rakyat Palestina, sebuah momentum mulia yang membuat kita semua memperhatikan sebuah persoalan ketidakadilan pada abad ke-21 ini serta mengulang kembali kebijakan prinsip Umat Islam yaitu Al-Quds al-sharif adalah dan akan tetap menjadi ibu kota bersejarah negara Palestina. Solidaritas dengan bangsa Palestina menyebabkan penindasan terhadap mereka tidak dilupakan dan mereka diselamatkan dari kesepian dan isolasi.

Dukungan ini memperkuat gerakan penuntut pembebasan dan keadilan dan menarik perhatian opini publik dunia kepada kejahatan rezim pendudukan Israel yang terus menerus melanggar hak-hak dasar rakyat Palestina.

Pendudukan terorganisir atas tanah Palestina dan pengusiran jutaan penduduk asli negara ini oleh rezim zionis Israel adalah tragedi terburuk yang diciptakan oleh gerakan Zionisme di jantung dunia Islam setelah Perang Dunia ke-dua. Birahi ekspansionisme rezim zionis Israel untuk merebut tanah air Palestina dan pengabaian terhadap hak masyarakat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri menjadi alasan utama pembentukan krisis Palestina.

Hingga hari ini telah 14 tahun berlalu dari pengepungan kemanusiaan penuh di jalur Gaza terhadap lebih dari dua juta masyarakat Palestina yang tinggal ini wilayah ini dan pada saat bersamaan di belahan lain dari tanah air Palestina jutaan orang Palestina di wilayah pendudukan diperintah oleh rezim Zionis dan militer-polisi rezim ini di bawah suasana keamanan yang tidak manusiawi.

Keadaan ini sungguh menyakitkan bagi manusia, kemanusiaan, nilai-nilai moral dan komunitas internasional di abad ke-21 yang penuh dengan hiruk pikuk dan slogan-slogan indah perlindungan HAM.

Saksikan Video Pilihan Berikut:


Komentar Atas Proposal Lama Donald Trump

Sistem pertahanan udara Iron Dome Israel diluncurkan untuk mencegat roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza, dekat Sderot, Israel, Kamis (13/5/2021). Pertempuran antara Israel dengan Hamas yang menguasai Gaza terus berlanjut. (AP Photo/Ariel Schalit)

Pendekatan unilateralisme Amerika Serikat dan ide Kesepakatan Abad (The Deal of Century), kelambanan negara-negara Arab di kawasan terkait masalah Palestina, mewabahnya Covid-19 dan dampak pandemi ini adalah di antara hal-hal yang mengancam cita-cita "perjuangan Palestina". Langkanya inisiatif yang sesuai dengan sejarah dan realitas lapangan wilayah Palestina dan fitnah-fitnah poros penghasut antara lain identifikasi Al-Quds al-sharifsebagai ibu kota rezim Zionis, pemindahan kedutaan besar AS dan negara lain ke kota ini serta pengakuan aneksasi dataran tinggi Golan yang milik negara Suriah sebagai bagian dari wilayah kependudukan rezim zionis Israel yang semuanya bertentangan dengan berbagai resolusi DK PBB, menjadi sebab utama berkepanjangan persoalan Palestina.

Kesepakatan Abad usulan Donald Trump pada kenyataannya hanya menjadikan cita-cita bangsa Palestina antara lain status kota suci Al-Quds sebagai ibu kota Palestina, keutuhan wilayah negara ini dan nasib para pengungsi Palestina sebagai sasaran utama serangannya dimana normalisasi hubungan beberapa negara Arab di kawasan dan rezim Zionis menjadi bagian penting dari rencana jahat ini yang mana dalam beberapa kasus menjadi kenyataan.

Tujuan utama dari berbagai dimensi rencana ini (Kesepakatan Abad) adalah penghapusan cita-cita Palestina dan pembentukan koalisi regional. Trump mencoba untuk meminimalkan kegagalan kebijakan luar negerinya dengan membuat kesepakatan semacam itu, dan zionis Israel berusaha menciptakan perpecahan di antara negara-negara Islam agar dapat melanjutkan pelanggaran terhadap hak-hak rakyat Palestina. 

Kesepakatan Abad sekali lagi menunjukkan bahwa dunia Islam harus mencapai titik persatuan atas isu Palestina, yang pernah menjadi filsafah eksistensi dan pendirian Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang kini telah berusia 50 tahun. Tidak seharusnya diberikan ruang agar selisih dan perbedaan bilateral antar para anggota OKI mempengaruhi cita-cita aslinya, yaitu Palestina.

Menciptakan perpecahan dan konflik yang intens dan mendalam di antara negara-negara Islam, terutama negara-negara Islam terkemuka dan berpengaruh, merupakan fitnah Amerika-Zionis untuk mematahkan pilar-pilar perlindungan hak-hak rakyat Palestina dan melawan terhadap agresi mereka.


Prioritas

Seorang anak di Palestina melihat rumahnya yang hancur usai bentrokan Hamas dan Israel. Dok: AP Photo

Republik Islam Iran percaya bahwa masalah Palestina harus selalu menjadi prioritas dunia Islam. Untuk itu pada tahun 1979 Ayatullah Ruhollah Khomeini (Imam Khomeini), pendiri Republik Islam Iran menamai Jumat terakhir di bulan suci Ramadhan sebagai “Hari Internasional Al-Quds Sedunia” dimana setiap tahunnya masyarakat di berbagai negara dunia khususnya negara-negara muslim melakukan aksi solidaritas dengan rakyat Palestina. Iran selalu mendukung hak-hak bangsa tertindas Palestina, dan pembentukan negara Palestina merdeka yang berpusat di Al-Quds al-sharif.

Kebijakan ini tak pernah berubah di benak dan hati masyarakat Iran. Saat ini, dunia Islam sedang menyaksikan bahwa kebijakan normalisasi hubungan dengan rezim zionis Israel oleh beberapa negara Islam tidak membawakan hasil apa pun bagi masyarakat Palestina, karena rezim Israel masih menjadi rezim penjajah dan ilegal yang telah mengusir jutaan rakyat Palestina dari tanah kelahiran mereka. 

Dan yang lebih penting lagi, sudah dapat dipastikan bahwa normalisasi hubungan dengan rezim penjajah dan negara-negara Arab tidak akan membantu menciptakan stabilitas bagi penjajah Israel. Kini para pemerintah yang memaksakan negaranya untuk normasilasi hubungan dengan rezim zionis Israel mengalami krisis kepercayaan dari rakyatnya sendiri maupun dari negara-negara Islam.

Normalisasi tersebut tidak akan mengubah apapun. Mungkin saja rezim Israel menganggap dirinya menang dan mampu sedikit mengurangi keterasingannya; tetapi tidak diragukan lagi bahwa barisan kaum revolusioner dan perlawanan yang mendukung rakyat Palestina yang tak berdaya menjadi semakin kuat. Kini isu Palestina menjadi semakin penting dansemakin nyata bahwa persatuan dunia Islam adalah satu-satunya cara untuk melawan rencana arogan dan jahat untuk memecah belah tanah Palestina. Palestina memiliki hak untuk memilih, dan Republik Islam Iran percaya bahwa keputusan akhir harus dibuat oleh rakyat Palestina dan semua pihak harus menghormati hak tersebut.


Proposal Iran

Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Republik Islam Iran sangat menyayangkan bahwa ketika rezim penjajah al-Quds saat ini sedang kehilangan legitimasinya, menyaksikan babak baru penodaan atas situs-situs religius dan suci Baitul Maqdis dan pembunuhan terhadap warga Palestina oleh rezim rasis Zionis walaupun tindakan tersebut telah mendapat tanggapan yang menghancurkan dari kelompok-kelompok perlawanan rakyat Palestina dan Intifada Palestina. Iran mengecam keras kejahatan terbaru rezim penjajah al-Quds terhadap rakyat tertindas Palestina dan menyerukan kepada pemerintah dan organisasi internasional untuk memenuhi tugas mereka guna mengakhiri pendudukan dan menghentikan kekejaman rezim Zionis. 

Republik Islam Iran mengungkapkan solidaritas kepada perjuangan mulia rakyat Palestina dan menegaskan bahwa satu-satunya solusi untuk mengakhiri krisis Palestina adalah referendum yang melibatkan semua warga Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri. Untuk itu Republik Islam Iran telah menginisiasikan sebuah terobosan demokratis dan adil untuk menyelesaikan krisis Palestina yang berjudul "Referendum di Palestina". Usulan ini secara resmi telah didaftarkan oleh Iran pada Sekretariat PBB.

Menurut Republik Islam Iran, kembalinya para pengungsi Palestina ke tanah air mereka dan mengadakan referendum di antara penduduk asli Palestina dengan dasar hak untuk menentukan nasib sendiri adalah cara paling efektif untuk menyelesaikan konflik ini dan mencapai perdamaian.

Berdasarkan rencana tersebut, Masyarakat Palestina yang beragama Muslim, Yahudi dan Kristen akan dapat berpartisipasi pada referendum ini dan memilih sistem hukum mereka sendiri serta menikmati hak-hak mereka secara bebas dan setara. Semoga usulan yang demokratis dan realistis ini menjadi jawaban atas perlawanan suci masyarakat Palestina atas tanah air mereka dan penghormatan negara-negara dunia kepada nilai-nilai bersama yaitu demokrasi dan HAM. Momentum ini merupakan pentas yang bersejarah di mana komunitas internasional menjadi saksi dan sejarah sedang mencatat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya