Usai Libur Lebaran, Rupiah Lesu ke 14.275 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan awal pekan ini.

oleh Athika Rahma diperbarui 17 Mei 2021, 11:05 WIB
Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan awal pekan ini. Rupiah tertekan kekhawatiran pasar terhadap meningkatnya laju inflasi di Amerika Serikat.

Mengutip bloomberg, Senin (17/5/2021), rupiah dibuka di angka 14.250 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.197 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah masih melemah ke 14.275 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.215 per dolar AS hingga 14.280 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,60 persen.

Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, rupiah mungkin bisa melemah hari ini mengikuti pelemahan nilai tukar regional terhadap dolar AS pagi ini.

"Kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi di AS bisa mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya hari ini," ujar Ariston dikutip dari Antara, Senin (17/5/2021).

Selain itu, lanjutnya, penguncian di beberapa negara tetangga karena kenaikan kasus COVID-19 juga memicu penguatan dolar AS.

"Kekhawatiran pasar terhadap penurunan ekonomi global mendorong pasar memegang dolar AS sebagai aset aman," tambahnya.

Ariston mengatakan rupiah hari ini berpotensi melemah ke kisaran Rp14.250 per dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp14.180 per dolar AS.

Pada Selasa (11/5/2021) lalu, rupiah ditutup stagnan atau sama dibandingkan dengan posisi penutupan pada perdagangan sebelumnya di posisi Rp14.198 per dolar AS.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Senjata BI Stabilkan Nilai Tukar Rupiah

Ilustrasi Mata Uang Rupiah. Kredit: Mohamad Trilaksono (EmAji) via Pixabay

Bank Indonesia (BI) terus berusaha menjaga nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar. Hal ini dilakukan BI untuk menjaga stabilitas moneter dan keuangan dari dampak global spillover dengan kenaikan US Treasury yield akhir-akhir ini.

"BI juga terus melakukan stabilisasi nilai rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar, dengan melakukan intervensi di pasar spot, DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), maupun kalau diperlukan pembelian SBN dari pasar sekunder," ungkap Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala II KSSK Tahun 2021, pada Senin (3/5/2021).

"Stabilisasi nilai tukar rupiah ini, kami lakukan secara erat dengan koordinasi bersama Kemenkeu untuk bersama kita menjaga tidak saja nilai tukar Rupiah tapi juga stabilitas pasar SBN," sambungnya.

Upaya BI untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional adalah dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Dari sisi kebijakan moneter, BI pun telah menurunkan suku bunga secara agresif enam kali selama satu tahun ini.

BI pada rapat dewan gubernur 19 dan 20 April 2021, menahan kebijakan suku bunga rendah dengan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) di level 3,50 persen.

"Suku bunga 3,50 persen ini merupakan suku bunga kebijakan BI yang terendah di sepanjang sejarah," kata Perry.

Dari sisi kebijakan makroprudensial, BI mempertahankan kebijakan yang akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0 persen, rasio Penyangga Likuiditas-Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen, serta rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.

Selain itu, untuk mendorong intermediasi perbankan, BI memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), melonggarkan ketentuan LTV untuk KPR menjadi 100 persen dan uang muka Kredit Kendaraan Bermotor menjadi 0 persen, serta mendorong penurunan suku bunga kredit melalui transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya