Saham Teknologi Kembali Bikin Wall Street Lesu pada Awal Pekan

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones melemah 54,34 poin atau 0,2 persen ke posisi 34.327,79.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Mei 2021, 05:53 WIB
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street tertekan pada perdagangan saham Senin, 17 Mei 2021. Saham teknologi kembali memicu tekanan terhadap wall street karena data inflasi.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones melemah 54,34 poin atau 0,2 persen ke posisi 34.327,79.

Indeks saham S&P 500 merosot 0,3 persen ke posisi 4.163,29 didorong sektor saham teknologi. Indeks saham Nasdaq susut 0,4 persen menjadi 13.379,05.

Sektor saham teknologi berada dalam tekanan pada awal pekan menyusul saham Apple dan Netflix masing-masing turun 0,9 persen.

Saham Microsoft susut 1,2 persen, dan saham Tesla tergelincir lebih dari dua persen. Saham Tesla tertekan lantaran investor Michael Burry mengungkapkan bertaruh pada produsen mobil listrik.

Di sisi lain pelaku pasar juga berpindah dari saham teknologi ke sektor saham cylical, dan membuka perdagangan untuk sektor energi, keuangan dan bahan baku.

"Investor harus bersiap menghadapi serangan volatilitas lebih lanjut, didorong oleh data inflasi bersama dengan risiko lainnya, seperti kemunduran dalam mengekang pandemi,” ujar Chief Investment Officer UBS, Mark Haefele, dilansir dari yahoo finance, Senin (18/5/2021).

Saham layanan komunikasi Discovery melawan tren penurunan. Saham Discovery melonjak setelah AT&T mengumumkan akan menggabungkan WarnerMedia yang mencakup HBO dengan Discovery.

Entitas baru akan diperdagangkan sebagai perusahaan publiknya sendiri. Saham kelas B melonjak hampir 14 persen, sementara AT&T melemah setelah mencapai rekor tertinggi di awal sesi perdagangan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Indeks Saham Acuan Merosot Pekan Lalu

Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Pada pekan lalu, indeks saham S&P 500 turun 1,4 persen. Indeks saham Nasdaq terpukul didorong ketakutan inflasi sehingga melemah 2,3 persen. Indeks saham Dow Jones tergelincir 1,1 persen. Tiga indeks saham acuan itu mencatat pekan terburuk sejak 26 Februari 2021.

"Tidak hanya peristiwa pekan lalu menjadi tanda peringatan bagaimana inflasi yang tidak nyaman dapat menjadi peringatan tentang bagaimana pasar saham telah terjadi jenuh aksi beli,” ujar Direktur Pelaksana JP Morgan, Nikolaos Panigirtzoglou.

Harga bitcoin cenderung bergejolak. Harga bitcoin sempat di bawah USD 43.000 setelah Elon Musk menyiratkan Tesla mungkin telah membuang kepemilikan bitcoinnya. Pekan lalu, Tesla menuturkan tidak akan lagi menerima bitcoin untuk pembelian mobil karena masalah lingkungan.

Bitcoin kemudian menguat setelah Musk klarifikasi dalam cuitan kalau Tesla belum menjual bitcoin apa pun. Harga bitcoin berada di posisi USD 44.220.


Hasil Kinerja Kuartal I 2021

Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Di tempat lain, musim laporan laba kuartal I ditutup dengan lebih dari 90 persen perusahaan masuk S&P 500 telah melaporkan hasil kinerjanya. Sejauh ini, 86 persen perusahaan S&P 500 telah melaporkan kejutan earning per share (EPS) yang positif.

"Reaksi investor dan analis saham terhadap hasil pendapatan mengungkapkan skeptisisme kalau kuartal I 2021 memberikan alasan untuk optimism ke depan. Perusahaan yang mengalahkan perkiraan EPS biasanya mengunggungli S&P 500 sebesar 100 basis poin, sehari setelah pelaporan. Namun, saham yang mengalahkan EPS pada kuartal ini mengungguli hanya dengan 51 basis poin melanjutkan tren 2020,” ujar Chief US Equity Strategist, Goldman Sachs, David Kostin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya