Liputan6.com, Jakarta - Kewajiban anak usaha Lapindo Brantas Inc, PT Minarak Lapindo, kepada pemerintah terkait penanggulangan bencana lumpur, hingga kini belum juga dipenuhi. Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengatakan, pemerintah masih terus berusaha menagih kewajiban Lapindo.
"Sampai dengan saat ini belum terdapat pembayaran dari pihak LBI/PT LMJ. Pemerintah akan terus melakukan penagihan kepada LBI/PT LMJ sesuai perjanjian yang disepakati," ujarnya Selasa (18/5/2021).
Advertisement
Terkait penanggulangan bencana lumpur, pada Maret 2007 perusahaan tersebut memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah sebesar Rp 773,8 miliar.
Mengutip hasil audit BPK tahun 2019, pemerintah mencatat hingga 31 Desember 2019, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun.
Sesuai kesepakatan antara pihak Lapindo dengan pemerintah, seharusnya utang tersebut harus sudah dilunasi pada 2019 lalu. Namun kenyataannya hingga kini, pihak Lapindo belum juga memenuhi kewajibannya. Walaupun demikian, menurut Yustinus Prastowo, saat ini belum waktunya membicarakan langkah lanjutan.
"Mungkin langkah dan upaya lanjutan nanti saja, kita fokus mendorong supaya ada pembayaran," katanya.
Menurutnya, belum perlu dibicarakan upaya lanjutan terkait upaya penagihan utang pihak Lapindo, karena pemerintah masih percaya itikad baik perusahaan tersebut.
"Pemerintah tetap percaya pihak LBI/PT LMJ akan kooperatif dan bersedia menunaikan kewajiban sesuai ketentuan," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Soal Utang Lapindo Rp 1,91 Triliun, Ini Kata Pemerintah
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan terus menagih utang anak usaha Lapindo Brantas Inc, PT Minarak Lapindo. Dari hasil audit BPK tahun 2019, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah mencapai Rp 1,91 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban menyatakan, saat ini pihaknya masih terus mendalami masalah utang Lapindo ini.
"Kalau Lapindo itu masih kita teliti," kata dia dikutip Selasa (4/5/2021).
Namun demikian, lanjut Rionald, Kemenkeu memastikan apa yang menjadi utang dari Lapindo akan terus ditagih.
"Tapi pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan. Jadi itu yang untuk Lapindo," tutup dia.
Sebagai informasi, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun terdiri dari pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp 981,42 miliar.
Sebelumnya, pada Februari 2021 lalu, Anggota DPR RI Komisi V sekaligus perwakilan pengusaha korban lumpur Lapindo, Sungkono memenuhi undangan PJ Bupati Sidoarjo Hudiyono untuk membahas perkembangan proses ganti rugi sebagian warga dan pengusaha yang belum diterima hingga hari ini. Dalam waktu dekat Hudiyono akan mengirim surat ke presiden Joko Widodo.
Sudah 15 para pengusaha yang asetnya terendam lumpur ini belum jelas nasibnya. Perwakilan para pengusaha yang dipimpin Sungkono mengungkapkan keluh kesahnya dihadapan PJ Bupati Hudiyono.
"Saya sedih sebagai wakil rakyat belum bisa memperjuangkan nasib para pengusaha. Apalagi di tengah pandemi ini bukan hanya pengusaha besar saja yang kena dampaknya, pengusaha kecil juga, termasuk pengusaha korban lumpur apalagi," kata Sungkono,.
"Saya nelongso pak (saya sedih pak) karena sudah 15 tahun proses ganti rugi untuk aset pengusaha tidak jelas sampai sekarang. Jumlahnya ada 30-an pengusaha," tambah Sungkono.
Sungkono menegaskan, bahwa pengusaha ini merupakan korban. Karena sampai dengan sekarang belum ada kejelasan dari pemerintah pusat.
"Jika masih seperti ini terus pengusaha yang tergabung dalam korban lumpur Lapindo akan mengambil langkah melakukan demo ke Jakarta," kata Sungkono.
Advertisement