Liputan6.com, Jakarta - Investor yang acap dijuluki Warren Buffett-nya Indonesia, Lo Kheng Hong, mengaku belum tertarik untuk membeli saham penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO). Apalagi perusahaan teknologi.
Hal itu diungkapkan Lo Kheng Hong saat menanggapi peluang investasi dari bergabungnya (merger) Gojek dan Tokopedia (GoTo). Setelah merger, GoTo dikabarkan akan melakukan penawaran saham perdana ke publik di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Advertisement
"Saya sudah tidak membeli saham IPO 20 tahun lebih. Karena tidak mungkin pemilik perusahaan dan penjamin emisi mau menjual di harga undervalue atau murah. Pasti mereka mau menjual semahal-mahalnya. Jadi sudah 20 tahun lebih saya menghindari untuk membeli saham IPO,” kata Lo Kheng Hong seperti dikutip dari laman instagram @lukas_setiaatmaja, Rabu (19/5/2021).
Sementara untuk sektor teknologi, Lo Kheng Hong mengaku bukan salah satu pengguna teknologi yang mutakhir. Sedikit gambaran, Lo menceritakan dirinya tidak bisa mengoperasikan komputer. Di sisi lain, dalam berinvestasi Lo sangat memperhatikan laporan keuangan suatu perusahaan.
"Mana mungkin saya beli perusahaan teknologi yang valuasinya bisa 10 kali nilai buku, perusahaannya masih rugi, untungnya masih negatif, seperti Bank Jago… Aset cuma Rp 1 triliun, ya enggak mungkin saya membeli,” kata Lo.
"Lo menilai dirinya adalah investor yang sangat konservatif. Sehingga ia menolak untuk melihat kinerja yang berlebihan dari perusahaan pada masa yang akan datang.
"Saya mesti lihat dulu labanya. Kalau sudah labanya besar harganya murah, baru saya beli,” ia menambahkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tak Mau Lirik Tesla
Bahkan Lo juga menyatakan tidak akan membeli saham Tesla yang memiliki PE sekitar 1.000 kali. Lo menjelaskan, dengan angka tersebut artinya jika perusahaan tidak mau mencatatkan pertumbuhan laba, maka breakeven baru bisa terjadi setelah 10 abad.
"PE (ratio) 1000 kali itu artinya kalau labanya tidak bertumbuh, investasi it aitu baru breakeven setelah 10 abad. Jadi enggak mungkin saya membeli saham teknologi yang valuasinya mahal,” pungkas Lo.
Advertisement