Agendakan Tax Amnesty Jilid II, Jokowi Bersurat ke DPR

Tax amnesty jilid II tersebut diharapkan segera disetujui oleh DPR karena masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.

oleh Athika Rahma diperbarui 19 Mei 2021, 16:40 WIB
Sebuah banner terpasang di depan pintu masuk kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Minggu (25/9). Mendekati hari akhir periode pertama, Kantor Pajak membuka pendaftaran pada akhir pekan khusus melayani calon peserta tax amnesty. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR untuk merevisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan tata cara perpajakan.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebutkan, dalam permintaan revisi tersebut, salah satu poin pembahasannya ialah pengampunan pajak atau tax amnesty.

"Yang diatur memang ada di dalamnya PPN, termasuk PPh orang per orang, pengurangan tarif PPh Badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, dan terkait carbon tax, lalu ada terkait dengan pengampunan pajak," ujar Airlangga dalam konferensi pers, Rabu (19/5/2021).

Lanjut Airlangga, tax amnesty jilid II tersebut diharapkan segera disetujui oleh DPR karena masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.

Aturan ini nantinya akan disusun dengan lebih luas dan fleksibel dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi. Untuk detailnya, kata Airlangga, akan mengikuti pembahasan di parlemen.

"Jadi memang ada beberapa yang akan dibahas, hasilnya kami tunggu pembahasan dengan DPR. Bapak Presiden sudah kirim surat ke DPR untuk membahas hal ini," kata Airlangga.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tax Amnesty Jilid II untuk Pengusaha, Perlukah?

Pemohon pajak mengantri untuk mengikuti program Tex amnesty di kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (31/3). Hari ini merupakan hari terakhir program pengampunan pajak atau tax amnesty dan akan di tutup pada pukul 00:00. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II dinilai justru memunculkan ketidakpatuhan bagi wajib pajak. Sebab, Pemerintah telah melakukan pengampunan pajak pada 2016 silam.

Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, tax amnesty seharusnya lebih ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan, bukan untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek.

Oleh sebab itu, tax amnesty dilakukan sekali dalam jangka waktu yang panjang. Wajib pajak diberi kesempatan diampuni untuk sekali seumur hidup.

"Bukan berkali-kali, kalau sering justru memunculkan ketidakpatuhan. Terjadi moral hazard. Wajib pajak menjadi tidak patuh karena berharap diampuni," terang dia kepada Liputan6.com, Senin (26/8/2019).

Ditengah perlambatan ekonomi global, kata Piter, Pemerintah hendaknya meningkatkan kepatuhan, memberikan insentif besar bagi yang sudah patuh.Sedangkan bagi mereka yang tidak ikut tax amnesty I dan tidak patuh setelahnya, harus ditindaklanjuti secara hukum.

"Sementara mereka yang sudah patuh diberi keringanan dengan insentif pajak. Jadi jelas mana stick dan mana carrot," lanjut dia.

"Jadi sumber pertumbuhan harus dipacu dari permintaan domestik. Salah satunya dengan meningkatkan stimulus fiskal, yakni dengan belanja pemerintah yang lebih besar. Tapi bukan berarti harus menggenjot penerimaan pajak," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya