Liputan6.com, Tokyo - Myanmar ingin memulangkan sekitar 100 diplomat yang menentang junta mliter. Namun, sebagian diplomat tak mengindahkan perintah tersebut.
Dilansir Kyodo, Kamis (20/5/2021), para diplomat Myanmar yang disuruh pulang itu ada yang bertugas di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Singapura. Informasi itu terkuak lewat dokumen internal yang bocor.
Baca Juga
Advertisement
Dubes Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, juga diminta pulang. Namun, ia mengabaikan perintah junta militer.
Sejak kudeta 1 Februari, Kyaw Moe Tun secara lantang mengecam aksi kudeta di Myanmar, serta meminta komunitas internasional untuk membela demokrasi di Myanmar.
Diplomat Myanmar di negara-negara maju banyak yang terang-terangan menolak junta militer. Diplomat Thet Htar Yee San di AS bahkan menulis opini di The Washington Post untuk menolak junta militer.
Duta Besar Myanmar di Inggris, Kyaw Zwar Minn, sempat dilarang masuk Kedubes di London akibat mengkritik kudeta militer.
PBB Tunda Pemungutan Suara untuk Hentikan Junta Militer Myanmar Beli Senjata
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunda rencana pembahasan resolusi tidak mengikat untuk mencegah junta militer Myanmar membeli senjata.
Senjata itu, dikhawatirkan digunakan untuk memerangi kelompok pro-demokrasi di Myanmar yang menolak kudeta terhadap para pejabat pemerintahan, salah satunya pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (19/5), pemungutan suara yang beranggotakan 193 negara anggota Majelis Umum PBB itu seharusnya dilangsungkan pada Selasa 18 Mei.
Namun, sejauh ini belum diketahui kapan pemungutan suara akan dijadwalkan ulang.
Beberapa diplomat mengatakan bahwa penundaan tersebut dilakukan untuk mendapatkan lebih banyak dukungan.
Rancangan resolusi itu, juga menyerukan militer Myanmar - yang merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari - untuk mengakhiri keadaan darurat, menghentikan semua kekerasan terhadap demonstran damai dan menghormati keinginan rakyat seperti yang diungkapkan dalam hasil pemilihan pada November 2021.
Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum namun memiliki bobot politik. Berbeda dengan 15 anggota Dewan Keamanan, tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum.
Pernyataan dalam rancangan resolusi Majelis Umum PBB menyampaikan, bahwa mereka "menyerukan angkatan bersenjata Myanmar untuk segera menghentikan semua kekerasan terhadap demonstran, anggota masyarakat sipil, perempuan, anak-anak muda, serta anak-anak dan lainnya".
Advertisement