Liputan6.com, Aceh - Menuju dini hari, Kamis (15/4/2021), Devis Misanov (34), mulai menjalani masa praoperasi untuk persiapan pengangkatan sebutir proyektil yang bersarang di dalam tubuhnya. Operasi tersebut berjalan tanpa hambatan keesokan harinya, tetapi, membuatnya terpaksa beraktivitas dengan bantuan tongkat selama sepekan lebih.
Ihwal bagaimana pellet (peluru senapan angin) itu bisa bersarang di tubuh Devis berawal dari sebuah peristiwa yang terjadi pada Rabu sore (14/4/2021). Warga Gampong Simpang Deli Kilang, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, itu sedang memanen Tandan Buah Segar (TBS) di kebun kepala sawit miliknya, sebelum terdengar teriakan dari seseorang yang mengancam hendak menembak dirinya sekitar 15—20 meter dari tempatnya berdiri.
Advertisement
Devis berada di dataran yang lebih tinggi saat itu, dan menurut penglihatannya, orang itu adalah Sprd alias Asng, yang dikenalnya sebagai anggota TNI AD di Kodim 0116 Nagan Raya. Sprd diketahui selama ini ngepam (pengaman) di perkebunan kelapa sawit milik perusahaan berstatus commanditaire vennootschap (CV), yang bersebelahan dengan kebunnya. Ancaman tadi benar-benar terjadi tak lama setelah teriakan itu terdengar.
"Masuk dari pinggul belakang sebelah kiri, terus muter ke perut sebelah bagian kanan sampai naik ke atas ulu hati," Devis bercerita bagaimana proyektil menjalar mendekati organ vitalnya kepada Liputan6.com belum lama ini.
Setelah mendengar suara tembakan, dia sempat merangkak untuk bersembunyi sebelum kehilangan kesadaran sesaat sampai akhirnya berhasil bertemu warga lalu dia meminta tolong agar menelepon keluarganya. Devis awalnya tidak berani bercerita tentang penembakan tersebut serta bertahan dengan cara mengonsumsi obat antinyeri sampai adik perempuannya yang berprofesi sebagai dokter mendapati bahwa punggung abangnya tertembus oleh sesuatu.
"Kamu ada dengar suara tembak? Kata adik saya," Devis mengulang pertanyaan adiknya ketika ia mulai mengeluh karena merasa nyeri saat menarik napas akibat ususnya terluka.
Setelah kasus ini sampai ke tangan polisi, mereka menyatakan bahwa Devis ditembak dengan senapan angin jenis pre-charged pneumatic (PCP). PCP merupakan jenis senapan angin berkekuatan paling besar dibanding jenis lainnya serta digadang-gadang mampu menghasilkan tembakan dengan jarak jangkau cukup jauh, antara 50—100 meter sehingga dapat menembus kulit hewan yang tebal sekalipun menembakkan proyektil berkaliber lebih besar—lebih berat.
Devis kecewa. Menurutnya, polisi salah sasaran, yang seharusnya memeriksa Sprd, malah menetapkan AT (27), seorang lelaki asal Kota Subulussalam sebagai tersangka sementara dia mengaku tidak mengenal AT sama sekali.
Simak video pilihan berikut ini:
Paut Memaut Peristiwa
Pengakuan Devis tentang keberadaan Sprd di lokasi sesuai dengan ciri-ciri wajah yang dilihat oleh saksi berdasarkan hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama KontraS Aceh. Lembaga nonpemerintah itu menilai aparat penegak hukum telah mengaburkan fakta karena abai dengan pengakuan Devis terkait Sprd, yang mestinya bisa jadi petunjuk paling penting dalam kasus ini.
"Alih-alih menyingkap secara terang benderang kasus ini, aparat keamanan justru diduga merabunkan fakta dengan menetapkan seorang warga sipil sebagai tersangka," demikian tertulis dalam siaran pers di bawah kop tiga lembaga nonpemerintah, yaitu, KontraS, KontraS Aceh, dan YLBHI-LBH Banda Aceh, kepada Liputan6.com.
Dalam rilis tersebut, dijelaskan bahwa rumah Devis pernah disatroni Sprd pada Minggu sore, 28 Februari 2021, ketika tentara itu mencak-mencak karena Devis keluyuran seharian bersama Nd, adik sepupu Sprd. Sprd turut membawa saudara lelakinya tersebut dengan cara diboyong dalam kondisi tangan terikat sementara Devis tidak berada di rumah saat itu.
Ketika keluarga Devis bertanya kepada Nd apakah tuduhan Sprd benar, jawaban Nd malah bikin Sprd berang alang kepalang sampai-sampai menganiaya adik sepupunya itu di depan keluarga Devis serta mengancam akan melakukan hal yang sama kepada Devis. Devis sebenarnya memang bertemu dengan Nd, tapi, dia cuma minta tumpangan untuk membeli bahan bakar, tidak lebih.
Setelah ditembak, Devis, yang saat itu semaput kemudian terbangun kembali ketika waktu telah magrib, sempat mendapati bahwa sepeda motornya tidak berada di tempat semula alias raib. Belakangan, diketahui bahwa sepeda motor tersebut berada di dalam areal kebun kelapa sawit tempat Sprd ngepam.
Ketiga lembaga yakin bahwa kasus ini melibatkan beberapa orang karena ketika Devis bersembunyi, dia sempat mendengar suara langkah kaki serta pembicaraan yang dilakukan lebih dari satu orang. Pihak keluarga, telah mengadukan kasus ini ke Polisi Militer Angkatan Darat (Pomad), tetapi, tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
"Kami berkesimpulan adanya upaya percobaan pembunuhan secara terencana kepada Devis Misanov. Pemidanaan yang tepat ditujukan kepada pelaku ialah pasal 340 juncto 53 ayat 3 juncto 55 ayat 1 KUHP. Kami juga menilai adanya pelanggaran hak asasi manusia, yakni pembiaran (by omission) dari negara atas adanya dugaan keterlibatan anggota TNI yang melakukan kejahatan," demikian tertulis dalam rilis yang sama.
Klaim telah terjadi pembiaran berdasarkan pendapat bahwa negara melalui Pomad belum memeriksa Sprd setelah keluarga Devis mengadu, sementara institusi tempat Sprd bertugas hanya melakukan pemeriksaan internal. Ini dinilai akan mengakibatkan hak korban untuk memperoleh keadilan jadi terhambat.
Ketiga lembaga meminta Komandan Pomad Kodam Iskandar Muda agar memerintahkan jajarannya untuk melakukan penyelidikan serta penyidikan terhadap Sprd, termasuk Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) agar menyupervisi kinerja Polres Nagan Raya karena proses hukum yang selama ini berjalan dianggap sarat keganjilan. Mereka juga meminta Komnas HAM Perwakilan Aceh menyelisik dugaan terjadinya pelanggaran HAM dalam kasus ini.
Advertisement
Polisi, Dandim, dan Konter Narasi
Kasat Reskrim Polres Nagan Raya AKP Machfud, mengatakan bahwa pihaknya bekerja di bawah sumpah serta profesional sehingga tidak mungkin mengaburkan fakta seperti yang dituduhkan. Machfud mengaku tidak mau tergiring oleh hasil investigasi yang disebutnya sebagai opini belaka.
"Misalnya, saya katakan, saya dengan bapak ribut, contohnya, di saat saya meninggal, apakah bapak jadi tersangkanya? Seminggu yang lalu, saya misalnya ribut dengan bapak, apakah di saat saya mati bapak jadi tersangkanya? Kita butuh alat bukti, saksi, keterangan ahli, kan, gitu?" ujar Machfud, ketika menjelaskan bagaimana penegak hukum bekerja dalam menetapkan tersangka, kepada Liputan6.com, belum lama ini.
Sementara itu, Letkol Inf Guruh Tjahyono, yang merupakan Dandim dari Kodim 0116 Nagan Raya, menampik adanya keterlibatan anggotanya dalam kasus penembakan Devis. Segendang sepenarian dengan Machfud, Guruh yang dihubungi oleh Liputan6.com belum lama ini mengaku berdiri di atas hasil penyelidikan polisi serta sedang menunggu hasil uji balistik untuk memperkuat berkas.
"Tidak ada keterlibatan anggota kami dan ini kami sudah melaksanakan konferensi pers baik dengan media dan kapolres," jawab Guruh, secara tertulis via WhatsApp.
Kasus ini tidak cuma mendapat perhatian ketiga lembaga. Belakangan muncul konter narasi dari pihak yang mengaku elemen sipil di media lokal, yang menyebut hasil investigasi KontraS dan KontraS Aceh sebagai khayalan, bahkan menyebut berita terkait kasus yang menyeret nama seorang anggota TNI itu sebagai penggiringan opini oleh media, ada apa?