Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah kembali memberikan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II melalui Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), dinilai belum tentu dapat mendorong penerimaan negara.
Rencana tax amnesty jilid II disebut sebagai solusi jalan pintas yang belum tentu berhasil. "Ini merupakan jalan pintas yang belum tentu memberikan solusi tepat dalam penerimaan negara," kata Anggota Komisi XI DPR Kamarussamad, dalam keterangannya pada Kamis (20/5/2021).
Advertisement
Menurutnya, berdasarkan pengalaman tax amnesty pertama pada 2016-2017 saat ekonomi tumbuh positif saja, target yang diharapkan pemerintah gagal dicapai.
Hal tersebut, kata Kamrussamad, dapat dilihat dari tolak ukur seperti rendahnya tingkat partisipasi wajib pajak hanya sebanyak 956 ribu.
Sedangkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak saat itu mencapai 20,1 juta dan pemilik NPWP 32,7 juta orang.
"Kemudian rendahnya angka repatriasi senilai Rp 147 triliun sekitar 3 persen. Kontribusi terhadap penerimaan juga rendah senilai Rp 135 triliun yang terdiri dari tebusan Rp 114 triliun, tunggakan Rp 18,6 triliun dan bukti permulaan Rp 1,75 triliun," jelasmya.
Jika dibedah lagi, partisipasi berdasarkan klaster level usaha, maka objek pajak non UMKM sebesar 91,1 triliun dan objek pajak UMKM Rp 7,73 triliun.
"Saat ini, kedua klaster usaha tersebut terdampak Covid-19 selama setahun terakhir," turur politikus Gerindra tersebut.
Saksikan Video Ini
Kegagalan
Menurutnya, kegagalan tax amnesty pertama juga bisa dilihat dari segi dampak terhadap ratio penerimaan pajak tahun berikutnya, yaitu pada 2017 justru turun menjadi 9,89 persen dibandingkan 2016 sebesar 10,36 persen.
"Bagaimana tahun 2020 turun menjadi 7,9 persen, walaupun proyeksi tax ratio 2021 akan naik 8,18 persen," kata Kamrussamad.
Oleh sebab itu, ia menyarankan pemerintah untuk melakukan reformasi fundamental regulasi perpajakan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh, dibanding mengadakan tax amnesty jilid II.
"Bangun kepercayaan WP dengan memberikan jaminan zero korupsi diperpajakan. Berani mengambil tindakan dengan berhentikan pejabat korup sampai dua tingkat di atasnya dan dua tingkat ke bawah," ujarnya.
Selanjutnya, Kamrussamad menekankanpengoptimalan penggalian potensi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25, 29 dan Pasal 23 untuk barang impor dan konsultan ssing dalam pembangunan infrastruktur.
"Implementasikan kesepakatan pertukaran data otomatis yang sdh diteken antar negara melalui AEoI (Automatic Exchange of Information) untuk mengejar WP di luar negeri," jelasnya.
Advertisement
Agendakan Tax Amnesty Jilid II, Jokowi Bersurat ke DPR
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR untuk merevisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan tata cara perpajakan.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebutkan, dalam permintaan revisi tersebut, salah satu poin pembahasannya ialah pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Yang diatur memang ada di dalamnya PPN, termasuk PPh orang per orang, pengurangan tarif PPh Badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, dan terkait carbon tax, lalu ada terkait dengan pengampunan pajak," ujar Airlangga dalam konferensi pers, Rabu (19/5/2021).
Lanjut Airlangga, tax amnesty jilid II tersebut diharapkan segera disetujui oleh DPR karena masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.
Aturan ini nantinya akan disusun dengan lebih luas dan fleksibel dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi. Untuk detailnya, kata Airlangga, akan mengikuti pembahasan di parlemen.
"Jadi memang ada beberapa yang akan dibahas, hasilnya kami tunggu pembahasan dengan DPR. Bapak Presiden sudah kirim surat ke DPR untuk membahas hal ini," kata Airlangga.