Nomer Ponsel Direktur KPK Sujanarko dan Novel Baswedan Diduga Diretas

Sujanarko dan Novel Baswedan merupakan pegawai yang paling vokal menentang pimpinan KPK terkait polemik TWK.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Mei 2021, 05:59 WIB
Novel Baswedan bersama Wadah Pegawai (WP) KPK memperingati 500 hari penyerangan terhadap dirinya di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/11). Penyidik senior KPK itu diserang dengan air keras pada 500 hari lalu. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Nomor telepon seluler Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (PJKAKI KPK) Sujanarko dan penyidik senior KPK Novel Baswedan diduga diretas.

Menurut Sujanarko, indikasi adanya peretasan lantaran muncul nomor ponsel keduanya di aplikasi Telegram secara tiba-tiba. Padahal keduanya tak mendaftarkan nomornya di aplikasi Telegram. Sujanarko menyebut, dugaan peretasan terjadi sekitar pukul 20.30 WIB.

"Info teman-teman itu ada notifikasi nama saya (muncul) di Telegram. Nomornya nomor saya. Bang Novel juga," ujar Sujanarko saat dikonfirmasi, Kamis (20/5/2021) malam.

Sujanarko menduga peretasan dilatarbelakangi sikap dirinya dan 74 pegawai KPK dalam menentang Surat Keputusan (SK) nomor 652 yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri. SK tersebut berisi terkait penonaktifan dirinya, Novel Baswedan, dan 73 pegawai lainnya.

"Kayaknya ada yang mulai menyerang lagi deh. Motifnya enggak tahu," kata pria yang akrab disapa Koko ini.

Diketahui, Sujanarko dan Novel Baswedan serta 73 pegawai KPK yang dinonaktifkan melaporkan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas dan Ombudsman RI. Dalam setiap laporan, keduanya selalu tampil di media untuk memberikan keterangan.

Dugaan peretasan juga pernah dialami aktivis indonesia Corruption Watch (ICW) dan mantan pimpinan KPK. Peretasan terjadi saat ICW menggelar konferensi pers virtual bersama delapan eks pimpinan KPK pada Senin 17 Mei 2021. Konferensi pers itu menyikapi penonaktifan 75 pegawai KPK tak lolos tes wawasan kebangsaan.

"Sepanjang jalannya konferensi pers, setidaknya ada sembilan pola peretasan atau gangguan yang dialami," ujar peneliti ICW Wanna Alamsyah dalam keterangannya, Selasa (18/5/2021).

Pembicara yang hadir dalam ruangan zoom yakni Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja, Saut Situmorang, Moch Jasin, Agus Rahardjo, Nisa Zonzoa (Peneliti ICW, Moderator), Kurnia Ramadhana (Peneliti ICW), dan Tamima (Peneliti ICW).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


9 Peretasan ICW

Aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi teatrikal menolak kehadiran pimpinan KPK bermasalah di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Aksi penolakan digambarkan dengan keberadaan dua dukun yang tengah mengusir roh jahat. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Menurut Wanna, setidaknya terdapat sembilan kali upaya peretasan. Pertama, menggunakan nama para pembicara untuk masuk ke media zoom. Kedua, menggunakan nama para staf ICW untuk masuk ke media zoom.

"Ketiga, menunjukkan foto dan video porno di dalam ruangan zoom. Keempat, mematikan mic dan video para pembicara," kata Wanna.

Kelima, membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali guna menganggu konsentrasinya sebagai moderator acara. Keenam, mengambil alih akun whatsapp kurang lebih 8 orang staf ICW. Sebagian nomor ada yang di-take over, sebagian sudah berhasil dipulihkan, sedangkan beberapa orang lainnya mengalami percobaan.

Ketujuh, beberapa orang yang nomor whatsappnya diretas sempat mendapatkan telepon masuk menggunakan nomor luar negeri dan juga puluhan kali dari nomor asal provider Telkomsel. Kedelapan, percobaan mengambil alih akun Telegram dan e-mail beberapa staf ICW. Namun, upaya pengambialihan gagal.

"Sembilan, tautan yang diberikan kepada pembicara Abraham Samad tidak dapat diakses tanpa alasan yang jelas," kata Wanna.

Wanna menyebut, upaya pembajakan bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil. Sebelumnya pada kontroversi proses pemilihan Pimpinan KPK, revisi UU KPK tahun 2019, UU Minerba, serta UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi.

"Peretasan bukan hanya dialami oleh ICW saja, anggota LBH Jakarta dan Lokataru pun mengalami hal yang serupa. ICW menduga ini dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak sepakat dengan advokasi masyarakat sipil terkait penguatan pemberantasan korupsi," kata dia.

"Pembungkaman suara kritis warga melalui serangan digital merupakan cara baru yang anti demokrasi. Maka dari itu, kami mengecam segala tindakan-tindakan itu dan mendesak agar penegak hukum menelusuri serta menindak pihak yang ingin berusaha untuk membatasi suara kritis warga negara," Wanna menambahkan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya