Peluang Produk Baja Indonesia Kian Terbuka Lebar Masuk ke Kawasan Teluk

Lolosnya Indonesia dari pengenaan BMTP ini memberi peluang bagi eksportir baja Indonesia untuk meningkatkan ekspornya ke negara-negara teluk.

oleh Andina Librianty diperbarui 21 Mei 2021, 10:00 WIB
Ilustrasi baja.

Liputan6.com, Jakarta Produk baja Indonesia lolos dari pengenaan safeguard atau Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dari negara yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC).

Keputusan ini membuka potensi ekspor produk baja Indonesia kian terbuka lebar. Adapun negara-negara yang tergabung dalam GCC antara lain Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, dan Oman.

Hasil laporan akhir penyelidikan Bureau of Technical Secretariat for Anti Injurious Practices inInternational Trade, otoritas penyelidik trade remedies GCC yang disirkulasikan pada Kamis (6/5), menyebutkan bahwa produk baja asal Indonesia tidak mendapatkan pengenaan safeguard kedalam wilayah GCC.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan, dengan lolosnya Indonesia dari pengenaan BMTP ini memberi peluang bagi eksportir baja Indonesia untuk meningkatkan ekspornya ke negara-negara teluk.

“Pemerintah menyambut baik keputusan untuk mengecualikan produk baja Indonesia dari Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Hal ini memperbesar peluang bagibaja Indonesia untuk memasuki pasar kawasan teluk,” ujarnya.

Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menyampaikan, Pemerintah dan pelaku usaha selalu bekerja keras untuk menanggulangi setiap potensi yang menghambat akses pasar ekspor Indonesia.

“Pengecualian Indonesia dari pengenaan BMTP di negara-negara GCC adalah buah dari keseriusan Pemerintah dan perusahaan dalam membela kepentingan produk nasional,” ungkap Wisnu.

Sebelumnya, Otoritas GCC melakukan penyelidikan safeguard sejak Oktober 2019 dan berlangsung selama 19 bulan.

Penyelidikan diawali dengan pemeriksaan terhadap impor 9 kelompok produk baja yaitu flat hot rolled coils and sheets; cold rolled flat steel coils and sheets.

Selain itu, baja dengan lapisan metalik; baja dengan lapisan organik; reinforced steel bars and wire rod;circular, square, and rectangular sticks and rod, sections; angles and shapes; serta welded andseamless pipes and tubes.

Merespons hal ini, Kementerian Perdagangan mengidentifikasi aktifitas ekspor Indonesia pada produk flat hot rolled coils and sheets yang cukup besar ke wilayah GCC, sementara untuk produklainnya kurang signifikan.

Kemendag mendorong produsen produk tersebut untukkooperatif dalam penyelidikan dengan menjawab dan menyampaikan kuesioner penyelidikan.

Di tengah berjalannya penyelidikan, Otoritas GCC melakukan perubahan cakupan produk dalampenyelidikan.

Dua kelompok baja yaitu flat hot rolled coils and sheets dan cold rolled flat steel coilsand sheets dikeluarkan dari lingkup penyelidikan sehingga menyisakan tujuh kelompok baja hingga akhir penyelidikan.

Perubahan cakupan produk yang diselidiki di tengah masa penyelidikan justru mengamankan posisi Indonesia.

Produk flat hot rolled coils and sheets yang pada 2019 menyumbang nilai ekspor sebesar USD 53,9 juta atau sebesar 69,5 persen dari total produk tidak lagi masuk dalam cakupan barang yangdiselidiki.

Hal ini juga menjadikan total ekspor Indonesia ke GCC menjadi terabaikan (negligible)karena berada di bawah ambang batas safeguard bagi negara berkembang yaitu sebesar 3 persen.

Otoritas dalam kesimpulannya merekomendasikan pengenaan BMTP terhadap impor 7 kelompok produk baja selama tiga tahun dengan penjadwalan pengenaan 16 persen; 15,2 persen;dan 14,4 persen secara berturut-turut dari tahun pertama hingga tahun ketiga.

 


Pembelaan Indonesia

Lembaran baja yang akan digunakan sebagai bahan baku bodi mobil

Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menambahkan, Pemerintah RI pada banyak kesempatan telah menyampaikan posisi pembelaan atas penyelidikan safeguard.

Pembelaan disampaikan mulai dari tanggapan awal inisiasi, temuan awal (preliminary finding), audiensi publik (public hearing), dan rencana perubahan cakupan produk.

“Perhatian kami terfokus pada luasnya cakupan barang yang diselidiki yang harus dianalisis secara wajar sesuai kelompok produknya. Kami memprotes Otoritas GCC saat mengetahui tindakanmereka yang menggabungkan seluruh produk yang memiliki karakteristik berbeda ke dalam singleanalysis. Hal ini tidak adil bahkan sangat bias hasil penyelidikannya,” terang Pradnyawati.

Pradnyawati melanjutkan, walaupun tetap pada keputusannya untuk menerapkan BMTP, Pemerintah Indonesia menghargai sikap Otoritas GCC. 

“Otoritas GCC telah mengubah cakupanproduk sehingga menguntungkan posisi Indonesia dan menghormati status negara berkembang Indonesia sehingga memperoleh keistimewaan pengecualian atas dasar negligible import share,”lanjutnya.

Data Badan Pusat Statistik secara kumulatif menunjukkan nilai ekspor sembilan kelompok bajayang diselidiki ke negara GCC pada 2020 mencapai USD 73,4 juta.

Kinerja ekspor Indonesia sempat merosot pada periode Januari–Maret 2021 menjadi USD 10,5 juta jika dibanding dengan periode yang sama pada 2020 yang mencapai USD 20,7 juta.

“Pengecualian Indonesia dari BMTP GCC akan memberikan peluang yang sangat baik untuk melakukan peningkatan ekspor pada periode pemulihan ekonomi," jelas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya