Liputan6.com, Jakarta - Wacana pemberian pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II mendapat kritik dari berbagai pihak. Hal ini dikarenakan, tax amnesty dinilai tidak memberi kontribusi signifikan bagi penerimaan pajak ke depan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pemberian tax amnesty dinilai rawan pencucian uang dan menimbulkan ketimpangan sosial.
Advertisement
"Pemberian tax amnesty rawan digunakan untuk pencucian uang lintas negara, atas nama pengampunan pajak perusahaan yang melakukan kejahatan keuangan bisa memasukkan uang ke Indonesia," kata Bhima kepada Liputan6.com, Jumat (21/5/2021).
Bhima menambahkan, terlebih saat ini rawan pencucian uang dari kejahatan korupsi selama pandemi Covid-19. Tax amnesty dianggap memperlebar kesempatan bagi para oknum tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan di tengah krisis.
Selain itu, Bhima menilai, kebijakan tax amnesty hanya menguntungkan bagi orang-orang kaya yang tidak patuh membayar pajak.
"Tax amnesty menciptakan ketimpangan antara orang kaya dan miskin. Faktanya selama pandemi Covid-19 sudah banyak kebijakan yang pro terhadap korporasi seperti penurunan tarif PPh badan dari 25 persen menjadi 20 persen bertahap hingga 2022, sampai diskon PPnbm untuk mobil," ujarnya.
Sementara bagi masyarakat umum, lanjutnya, kebijakan yang memberatkan justru diterapkan, seperti kenaikan PPN. Oleh karenanya, kebijakan tax amnesty akan berbahaya dan menimbulkan ketimpangan paska Covid-19.
Menurut data yang disampaikan Bhima, rasio gini mulai menanjak ke 0,385 per 2020 dengan kelompok 20 persen teratas atau orang kaya porsi pengeluarannya justru naik ke 46,2 persen dari posisi 45,3 persen dalam periode setahun lalu.
"Jadi ini kebijakan yang tidak tepat. Soal kepatuhan seharusnya paska tax amnesty jilid I tahun 2016 itu dilakukan pengejaran bagi Wajib Pajak yang belum patuh," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sederet Keuntungan Jika Pengampunan Pajak Tax Amnesty Jilid II Jadi Berlaku
Praktisi Perpajakan, Ronsianus B Daur menilai, bahwa pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II yang dicanangkan oleh pemerintah memberi manfaat besar bagi bangsa Indonesia.
Beberapa keuntungan diantaranya dari sisi penerimaan uang tebusan, pegadministrasian data pajak, kepatuhan wajib pajak serta pelacakan terhadap shadow economy.
"Kami percaya tax amnesty jilid II akan lebih menguntungkan buat bangsa kita," katanya di Jakarta, Kamis (20/5/2021).
Dia pun menyayangkan masih ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa program pengampunan pajak pada 2016-2017 tidak berhasil. Menurutnya hal tersebut cukup naif mengatakan bahwa pemerintah telah gagal. "No!, sekali lagi No!," tegasnya.
Terbukti ketika program tax amnesty itu dicanangkan pemerintah berhasil mengumpulkan uang tebusan Rp135 triliun berdasarkan Surat Setoran Pajak, dari jumlah pengungkapan harta sebanyak Rp4,885 triliun. Jumlah tersebut menjadi angka yang fantastis.
"Dari awal kita memprediksikan bahwa uang tersebut banyak diperoleh dari repatriasi asset tetap dan lancar dari luar negeri. Ternyata komposisinya berbanding terbalik," jelasnya.
Adapun angka deklarasi dalam tax amnesty dalam negeri justru melejit di angka Rp3,676 triliun, sedangkan deklarasi luar negeri hanya sebsar Rp1,031 triliun dan repatriasi cuma Rp147 triliun. Dari segi nominal deklarasi dan repatriasi jauh panggang dari api. Tetapi pada sisi lain pengungkapan harta dalam negeri sangat mengejutkan.
Advertisement
Kirim Surat ke DPR
Seperti diketahui, menjelang semester II tahun 2021, Pemerintah kembali mengirimkan surat ke DPR agar dalam merevisi UU No. 28 Thn 2007 tentang (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), segera dibahas. Di mana salah satu poin dalam revisi tersebut terselip Pengampunan Pajak Jilid II
"Buat kami, berita tersebut bagaikan oase di padang gurun. Bagaimana tidak, dalam pantauan kami masih banyak msyarakat yang tidak 'ngeh' terhadap tax Amnesty Jilid pertama. Inilah moment buat kita untuk mengatakan bahwa Indonesia bisa mengatur ekonominya sendiri. Jangan pernah berpikir kebelakang, mau dua kali atau tiga kali ini urusan rumah tangga kita sendiri," tegasnya.
Dia menambahkan, masih banyak warga negara Indonesia yang menyesal tidak mengikuti tax amnesty jilid pertama. Pemerintah juga mempunyai data yang tentunya tersusun rapih tentang harta warganya yang belum diungkapkan, baik di dalam maupun diluar negeri.
"Oleh karena itu saatnya kita bersama-sama jangan menaruh curiga kepada pemerintah. Pemerintah tau kondisi bangsanya. Jangan malu apa kata negara lain. Ini negara berdaulat yang mengatur sendiri ekonominya!," tegasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com