Liputan6.com, Jakarta - Mendongkrak geliat pariwisata Bali, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menggagas program Work from Bali. Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo R.M. Manuhutu, menyebut, sebagai rencana awal, program ini akan diimplementasi di tujuh kementerian di bawah koordinasi Kemenko Marves.
Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Vinsensius Jemadu, mengatakan bahwa Menparekraf Sandiaga Uno mendukung penuh program ini. "Tapi, seperti yang disebutkan pak Odo, ini hanya salah satu solusi. Satu program tentu tidak bisa menyelesaikan seluruh masalah," katanya dalam konferensi pers daring, Sabtu, 22 Mei 2021.
Baca Juga
Advertisement
Vinsensius menyambung bahwa setidaknya ada dua tantangan yang harus dijawab dalam menjalani program Work from Bali. "Pertama, berapa kuota ASN (Aparatur Sipil Negara) yang akan bekerja dari Bali. Ini (nomad tourism) sebenarnya bukan gagasan baru, tapi bagaimana ini digaungkan dan ditingkatkan di Bali," ucapnya.
"WFO (Work from Office) di Kemenko Marves kan kapasitasnya sekitar 50 persen. Mungkin nantinya bisa dibagi 25 persen WFO, 25 persen Work from Bali untuk mengisi okupansi rate," imbuh Vinsensius.
Kemudian, memperhitungkan biaya akomodasi per bulan. "Saya kira bisa dibuat sedemikian rupa sehingga ASN bergelombang sampai akhir tahun Work from Bali," tuturnya. "Perlu dipikirkan juga jenis pekerjaan apa yang bisa dibawa bekerja dari Bali. Misal rapat hybrid, offline di Bali, selebihnya digital."
Lebih lanjut dijelaskan bahwa praktik program Work from Bali ini menyesuaikan bujet tiap kementerian. "(Perusahaan) swasta juga nantinya diharapkan tergerak untuk bekerja dari Bali. It's okay to visit Bali, to travel, to work. Kami contohkan untuk membangun kepercayaan," urai Odo.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Titik Berat pada Pencegahan Transmisi COVID-19
Odo mengatakan bahwa program Work from Bali tetap menitikberatkan pada kesehatan dan keselamatan dengan mencegah transmisi COVID-19. "Yang ingin dijaga keseimbanganya adalah penanganan COVID-19 dan pertumbuhan ekonominya," tuturnya.
Mengutip data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Odo menjelaskan bahwa proses vaksinasi paling cepat dan tinggi di Indonesia adalah di Bali. Hal ini sengaja dilakukan pemerintah agar bisa menimbulkan rasa percaya bahwa Bali merupakan destinasi wisata yang aman untuk dikunjungi.
"Kita lihat bahwa terjadi kontraksi yang cukup dalam di Bali, yaitu 9,35 persen. Triwulan pertama juga masih terkontraksi, artinya terjadi penurunan aktivitas ekonomi," jelas Odo.
Banyak hotel di Bali beroperasi dengan hanya kapasitas 8--10 persen. Tingkat okupansi 10 persen tersebut pada dasarnya tidak cukup untuk membayar gaji karyawan maupun menutup biaya listrik dan maintenance.
Advertisement