WHO dan UNICEF Ungkap Alasan Kenapa Difabel Perlu dapat Vaksinasi COVID-19

WHO dan UNICEF memberikan beberapa alasan mengapa penyandang disabilitas harus dipertimbangkan dalam vaksinasi COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 24 Mei 2021, 18:00 WIB
Ilustrasi kursi roda. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa vaksinasi COVID-19 tahap ketiga di Indonesia akan menyasar masyarakat yang rentan. Salah satu yang masuk dalam kelompok tersebut adalah penyandang disabilitas.

World Health Organization (WHO) bersama UNICEF sendiri pada 19 April 2021 lalu juga telah mengeluarkan sebuah ringkasan kebijakan terkait vaksinasi bagi disabilitas dalam Disability considerations for COVID-19 vaccination: WHO and UNICEF policy brief, 19 April 2021.

Dalam policy brief tersebut, WHO memuat beberapa alasan mengapa penyandang disabilitas harus dipertimbangkan dalam program vaksinasi untuk COVID-19.

"Penyandang disabilitas terkena dampak COVID-19 secara tidak proporsional, baik secara langsung karena infeksi, maupun tidak langsung karena pembatasan untuk mengurangi penyebaran virus," tulis mereka seperti dikutip dari dokumen tersebut pada Minggu (23/5/2021).

Alasan pertama, WHO mengatakan penyandang disabilitas berisiko lebih besar tertular COVID-19 karena hambatan-hambatan seperti:

  • Menerapkan langkah-langkah kebersihan dasar seperti wastafel atau tempat cuci tangan yang mungkin sulit diakses secara fisik, atau seseorang mengalami kesulitan membersihkan tangan secara menyeluruh,
  • Menerapkan jaga jarak fisik. Hal ini sangat relevan bagi mereka yang membutuhkan bantuan fisik dan/atau tinggal di fasilitas residensial yang mungkin memiliki tantangan lain seperti kekurangan tenaga dan pengendalian infeksi,
  • Ketergantungan pada sentuhan untuk mendapatkan informasi dari lingkungan (misalnya mereka yang buta atau tunanetra) atau dukungan fisik (misalnya untuk mereka yang memiliki disabilitas fisik),
  • Hambatan fisik, sikap, dan komunikasi yang mengurangi akses mereka ke informasi kesehatan masyarakat untuk COVID-19,

Risiko ini bisa meningkat dalam konteks sumber daya dan kemanusiaan, di mana penyandang disabilitas tinggal di tempat penampungan atau akomodasi yang padat, kekurangan akses ke fasilitas air, sanitasi, dan kebersihan, di mana informasi kesehatan masyarakat tersedia dalam format terbatas, atau di mana persediaan alat pelindung diri (APD) mungkin dibatasi.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini


Adanya Risiko Gejala Parah

Foto: Pixabay Public Domain Pictures

Alasan kedua, WHO mengatakan bahwa penyandang disabilitas mungkin berisiko lebih besar mengalami gejala parah atau meninggal jika terkena COVID-19 karena:

  • Kondisi kesehatan yang mendasari disabilitas mereka,
  • Hambatan untuk mengakses perawatan kesehatan yang layak dan tepat waktu, yang muncul dari kesulitan saat mengkomunikasikan gejala; tidak dapat diaksesnya transportasi, fasilitas kesehatan dan layanan jarak jauh; kesenjangan dalam pelayanan dukungan dan bantuan; serta prosedur triase yang diskriminatif.

Hambatan ini juga dapat mengurangi akses ke vaksinasi bagi penyandang disabilitas.


Risiko Kesehatan yang Memburuk

Ilustrasi Difabel. Gambar oleh ALBERTO H. FABREGAS dari Pixabay

Ketiga, WHO mengatakan bahwa penyandang disabilitas juga mungkin menghadapi risiko kesehatan yang baru atau kondisi yang memburuk karena:

  • Fasilitas kesehatan memprioritaskan pengobatan dan dukungan bagi penderita COVID-19 daripada pengobatan kondisi kesehatan lainnya,
  • Gangguan dalam layanan pendukung dan bantuan, dan upaya untuk mengurangi potensi paparan virus. Hal ini dapat mengakibatkan lebih sedikit kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk berolahraga, berinteraksi dengan orang lain, atau melanjutkan pengelolaan kesehatan secara teratur, yang semuanya dapat merusak kesehatan mental dan kesejahteraan mereka.

WHO menambahkan, pengalaman terkait COVID-19 bagi perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas juga dibentuk oleh faktor terkait gender dan disabilitas.

Menurut mereka, hambatan terkait gender mengurangi akses ke perawatan kesehatan, pemeriksaan, dan vaksinasi bagi perempuan dan anak perempuan.

WHO dan UNICEF juga menyebut bahwa perempuan penyandang disabilitas tidak hanya menghadapi risiko tambahan dari kekerasan dalam rumah tangga, yang diperburuk oleh tekanan ekonomi, guncangan kesehatan, dan periode isolasi yang berkepanjangan di ruang terbatas.

"Mereka juga dapat mengalami penurunan akses ke layanan kekerasan berbasis gender yang layak. Isolasi yang sering dialami penyandang disabilitas juga dialami oleh keluarga caregiver yang sebagian besar adalah perempuan dan anak perempuan."

 


Infografis Vaksinasi Covid-19 Lansia di Indonesia Masih Rendah

Infografis Vaksinasi Covid-19 Lansia di Indonesia Masih Rendah. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya