Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan, pemecatan 51 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) merupakan pelanggaran konstitusi.
Adanya pelanggaran konstitusi pada pemecatan itu, menurutnya membuat penerapan pemecatan pegawai KPK ini tidak bisa dilakukan.
Advertisement
“Menurut saya tindakan pemecatan itu tindakan inkonstitusional dan tidak bisa digunakan,” kata Feri pada Liputan6.com, Selasa (25/5/2021).
Feri menegaskan, pemecatan itu juga telah menentang perintah presiden. “Pemecatan itu bertentangan dengan berbagai hal, dari ketentuan undang-undang hingga perintah presiden,” ucapnya.
Menurut Feri, adanya TWK sejak awal adalah tes yang tidak sah atau ilegal. Karena di PP 41/2020 tentang alih status pegawia KPK, terdapat ketentuan lima tahapan alih status, dalam lima tahapan itu tidak terdapat TWK.
"Oleh karena itu TWK ini adalah tahapan yang ilegal, tidak berdasar hukum dan bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam putusan MK,” bebernya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Menentang Putusan MK
Keputusan pemecatan pegawai KPK itu, lanjuta Feri, juga telah menentang keputusan MK yang sifatnya berlaku bagi semua pihak.
“Putusan MK bersifat berlaku untuk semua orang termasuk BKN dan MenPANRB, jika terdapat tindakan yang bertentangan dengan putusan MK tentu saja melanggar prinsip konstitusional,” pungkasnya.
Advertisement