Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mendorong Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dilibatkan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai sebagai syarat untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"KSP dalam hal ini merekomendasikan untuk juga melibatkan NU dan Muhammadiyah yang sudah teruji mampu merajut simpul kebangsaan dan kebhinekaan Indonesia," kata Moeldoko, Rabu (26/5).
Advertisement
Rekomendasi ini disampaikan menyusul munculnya polemik 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan dipecat karena tidak lolos TWK. Moeldoko yakin, keterlibatan NU dan Muhammadiyah bisa melengkapi mekanisme pengujian wawasan kebangsaan pegawai.
Selain merekomendasikan NU dan Muhammadiyah, mantan Panglima TNI ini juga meminta agar lembaga pemerintah menyiapkan sejumlah skenario untuk meningkatkan wawasan kebangsaan pegawai.
Salah satunya, mendorong pegawai dengan wawasan kebangsaan rendah mengikuti pendidikan kedinasan.
"Melalui pendidikan kedinasan seperti yang diinginkan Bapak Presiden. Karena ini memang (wawasan kebangsaan) harus diperkuat dari waktu ke waktu," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Heran TWK di KPK Tuai Polemik
Sebelumnya, Moeldoko menanggapi 51 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Menurutnya, kondisi itu sebenarnya tidak hanya terjadi di KPK tapi juga lembaga lain, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Soal tidak lulus uji TWK sebenarnya tidak hanya di KPK tetapi juga di lembaga-lembaga lain seperti itu kondisinya," katanya.
Mantan Wakil Gubernur Lemhannas ini menyebut, jauh sebelum KPK memberlakukan TWK bagi pegawainya, lembaga lain sudah menerapkan. TWK dianggap penting untuk menguji sekaligus memperkuat pengetahuan pegawai terkait Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Persoalan wawasan kebangsaan itu bisa naik turun karena memang ancamannya semakin keras. Oleh karena itu, penguatan sungguh sangat diperlukan," ujarnya.
Moeldoko heran, TWK yang dilakukan KPK untuk pegawainya menuai polemik. Padahal, seharusnya semua pihak mendukung lembaga yang ingin memperkuat wawasan kebangsaan pegawainya.
"Kenapa kita mesti bertele-tele mendiskusikan sesuatu yang baik untuk kepentingan masa depan Indonesia. Ini bangsa ini sungguh kadang-kadang kehilangan akal sehat," ucap dia.
Reporter: Titin Supriatin
Merdeka.com
Advertisement