Kenaikan PPN di Tengah Pandemi Covid-19 Sangat Tidak Produktif

Kenaikkan PPN bisa dilakukan jika keadaan perekonomian sudah pulih seutuhnya.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Mei 2021, 12:01 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak Pertambahan Nilai (PPN) di tengah pandemi covid-19 tidaklah produktif.

“Rencananya dinaikkan hingga 15 persen, tapi belum jelas juga. Ada juga wacana PPN tidak merata seperti sekarang, yang jelas ide kenaikan PPN di tengah pandemi ini tidak produktif,” kata Piter kepada Liputan6.com, seperti ditulis Jumat (28/5/2021).

Menurutnya, Indonesia masih dalam proses pemulihan ekonomi. Masih diperlukan berbagai upaya untuk mendorong pemulihan ekonomi di tengah pandemi covid-19, misalnya seperti kelonggaran pajak.

“Kita masih dalam proses pemulihan ekonomi, dimana diperlukan dorongan termasuk dalam bentuk kelonggaran pajak. Seharusnya justru PPN diturunkan seperti pelonggaran PPnBM kendaraan bermotor dan PPN perumahan,” ujarnya.

Piter berpendapat, kenaikkan PPN bisa dilakukan jika keadaan perekonomian sudah pulih seutuhnya. Namun sebaliknya, lebih baik untuk saat ini Piter menyarankan agar Pemerintah tidak menaikkan PPN.

“Kenaikan PPN hanya bisa dilakukan ketika perekonomian benar benar sudah pulih,” imbuhnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Usul ke DPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/5/2021). Rapat beragendakan penyampaian pandangan fraksi-fraksi atas penyampaian pemerintah terhadap KEM dan PPKF RAPBN Tahun Anggaran 2022 dan penetapan mitra kerja. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai informasi, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI. Dalam kesempatan itu dirinya kembali menyinggung mengenai penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sri Mulyani mengatakan PPN sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang harus dan tidak dikenakan. Karena ada multi tarif yang menggambarkan kepentingan afirmasi.

Di satu sisi perlu memberikan PPN yang lebih rendah untuk barang jasa tertentu, tapi juga memberikan PPN yang lebih tinggi untuk barang mewah dan untuk PPN final bisa dilakukan untuk barang jasa tertentu.

"Ini untuk membuat kita rezim PPN lebih comparable dan kompetitif dibandingkan negara lain," ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin, (24/5/2021).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya