Liputan6.com, Brussel - Uni Eropa (UE) menggugat perusahaan farmasi AstraZeneca ke pengadilan Belgia hari Rabu (26/5) atas kegagalan perusahaan itu mengirim puluhan juta dosis COVID-19 yang dijanjikan, sehingga memperlambat upaya UE untuk memulai kampanye vaksinnya.
Setelah berminggu-minggu terjadi hubungan yang memburuk dan kecaman keras terhadap AstraZeneca, kini Eropa beralih ke sistem hukum untuk memaksa perusahaan Inggris-Swedia itu menuntaskan pengiriman 180 juta dosis vaksin COVID-19 yang dijanjikan bulan Juli.
Advertisement
Kini laporan mengatakan, AstraZeneca hanya bisa memenuhi kurang dari setengah jumlah vaksin yang sudah dipesan itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (28/5/2021).
Juru bicara Komisi Eropa, Stefan De Keersmaecker, badan eksekutif Uni Eropa yang bertugas menyediakan vaksin COVID-19 untuk blok itu menjelaskan, "Kami yakin perusahaan itu tidak menghormati persyaratan dan kewajiban kontrak.
Itu merupakan pelanggaran yang kami minta pengadilan untuk memahaminya. Pada dasarnya, konteks prosedur darurat yang terjadi, memang kami mengklaim bahwa kami ingin agar pengadilan memerintahkan perusahaan untuk mengirim 90 juta dosis tambahan, selain 30 juta yang sudah dikirim pada kuartal pertama."
Uni Eropa awalnya berencana menggunakan vaksin AstraZeneca untuk kampanye vaksinasi. Penundaan pengiriman adalah alasan utama terjadinya kelambanan yang banyak dikecam itu. Apalagi kekhawatiran dengan akibat sampingan pembekuan darah terkait suntikan vaksin itu, yang menyebabkan beberapa negara anggota membatasi atau membatalkan penggunaannya sama sekali.
UE kini beralih ke vaksin COVID-19 lain, terutama Pfizer-BioNTech yang lebih mahal, untuk memasok ratusan juta dosis pada bulan-bulan mendatang.
Tetapi itu tidak menghentikan blok itu untuk menuntut agar AstraZeneca memenuhi kontraknya. Uni Eropa juga menuduh pabrikan lebih menyukai Inggris, karena AstraZeneca sendiri mengaku telah memenuhi sebagian besar dosis yang dijanjikan.
Melanggar Kontrak
Pengacara AstraZeneca, Hakim Boularbah mengatakan kepada wartawan, perusahaan obat itu sangat menyesalkan keputusan Komisi Eropa yang mengajukan ke pengadilan dan berharap perselisihan itu diselesaikan secepatnya.
Perusahaan mengatakan kontraknya dengan UE hanya mengikat pihaknya pada ketentuan 'upaya terbaik yang masuk akal' dalam mengirim vaksin secara tepat waktu.
Scott Marcus, pengamat ekonomi senior di Bruegel mengatakan, "Kontrak itu sendiri memperjelas, vaksin akan dikirim dengan upaya terbaik dan masuk akal. Kontrak secara khusus juga menyatakan, pihak-pihak terkait tidak akan menuntut satu sama lain. Jadi agak aneh Komisi Eropa megajukan tuntutan."
Scott Marcus khawatir, kasus pengadilan itu bisa berdampak pada bisnis UE dengan pembuat vaksin lainnya.
Sementara itu, kampanye vaksinasi blok itu mulai meningkat. Komisi Eropa mengatakan, sedang dalam upaya memenuhi tujuannya untuk memvaksinasi 70 persen orang dewasa pada musim panas ini.
Advertisement