Jalankan Paris Agreement, Indonesia Butuh Rp 343,32 Triliun per Tahun

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup atau Indonesian Environment Fund (IEF) terus mengajar pendanaan pengelolaan untuk lingkungan hidup.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mei 2021, 17:30 WIB
Aktivis lingkungan hidup menggelar aksi serempak Joget Jagat: Diam Berarti Tenggelam di Jakarta, Kamis (22/4/2021). Aksi untuk memperingati Hari Bumi serta menunjukkan semangat anak muda yang tidak tinggal diam dan tetap memperjuangkan hidup di tengah krisis iklim. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup atau Indonesian Environment Fund (IEF) terus mengajar pendanaan pengelolaan untuk lingkungan hidup. Berdasarkan estimasi, sesuai dengan dokumen Second Biennial Update Report 2018, Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar USD 247 miliar ( Rp 3.461 triliun) untuk periode 2018-2030.

Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengestimasi kebutuhan Indonesia untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDCs) setiap tahun adalah sebesar Rp 343,32 triliun.

Indonesia sendiri sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement malalui UU 16 tahun 2016 telah menyampaikan komitmentnya melalui NDCs yaitu pengurangan emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41 persen dengan dukungan Internasional.

Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Dian Lestari menyampaikan, sejauh ini REDD+ Norwey sudah menyatakan komitmenya untuk melakukan pendanaan ke Indonesia sebesar USD560 juta (2021-2030). Rencana penaluran pertama akan dilakukan sebanyak USD56 juta melalui rekening BNI.

"Dari komitmen USD 560 juta yang akan dibayarkan pertama USD 56 juta. Ini masih pembahasan perjanjian pembayaran. Tergantung gimana negosiasi apakah bisa tahun ini atau tidak," jelasnya dalam diskusi virtual, Kamis (27/5/2021).

Selain itu, Indonesia juga masih menunggu pendanaan dari Forest Carbon Partnership Facility (FCPC). Rencananya dana ini akan difokuskan untuk Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Adapun sejauh ini pendanaan sedang dalam proses finalisasi benefit sharing plan oleh BPDLH, KLHK dan Pemprov Kaltim.

"FCPF untuk pemerintah Kaltim. Dari 2021, 2023, 2025. Akan cairkan tiga kali dengan total USD110 juta. Tahap pertama USD25 juta, tahap kedua USD40 juta, tahap ketiga USD45 juta," jelasnya.

Komitmen lain juga datang dari BioCarbon Fund (BCF). Dana BCF ini akan isalurkan kkhusus untuk fokus kepada Provinsi Jambi. Adapun nilainya mencapai USD 60 juta periode (2023-2025).

"Penyaluran pertama 2025 tergantung kinerja Pemda Jambi. BPDLH akan lanjutkan penyaluran," imbuhnya.

Sementara itu, The Word Bank juga komitmen melakukan pendanaan sebesar USD 2,1 juta. Di mana tahun ini diharapkan dana tersebut bisa segera cair.

Dan terakhir, Ford Foundation komitmen sebesar USD 1 juta. Namun saat ini sedang dalam tahap penyusuan proposal yang akan ditindaklanjuti dengan negosiasi bentuk dan mekanisme penyaluran kepada penerima manfaat.

"Sebenarnya semua dana ini berbasis kinerja. Diberikan ketika pemerintah RI sudah menunjukan penurunan emisi gas rumah kaca di kehutanan," tutupnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Komitmen Pemerintah

Aktivis lingkungan hidup menggelar aksi serempak Joget Jagat: Diam Berarti Tenggelam di Jakarta, Kamis (22/4/2021). Aksi untuk memperingati Hari Bumi serta menunjukkan semangat anak muda yang tidak tinggal diam dan tetap memperjuangkan hidup di tengah krisis iklim. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Seperti diketahui, salah satu upaya konkret pemerintah untuk mendukung pendanaan NDC atau pendanaan lingkungan hidup secara umum adalah pembentukan Indonesian Environment Fund (IEF) atau yang disebut Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) pada tahun 2019.

Badan ini merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan yang pengelolaannya menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, prudent dan profesionalisme. Selain itu, IEF didesain dengan menerapkan standar tata kelola internasional.

Sesuai dengan dasar pembentukannya, IEF dibangun untuk mendukung program-program pengelolaan lingkungan hidup strategis yang berada di Kementerian/ Lembaga. IEF berperan sebagai trustee bagi pemilik dana/program. IEF bekerja berdasarkan pada mandat yang diberikan oleh K/L selaku pemilik program dan juga mandat yang diberikan pemilik dana.

Kewenangan teknis dan pelaksanaan program tetap berada pada Kementerian/Lembaga teknis sebagai pemilik program. Pengelolaan dana lingkungan hidup oleh IEF dilaksanakan berdasarkan kontrak antara IEF dan pemiliki dana/program. Pengeluaran dana oleh bank trustee/custodian dilakukan berdasarkan perintah IEF.

IEF memegang aspek legalitas dari pemilik dana yang diletakkan pada bank custodian dan atau bank trustee, dan menyalurkan manfaat kepada penerima manfaat/beneficiaries sesuai mandat.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya