Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta bantuan kepada Komisi VII DPR RI agar PT PLN (Persero) bisa mendapat suntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 12,02 triliun. Dana tersebut dimaksudkan melistriki seluruh wilayah Indonesia hingga 100 persen pada 2022 mendatang.
"Melalui forum yang terhormat ini kami mohon bantuan kalau sekiranya nanti PMN untuk PLN bisa ditambah, nanti kami tentu akan ikut kawal di PLN agar penggunaannya betul-betul dimanfaatkan untuk melistriki," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (27/5/2021).
Advertisement
Rida menjelaskan, dana tersebut dibutuhkan PLN untuk mewujudkan program Indonesia Terang pada tahun mendatang. Sokongan modal Rp 12,02 triliun tersebut merupakan perhitungan untuk mewujudkan visi rasio elektrifikasi 100 persen pada 2022.
Jika tidak diberikan suntikan modal tersebut, Rida memprediksi target rasio elektrifikasi 100 persen bisa jadi melenceng hingga ke tahun berikutnya.
"Mohon maaf kalau misalnya APBN adanya hanya Rp 5 triliun, jadi bergeser target rasio elektrifikasi ke tahun berikutnya. Jadi mohon dukungannya, saudara kita di 3T sudah 76 tahun gelap gulita," ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Modal Utama
Guna mencapai target Indonesia Terang, Rida memaparkan, butuh tiga komponen yakni rasio elektrifikasi, rasio desa berlistrik, dan perluasan jaringan. Untuk rasio elektrifikasi, per kuartal I 2021 itu baru bertambah 0,08 persen dari triwulan sebelumnya menjadi 99,28 persen.
Begitu pula dengan rasio desa berlistrik, yang pada akhir tahun lalu sekitar 99,56 persen, dan bertambah tipis menjadi 99,59 persen pada akhir triwulan I 2021.
Khusus untuk rasio desa berlistrik, Rida menemukan sejumlah daerah di remote area yang terhubung jauh dengan desa berlistrik di tempat terdekat. Tabung listrik atau alat penyalur daya listrik (APDAL) dan pengisian energi listrik (SPEL) jadi solusi paling memungkinkan.
"Saya lihat sendiri di Papua, jarak satu rumah dengan yang lainnya minimum 500 meter, kadangkala 2 kilo itu enggak ketemu apa-apa. Sehingga sangat tidak ekonomis dan secara teknis juga tidak dimungkinkan kalau membangun jaringan di sana," tuturnya.
Advertisement