Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) beberapa waktu lalu menarik penggunaan produk obat herbal tradisional Lianhua Qinqwen donasi untuk COVID-19, salah satunya dikarenakan adanya kandungan Ephedra.
Praktisi kesehatan Profesor Purwantyastuti dalam bincang-bincang virtual pada Kamis (28/5/2021) mengungkapkan bahwa Ephedra dianggap berbahaya sehingga penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter.
Advertisement
"Ada obat yang mengandung Ephedrine itu dipegang oleh dokter. Tidak dikonsumsi sendiri oleh masyarakat," kata Purwantyastuti dalam webinar yang diselenggarakan Badan Pengawas Obat dan Makanan itu.
Dia melanjutkan, Ephedra bekerja dengan merangsang sistem saraf simpatik yaitu kerja jantung dan otak.
"Jantungnya bekerja lebih keras, otaknya bekerja lebih keras, semua itu bekerja lebih keras. Bayangkan kalau itu terjadi terus menerus. Tentu ada sesuatu yang akan terjadi pada jantungnya, pada otaknya, yang tidak bisa ditandai atau diamati oleh orang awam," katanya.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Dilarang di Beberapa Negara
Purwantyastuti pun mengatakan bahwa Ephedra telah dimasukkan ke dalam negative list (daftar negatif) atau daftar herbal yang tidak boleh digunakan di beberapa negara.
"Di ASEAN itu Indonesia termasuk yang tidak boleh menggunakan Ephedra dan beberapa negara lagi," kata Purwantyastuti.
Menurutnya, ada beberapa negara yang masih mengizinkan penggunaan Ephedra. "Tidak lewat dokter tetapi lewat tangan sinshe. Jadi orang yang memang berpendidikan untuk memberi obat tersebut. Artinya tidak langsung dibeli masyarakat."
Purwantyastuti mengungkapkan, Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang melarang penggunaan Ephedra.
"Karena banyak kematian yang disebabkan oleh penggunaan Ephedra. Oleh atlet-atlet yang ingin larinya lebih cepat, tidak capek-capek."
"Sekitar 1980 atau 90-an ditemukan kematian penyebabnya orang yang menggunakan suplemen mengandung Ephedra secara terus-terusan," tambahnya.
Advertisement
Penggunaan di Tiongkok
Terkait penggunaan Lianhua Qinqwen yang mengandung Ephedra di Tiongkok, Purwantyastuti mengatakan dalam tubuh manusia terdapat perbedaan faktor-faktor genetik.
"Kemungkinan ada perbedaan-perbedaan genetik antara kita dengan orang-orang di China, dengan orang di Amerika, India, dan dimana-mana, yang tentu tidak terlihat dari luar," katanya.
Menurut Purwantyastuti, masyarakat di Tiongkok sudah menggunakan Ephedra secara turun temurun meski saat ini pemakaiannya sudah lewat sinshe. "Tetapi kita tidak pakai Ephedra turun-temurun. Itu bukan jamu kita."
"Makanya lebih baik kita pakai jamu kita sendiri, yang dipakai oleh nenek moyang kita yang genetiknya sama dengan kita. Jadi kita bisa lebih yakin itu aman," katanya,
Sehingga, Purwantyastuti pun mengatakan bahwa dalam menggunakan obat herbal dari negara lain, masyarakat Indonesia pun harus lebih berhati-hati. "Makanya Lianhua yang diizinkan Badan POM dijual bebas tidak mengandung Ephedra."
Infografis Kunci Hadapi Covid-19 dengan Iman, Aman dan Imun
Advertisement