Liputan6.com, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan turut angkat bicara terkait pemecatan 51 dari 75 pegawai lembaga antirasuah yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurut Novel Baswedan, ada persekongkolan di balik pemecatan 51 pegawai KPK tersebut.
Advertisement
"Saya tegaskan ini bukan sekadar masalah kehilangan pekerjaan atau apa pun, tapi ini adalah upaya untuk menyingkirkan yang sistematis, yang saya yakin ini ada suatu persekongkolan di belakang itu," ujar Novel, Kamis, 27 Mei 2021.
Dia pun mengaku bertanya-tanya soal TWK yang diadakan pimpinan KPK alih-alih sebagai syarat bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Menurut Novel Baswedan, adanya pengumuman yang disampaikan pimpinan KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu, telah menggambarkan sikap dari pimpinan yang akan memaksa menyingkirkan 75 pegawai KPK, baik langsung maupun tidak langsung.
"Adanya perubahan dari 75 menjadi 51, jelas menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya," kata Novel.
Berikut sederet pernyataan Novel Baswedan menanggapi pemecatan 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sebut Ada Agenda Singkirkan Pegawai yang Bekerja Baik
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memandang pemecatan terhadap 51 pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sangat dipaksakan.
Diketahui, pengumuman pemecatan 51 pegawai disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
"Terkait pengumuman pimpinan KPK yang disampaikan oleh AM, menggambarkan sikap oknum pimpinan KPK yang akan memaksakan agar terjadi pemecatan terhadap 75 pegawai KPK, baik langsung maupun tidak langsung," kata Novel pada wartawan, Selasa, 25 Mei 2021.
Menurut dia dengan pemecatan 51 pegawai tersebut, jelas menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya.
"Hal ini mengkonfirmasi dan semakin jelas terlihat bahwa ada agenda dari oknum Pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja baik," ungkap Novel.
Advertisement
Dinilai Bertentangan dengan Perintah Presiden
Menurut Novel, oknum pimpinan KPK tetap melakukan rencana awal untuk menyingkirkan pegawai KPK menggunakan TWK.
"Sekalipun bertentangan dengan norma hukum dan arahan bapak Presiden," kata Novel.
Dia juga menyebut, ini adalah salah satu bentuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Meskipun upaya melemahkan bukan hal yang baru.
"Dan penyingkiran pegawai KPK yang ditarget ini bisa jadi merupakan tahap akhir untuk mematikan perjuangan pemberantasan korupsi," ucap Novel.
Lapor Komnas HAM
Penyidik senior KPK Novel Baswedan menyebut ada persekongkolan di balik pemecatan 51 pegawai lembaga antirasuah.
Hal itu disampaikan Novel Baswedan usai memberikan data tambahan kepada Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) terkait dugaan pelanggaran HAM atas pemecatan 51 pegawai KPK.
"Saya tegaskan ini bukan sekadar masalah kehilangan pekerjaan atau apa pun, tapi ini adalah upaya untuk menyingkirkan yang sistematis, yang saya yakin ini ada suatu persekongkolan di belakang itu," ujar Novel, Kamis, 27 Mei 2021.
Novel dan pegawai KPK diketahui melaporkan pimpinan KPK atas dugaan pelanggaran HAM pada Senin 24 Mei 2021.
Kedatangan Novel cs guna memberikan dokumen tambahan untuk mempermudah kerja Komnas HAM menemukan dugaan pelanggaran HAM tersebut.
"Hal yang penting juga ingin saya tambahkan adalah, ini bukan sekadar masalah pegawai KPK yang disingkirkan atau kehilangan pekerjaan. Tetapi ini adalah suatu perbuatan dengan sewenang-wenang yang dampaknya adalah masalah hak asasi manusia," kata Novel.
Novel mengapresiasi Komnas HAM yang menerima laporan dari para pegawai KPK. Novel percaya Komnas HAM akan mengusut dugaan pelanggaran HAM atas pemecatan pegawai KPK yang dilakukan pimpinan KPK.
"Saya juga bersama kawan-kawan mengapresiasi langkah Komnas HAM. Komnas HAM tampak begitu serius dan sungguh-sungguh, beberapa hari setelah kami melapor bisa langsung merespons dengan fakta-fakta yang lebih konkret," terang Novel.
Advertisement
Pertanyakan soal TWK
Novel pun masih bertanya-tanya soal TWK yang diadakan pimpinan KPK. Apalagi, akibat TWK tersebut, 51 pegawai yang tak lolos akan dipecat dan 24 lainnya akan menjalani pembinaan kebangsaan.
Menurut Novel Baswedan, tuduhan tak memiliki wawasan kebangsaan yang dilayangkan terhadap 75 pegawai KPK adalah bentuk penghinaan.
"Itu bentuk penghinaan, karena orang yang bekerja menunjukan darma bakti kepada negara dengan sebaik mungkin dengan memberantas korupsi kemudian dilabel atau distigma sebagai orang yang bermasalah, orang yang tidak bisa dibina, orang yang kemudian dianggap tidak Pancasilais," ujar Novel di Komnas HAM, Jumat, 28 Mei 2021.
Novel baru saja memenuhi panggilan Komnas HAM soal laporan dari 75 pegawai KPK terhadap kelima Pimpinan KPK terkait dugaan adanya pelanggaran HAM dalam proses TWK.
"Saya kira itu tuduhannya keji, jahat dan saya juga enggak mengerti kenapa bisa orang punya kepentingan tuh jahat gitu, untuk membikin stigma, dan itu enggak boleh terjadi," kata Novel Baswedan.
Novel mengaku, pemeriksaannya kali ini hanya melengkapi bukti yang sudah diserahkan kepada Komnas HAM terkait dugaan adanya pelanggaran HAM dalam proses TWK. Novel berharap bukti yang dia sampaikan kali ini bisa memudahkan pekerjaan Komnas HAM.
"Saya melengkapi dari bukti-bukti yang telah diserahkan kemarin, dan semoga dengan fakta-fakta itu semua Komnas HAM bisa melakukan langkah-langkah yang sebagaimana mestinya, dan semoga bisa menjadi upaya untuk menghentikan hal-hal yang bersifat melanggar hak asasi manusia demi kepentingan pemberantasan korupsi dan kepentingan negara," kata dia.
Pastikan Tak Lolos TWK Buat Kendur Berantas Korupsi
Novel Baswedan kemudian mengatakan, dengan pemecatan terhadap 51 pegawai lembaga antirasuah yang tak lolos TWK tak melunturkan semangat untuk terus memberantas korupsi di Indonesia.
"Saya yakin kawan-kawan akan tetap semangat, karena memang tidak semua perjuangan akan membuahkan hasil." kata dia.
Namun, dia memastikan perjuangan memberantas korupsi yang menjadi harapan masyarakat Indonesia harus dilakukan hingga akhir.
"Sehingga, bilapun tidak berhasil, maka kami akan dengan tegak mengatakan bahwa kami telah berupaya dengan sungguh-sungguh, hingga batas akhir yang bisa diperjuangkan," tegas Novel.
Advertisement