KPK Hadirkan Saksi Kunci, Pengacara Juliari Sebut untuk Ubah Peta Kesaksian

Sidang perkara dugaan suap pengadaan bansos pandemi Covid-19 dengan terdakwa mantan Mensos Juliari Peter Batubara kembali bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (31/5/2021).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 31 Mei 2021, 09:51 WIB
Terdakwa kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 yang juga mantan Menteri Sosial Juliari Batubara saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/5/2021). Sidang lanjutan tersebut beragendakan mendengar keterangan empat orang saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) pandemi Covid-19 dengan terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara kembali bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (31/5/2021).

Pada sidang kali ini, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan dua saksi kunci, yakni mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan PPK sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPK) Adi Wahyono (AW).

Matheus dan Adi diketahui juga sebagai terdakwa dalam perkara ini.

Menurut kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail, pemanggilan kedua saksi kunci ini diduga sengaja dilakukan oleh penuntut umum untuk mengubah peta kesaksian. Maqdir menyebut, penuntut umum tengah berusaha mencari keterangan adanya aliran uang yang diterima oleh Juliari Batubara.

"Hemat saya dihadirkannya saksi MJS dan AW untuk didengar keterangannya adalah sebagai upaya JPU untuk mengubah peta kesaksian yang selama ini tidak berpihak kepada surat dakwaan. Tentu saja sah dilakukan JPU," ujar Maqdir dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).

Maqdir Ismail mengatakan, pihaknya telah menyiapkan beberapa pertanyaan kunci untuk diajukan kepada Mathues dan Adi untuk memperjelas kasus yang menyeret kliennya. Yang jelas, kata Maqdir, sejauh ini belum ada kesaksian yang menyebutkan ada aliran uang ke Juliari.

"Dalam surat dakwaan hanya diterangkan secara global angka yang diterima JPB, tapi tidak pernah diterangkan sumber dari uang yang diberikan dan diterima oleh JPB," ujar Maqdir.

Maqdir menyebut, pihaknya juga akan mendalami detail dan asal usul penerimaan uang yang diduga diterima oleh Juliari Batubara.

"Menggali kebenaran keterangan tentang penerimaan uang yang selalu dikatakan diberikan atau diterima oleh JPB sesuai dengan surat dakwaan," tegas Maqdir.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Akan Gali pertanyaan soal Uang

Mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara berjalan meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, Jakarta, Jumat (5/3/2021). Juliari Batubara diperiksa sebagai tersangka suap pengadaan paket bantuan sosial penanganan COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Apalagi angka yang dinyatakan dalam surat dakwaan dinilai cukup besar, sementara dari pengakuan para saksi dalam berita acara pemeriksaan (BAP) uang yang mereka serahkan hanya sedikit. Berdasarkan BAP, uang yang diserahkan para saksi ke Matheus janga sebesar Rp 7.510.000.000 termasuk dari terdakwa pemberia suap, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.

"Sedangkan dalam surat dakwaan dari Harry van Sidabuke sebesar Rp 1.280.000.000,00 dan dari Ardian Iskandar Maddanatja, uang sebesar Rp 1.950.000.000,00 dan kemudian dari vendor lain Rp 29.252.000.000,00," kata Maqdir.

Melihat angka yang sangat timpang ini, Maqdir memastikan pihaknya akan menggali lebih dalam soal dugaan penerimaan uang terhadap Juliari. Maqdir berharap, kesaksian Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono memperkuat keterangan saksi lainnya.

"Justru kami berharap keterangan MJS dan AW akan semakin memperkuat keterangan para saksi yang sudah menerangkan bahwa tidak ada uang yang diterima JPB," kata dia.

 


Pernyataan Harry Van Sidabukke

Tersangka suap pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19, Harry van Sidabukke menjalani rekonstruksi perkara di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/2/2021). Rekonstruksi digelar untuk mengumpulkan bukti tambahan terkait suap pengadaan bansos penanganan COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, terpidana kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19, Harry Van Sidabukke menyatakan tidak pernah memberikan komitmen fee kepada mantan Juliari Peter Batubara.

Dia mengakui, permintaan fee hanya datang dari mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso.

"Tidak diteruskan untuk Mensos (Juliari Peter Batubara). Seperti sudah saya jelaskan, permintaan itu memang dari Pak Joko (Matheus Joko Santosos),tidak ada dari Pak Juliari," kata Harry saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 24 Mei 2021.

Dalam persidangan, Harry pun mengakui mengenal sosok Kukuh Ariwibowo yang merupakan staf ahli Menteri Sosial. Dia mengaku dikenalkan dengan Kukuh oleh kuasa pengguna anggaran (KPA) Kemensos Adi Wahyono. Bahkan Adi sempat meminta dirinya untuk menemui Kukuh.

"Hanya disampaikan ke Pak Adi, main-main ke atas, main ke Pak Kukuh, kenalan," kata Harry.

Meski demikian, Harry menyebut tidak pernah memberikan uang atau membahas kuota pengadaan bansos kepada Kukuh. Karena dia hanya bertemu satu kali dengan Kukuh.

"Saya hanya bertemu pak Kukuh satu kali, apalagi terkait masalah kuota, enggak pernah," kata Harry.

Harry mengaku pernah bertemu langsung dengan Juliari saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang sembako. Pertemuan itu berlangsung di gudang PT. Mandala Hamonangan Sude.

Harry mengklaim, dalam pertemuan itu Juliari tidak pernah membahas soal kuota mapun fee pengadaan bansos.

"Enggak pernah mendengar (fee bansos)," Harry menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya