Liputan6.com, Yogyakarta - Berhenti merokok merupakan sebuah proses yang tidak mudah. Guru Besar FKKMK UGM Yayi Suryo Prabandari mengatakan, untuk dapat berhenti merokok perlu komitmen bersama, tidak hanya di tingkat individu, tetapi juga dukungan keluarga, komunitas dan lingkungan, serta layanan kesehatan.
“Berhenti merokok memang sebuah proses. Dari kajian literatur yang ada, sebagian itu efektif di waktu 6 bulan awal, setelahnya perlu ada penguatan dan pendampingan kembali,” paparnya dalam webinar peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2021 yang diadakan oleh Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FKKMK UGM secara daring, Senin (31/5/2021).
Ia mengatakan agar dapat berhenti merokok tidak hanya dari satu jenis intervensi saja, tetapi melalui berbagai program. Salah satunya melalui strategi perlindungan terhadap asap tembakau dengan melaksanakan dan menguatkan kawasan tanpa rokok (KTR), advokasi jejaring untuk menerapkan KTR, dan berpartisipasi dalam pengembangan dan pengawasan KTR.
Baca Juga
Advertisement
“Optimalkan dukungan untuk berhenti merokok dan waspadakan masyarakat akan bahaya tembakau,” imbuhnya.
Langkah selanjutnya eliminasi iklan, promosi, dan sponsor terkait tembakau. Upaya yang bisa dilakukan antara lain dengan advokasi pada pemerintah untuk meniadakan semua itu.
“Berhenti merokok di Indonesia itu seperti uji nyali, karena saat individu sudah bertekad berhenti namun kondisi lingkungan kurang mendukung sehingga penguatan komitmen sangat diperlukan” tegasnya.
Dalam webinar bertajuk Penguatan Komitmen Untuk Berhenti Merokok Di Era Covid-19 tersebut turut mengundang dua pembicara dari yakni Bagas Suryo Bintoro dan Retna Siwi Padmawati.
Retna Siwi Padmawati, Departemen Ilmu Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial FKKMK UGM menjelaskan soal program rumah bebas asap rokok sebagai bentuk penguatan komitmen masyarakat berhenti merokok. Mewujudkan program tersebut bisa dilakukan dengan tidak merokok di dalam rumah untuk semua anggota keluarga dan tamu, tidak menyediakan tempat puntung rokok di rumah dan memasang stiker tanda larangan merokok di dalam rumah.
“Jauhkan keluarga dari ekspose rokok karena nantinya bisa ditiru oleh anak-anaknya. Karenanya harus dimulai dengan berhenti merokok agar tidak diikuti anak-anak,” jelasnya.
Selanjutnya, mengupayakan tidak ada yang merokok dalam berbagai pertemuan warga. Cara lain dengan tidak merokok di hadapan anak-anak, ibu hamil dan lansia, serta menyediakan tempat khusus merokok disesuaikan dengan kondisi rumah dan kampung.
Sementara Departemen Ilmu Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial FKKMK UGM Bagas Suryo Bintoro, menyampaikan perokok memiliki risiko lebih besar mengalami kasus yang parah dan meninggal akibat Covid-19. Oleh sebab itu ia mengimbau masyarakat terutama para perokok untuk berhenti merokok untuk mengurangi risiko terpapar Covid-19.
Bagas menjelaskan sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk berhenti merokok. Salah satunya diawali dengan membulatkan tekad untuk berhenti merokok. Kemudian, membiasakan diri untuk berhenti merokok.
“Tidak ada kata terlambat untuk berhenti merokok, sebab berhenti merokok bermanfaat bagi kesehatan sehingga harus didukung oleh semua pihak,” katanya.