Tolong, Salah Satu Danau 3 Warna Kelimutu Terancam Mengering

Diduga karena adanya aktivitas pengeboran pembangkit Listrik tenaga panas bumi di Mutubusa Desa Sokiria Kecamatan Ndona Timur menyebabkan salah satu dari tiga Danau Kelimutu di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam kering.

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 03 Jun 2021, 01:00 WIB
Danau Kelimutu, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Tmur (NTT). Foto Istimewah

Liputan6.com, Ende - Aktivitas pengeboran pembangkit Listrik tenaga panas bumi di Mutubusa Desa Sokiria, Kecamatan Ndona Timur diduga menyebabkan salah satu Danau Kelimutu di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam kering.

Salah satu danau yang terancam kering adalah Danau Tiwu Atabupu (Menurut bahasa setempat disebut danau orang tua) yang berwarna hitam kecokelatan. Danau ini merupakan salah satu danau dari tiga Danau Kelimutu yang menjadi ikon pariwisata nasional.

"Ketinggian air danau hanya tinggal beberapa meter saja dan diprediksi dalam beberapa bulan ke depan, air danaunya akan benar-benar hilang," ungkap Ketua Perkumpulan Pelaku Pariwisata Moni Kelimutu (P3MK), Yanto Wangge kepada Liputan6.com, Senin (31/5/2021) sore.

Dia mengatakan surutnya debit air Danau Tiwu Atabupu sudah terjadi sejak tahun 2019 yang lalu sejak adanya aktivitas pengeboran pembangkit listrik tenaga panas bumi di Mutubusa Desa Sokiria yang lokasinya berada di luar kawasan Danau Kelimutu dengan jarak 10 kilometer dari luar lokasi kawasan Danau Kelimutu.

Pihak P3MK selalu berkoordinasi dengan pihak Balai Taman Nasional Kelimutu (TNK) terkait penurunan debit air di Danau Kelimutu.

"Sehingga pada minggu kemarin P3MK meninjau lansung Danau Tiwu Atabupu dan ada 5 orang perwakilan dari P3MK yang langsung turun ke dalam danau untuk melihat secara langsung. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh P3MK bahwa batu-batu di dasar danau Tiwu Atabupu sudah kelihatan, dan juga terjadi keretakan pada dinding danau, dan air danau tersebut surut hingga 5 meter," dia menyebutkan.

Kuat dugaan bahwa terjadinya keretakan pada dinding danau itu terjadi karena adanya aktivitas pengeboran di Mutubusa. Keretakan ini menyebabkan surutnya air Danau Tiwu Atabupu.

Walaupun masih dalam dugaan, tetapi Yanto Wangge mengatakan pada saat gempa bumi melanda Pulau Flores, NTT pada tahun 1992, kala itu tidak terjadi keretakan pada dinding danau. Air Danau Kelimutu pun tetap ada dan tidak surut seperti saat ini.

Yanto Wangge, juga mengakui bahwa pihaknya pernah mempertanyakan fenomena surutnya air danau tersebut pada otoritas pengelola Balai Taman Nasional Kelimutu (TNK) dan petugas vulkanologi Moni untuk mendapatkan penjelasan ilmiah dengan bukti kajian Amdal, baik sebelum dan saat pelaksanaan pengeboran di Mutubusa.

Pasalnya, lokasi pengeboran pembangkit listrik tenaga panas bumi itu dekat sekali dengan dinding kawah Danau Tiwu Atabupu. Namun, Yanto mengaku tidak mendapat penjelasan yang memuaskan.

"Tapi jawaban kepala TNK bahwa kajian itu pernah dilakukan sebelum projek Mutubusa dilaksanakan, ini menurut kami sudah tidak sesuai. Apalagi penyampaiannya pun lisan saja tidak menunjukkan bukti kajiannya," ungkapnya.

Sehingga, pihak P3MK pun mendatangi DPRD Kabupaten Ende untuk menyampaikan keprihatinan masyarakat Moni atas fenomena yang terjadi di Danau Kelimutu.

P3MK berharap kepada DPRD Ende agar mendesak pihak Balai TNK, Vulkanologi dan perusahaan terkait, segera melakukan kajian ilmiah sebagai solusi penyelesaian persoalan surutnya debit air danau.

"Apakah karena fenomena alam atau kah disebabkan kelalaian manusia dalam pengelolaan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi Mutubusa Sokoria," dia menegaskan.

Jika dari hasil penelitian membuktikan bahwa fenomena tersebut karena kejadian alam maka pihaknya bisa memaklumi tetapi apabila hal itu karena kelalaian, maka pihaknya minta aktivitas pengeboran di Mutubusa segera dihentikan. Hal ini demi kelestarian destinasi wisata Danau Kelimutu.

"Sekarang baru terlihat nyata satu danau nanti akan menyusul dua danau lain karena dua danau itu juga sudah turun debit airnya. Ini ancaman serius bagi dunia pariwisata Ende, Flores, NTT, dan Indonesia. Dan Danau Kelimutu merupkan destinasi wisata unggulan di Indonesia," bebernya.

Danau Kelimutu merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia dan merupakan salah satu aset nasional untuk Indonesia, NTT, dan Kabupaten Ende sebagai potensi wisata daerah, sehingga harus dijaga dengan baik.

"Jika salah satu danau dari tiga warna tersebut kering, maka apa yang mau dipromosikan lagi dari danau tiga warna tersebut, padahal danau tersebut dikenal di mata masyarakat dunia memiliki 3 warna. Maka mari kita jaga dan rawat keindahan alam Danau Kelimutu," dia menandaskan.

 

 

Simak video pilihan berikut ini:


3 Opsi dari DPRD Ende

Pihak P3MK meninjau lansung danau Tiwu Atabupu, ditemukan bebatuan muncul dari dasar kawa danau dan keretakan pada didnding kawa danau. (Liputan6.com/ Dionisius Wilibardus)

Ketua komisi III DPRD Ende, Vinsen Sangu kepada Liputan6.com pun menanggapi aduan yang diwakili oleh P3MK terkait menyusutnya debit air Danau Kelimutu sejak 2 tahun terakhir karena dugaan aktivitas pengeboran panas bumi di Mutubusa Desa Sokiria Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende.

Dia mengatakan secara visual terlihat dan pihak P3MK juga sudah melakukan peninjauan langsung ke dalam kawah Danau Tiwu Atabupu yang dipercayai masyarakat Lio di danau tersebut bersemayam dan berkumpulnya arwah-arwah orang tua. Ada penurunan air pada danau tersebut kurang lebih 5 meter.

"Sesuai dengan penjelasan yang disampaikan oleh Badan Vulkanologi mengatakan bahwa penurunan air pada danau Tiwu Atabupu disebabkan adanya kemarau panjang dan disebabkan terjadinya penyerapan tanah, dan dari pihak TNK menyampaikan peristiwa penurunan debit air pada Danau Tiwu Atabupu merupakan hal yang biasa saja dan merupakan peristiwa alam yang terjadi," sebutnya.

Dari diksi yang dipakai oleh Badan Vulkanologi dengan kata "kemungkinan" atau dari TNK yang menggunakan kata "biasa saja", menurut Vinsen, itu menunjukkan lemahnya peran institusi tersebut dalam menjalankan fungsinya sebagai elemen strategis untuk mendeteksi akan terjadinya sesuatu yang besar di Danau Kelimutu.

Untuk itu, dirinya mendesak pemerintah Kabupaten Ende, pihak TNK, Badan Vulkanologi pemantau Gunung Kelimutu untuk segera melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga riset yang memiliki kompetensi di bidang Vulkanologi, Geologi, Geofisika untuk melakukan kajian ilmiah penyebab terjadinya penurunan debit air di salah satu kawah Danau Kelimutu.

"Menurunnya debit air di puncak Danau Kelimutu tidak bisa diabaikan sebagai fakta baik atas kejadian alam maupun oleh aktivitas manusia," ujar Vinsen.

Menurut Vinsen, menurunnya debit air di Tiwu Atabupu Danau Kelimutu itu tidak saja menjadi ancaman bencana geologi tetapi ada potensi besar akan ancaman tergerusnya nilai kearifan lokal peradaban budaya Lio dan hilangnya objek wisata ikon Ende.

Vinsen Sangu pun memberikan tiga rekomendasi kepada pihak-pihak terkait untuk melakukan kajian tentang peristiwa itu.

Ketiga rekomendasi tersebut, yakni pertama, Pemerintah Daerah, BVMG, dan TNK diminta segera melakukan kajian ilmiah atas dampak menurunnya debit air Danau Kelimutu.

Kajian ilmiah tersebut, lanjut Vinsen, dilakukan oleh tim independen baik lembaga perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya yang memiliki kompetensi di bidangnya (geologi, geokimia, geofisika) dan hasil kajian ilmiah tersebut dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat umum.

Kedua, pemerintah daerah dan TNK diminta untuk segera melaksanakan seremonial adat sesuai adat dan budaya setempat atas dampak menurunnya debit air di Danau Kelimutu.

Pada bagian ketiga, Vinsen Sangu merekomendasikan agar pemerintah daerah melakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin dan berkala, baik atas menurunnya debit air Danau Kelimutu maupun dampak lingkungan atas aktivitas pengeboran panas bumi di Kecamatan Ndona Timur.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya