Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, mendapat pertanyaan mengenai kesempatan menjadi orang kaya di Indonesia semakin sulit saat ini. Hal tersebut ditanyakan oleh Youtuber Deddy Corbuzier dalam podcast Youtube.
Menurutnya, menjadi orang kaya di Indonesia tidak semakin sulit. Kesempatan menjadi orang kaya di Indonesia sebenarnya besar apalagi didukung oleh era digital yang semakin maju.
Advertisement
"Saya rasa nggak (makin sulit), kesempatan lebih besar. Amerika Serikat land of freedom, yang kaya berubah setiap tahun. Indonesia setiap tahun yang kaya itu itu saja. Baru sekarang di era digital ada orang orang kaya baru," katanya, ditulis Selasa (1/6/2021).
Kondisi saat ini, kata Erick Thohir, sama seperti usai krisis 1998. Saat itu, kondisi membuat banyak lahir pengusaha-pengusaha baru yang mampu membuat terobosan dan menghasilkan banyak uang.
Pemerintah pun tak tinggal diam. Segala upaya dan dukungan diberikan agar masyarakat mampu menciptakan usaha yang kemudian berdampak pada ekonomi.
"Ketika krisis 98, baru ada pengusaha pengusaha baru. Ini yang kita kembali, nggak boleh yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Kita perlu ada keseimbangan. Ini harus kita jaga. Kita nggak mungkin mengelekkan industri 4.0, tapi bener nggak rakyatnya bisa kerja? belum tentu. itu yang harus kita ciptakan," jelasnya.
Dia menambahkan, harus ada keberpihakan pemerintah dan disertai kemauan masyarakat untuk berubah agar tercipta kemajuan ekonomi.
"Harus ada keberpihakan, sama seperti negara kita mau modern, tapi apakah dengan modern negara kita mau kita hancurin? jangan dong. Ini harus kita cari ekuilibrium baru," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Orang Super Kaya dari China Hingga Indonesia Berbondong-bondong Pilih Tinggal di Negara Ini Selama Pandemi
Ketika pengusaha diler mobil Singapura Keith Oh pertama kali membaca pesan Facebook, dia tidak yakin itu nyata. Ada seorang klien Cina memesan Bentley senilai S$ 1,1 juta (USD 830.000), bahkan tanpa melihat barangnya terlebih dahulu, melalui jejaring sosial.
“Mereka hanya menanyakan harga dan kapan kami bisa melakukan pengiriman, itu saja,” katanya.
“Ini satu juta dolar bagi kami, tetapi mungkin itu bukan apa-apa bagi mereka,” tambah Oh, Mengutip Bloomberg, Jumat (28/05/2021).
Penjualan cepat adalah tanda terbaru dari tren yang lebih luas. Uang mengalir deras ke Singapura tidak seperti sebelumnya.
Saat pandemi virus Corona Covid-19 menghantam Asia Tenggara dan kekacauan politik mengancam Hong Kong, Singapura justru telah menjadi pelabuhan yang aman bagi beberapa taipan terkaya di kawasan itu dan keluarga mereka.
Bagi orang kaya “yang dapat memutuskan kemana mereka ingin tinggal dan menetap, Singapura adalah tempat pilihan sekarang,” kata Stephan Repkow, Pendiri Wealth Management Alliance setelah empat tahun di Union Bancaire Privee.
Dia mengatakan dua klien asingnya telah menjadi penduduk dalam 12 bulan terakhir dan lebih banyak lagi yang sedang diproses.
Seorang bankir papan atas yang menolak disebutkan namanya mengatakan, klien China menempati peringkat pertama di antara pembukaan rekening baru, diikuti mereka dari India dan Indonesia.
Sementara yang lain mengatakan bahwa pertemuan klien yang dulu merupakan proses yang berliku-liku dalam terbang ke Jakarta dan melawan lalu lintas menjadi jauh lebih mudah karena banyak pelanggan Indonesia tinggal di kondominium mewah yang sama di Singapura.
Harish Bahl, pendiri Smile Group, sebuah kantor keluarga yang berfokus pada investasi teknologi, mengatakan dia belum pernah menemukan orang super kaya sebanyak ini di kota. Padahal, dia telah bekerja di bidang teknologi selama lebih dari dua dekade.
“Sejak pandemi, miliarder dari seluruh dunia telah tinggal lebih lama di Singapura, termasuk dari China, Indonesia, India, dan AS,” katanya, mengutip insentif untuk mendirikan kantor keluarga.
Seorang pengusaha Indonesia yang terus tinggal dan bekerja di negara asalnya mengatakan orang tuanya telah menghabiskan lebih dari satu tahun berlindung dari Covid-19 di negara kota itu.
Meskipun mereka sebelumnya mengetahui tentang lima keluarga Indonesia lainnya yang tinggal di Singapura sebelum pandemi, jumlahnya telah menjamur menjadi sekitar 25.
Beberapa lansia menghabiskan hari-hari mereka di waktu senggang, bertemu dengan teman dan menjelajahi kota.
Sementara yang lainnya terus aktif dengan menjalankan bisnis dari jarak jauh dan banyak yang mendirikan kantor keluarga, sebagian untuk memudahkan proses mendapatkan residensi, katanya.
Advertisement