Liputan6.com, New Delhi - Ketika mengetahui dirinya tengah hamil pada Februari lalu, Jagriti Eadala dan sang suami memutuskan untuk merayakannya dengan pergi berlibur. Bertepatan dengan perayaan tersebut, kasus COVID-19-19 di India dilaporkan tengah berkurang.
Tetapi sebulan kemudian, ia malah jadi "paranoid" untuk keluar dari kamarnya. Suaminya harus terus bekerja, jadi dia mengasingkan diri dari semua orang di rumah.
Advertisement
Pada saat itu, India telah memulai vaksinasi COVID-19. Tetapi itu bukan pilihan bagi Jagriti, sebab proses tersebut masih belum disetujui untuk ibu hamil di negaranya. Pemerintah baru-baru ini mengizinkannya untuk ibu menyusui, tetapi tidak ada kabar untuk wanita hamil, sehingga membuat mereka cemas dan takut.
"Saya terkena COVID-19 pada November dan memiliki tingkat antibodi yang baik, tetapi dokter mengatakan saya harus sangat berhati-hati. Saya cukup paranoid," jelas Jagriti.
Dikutip dari BBC, Rabu (2/6/2021), Jagriti juga menambahkan bahwa ia mengetahui seseorang yang sedang hamil sembilan bulan yang positif COVID-19-19. Yang kemudian melahirkan bayi dengan operasi caesar dan orang itu harus menggunakan ventilator.
Walau kasus tersebut berakhir dengan keduanya selamat, Jagriti menjadi takut untuk berinteraksi dengan orang lain -- bahkan kepada suaminya yang memang harus terus keluar rumah setiap hari untuk bekerja.
Vaksin COVID-19 Belum Disarankan untuk Digunakan oleh Wanita Hamil
Penelitian telah menunjukan bahwa wanita hamil yang positif COVID-19 -- dibandingkan wanita yang tidak hamil -- memiliki risiko kematian yang lebih tinggi akibat virus tersebut.
Mereka juga lebih mungkin dirawat di ICU, terhubung ke ventilator invasif, mengalami komplikasi kehamilan yang berbahaya atau melahirkan prematur.
Ratusan wanita hamil dilaporkan meninggal karena virus tersebut di india meski tidaka ada data resmi.
"Menurut pendapat saya, vaksin dikembangkan dengan cepat untuk alasan yang tepat," jelas Meenakshi Ahuja, direktur kebidanan dan ginekologi di rumah sakit Fortis La Femme Delhi.
"...tetapi biasanya membutuhkan waktu 10 tahun sebelum sebagian besar vaksin dinyatakan aman untuk ibu hamil. Pemerintah berusaha untuk bermain aman. Tetapi belum ada keputusan dan jutaan ibu hamil sangat rentan. Kami berharap mendapat tanggapan positif dari pemerintah segera."
Federasi ginekolog di India juga telah merekomendasikan agar wanita hamil diizinkan untuk berkonsultasi dengan dokter mereka dan buat keputusan terkait hal tersebut.
Saat seorang wanita hamil terjangkit virus COVID-19, kekebalan umumnya terganggu. Tetapi, Ahuja menjelaskan bahwa mereka menjadi rentan pada trimester ketiga.
Rahim yang tumbuh mendorong diafragma, menekan paru-paru dan membuatnya lebih sulit untuk bernapas dalam jumlah udara yang normal.
"Jadi hal pertama yang kami coba lakukan adalah melahirkan bayi meskipun prematur," katanya. "Itulah salah satu alasan mengapa kita melihat peningkatan kematian neonatus."
Ruma Satwik, seorang dokter kandungan di RSUD Sir Ganga Ram mengatakan bahwa ia belum yakin untuk merekomendasikan vaksin COVID-19 kepada pasiennya yang hamil karena tidak ada data atau penelitian yang jelas pada vaksin yang digunakan di India yaitu Covishield dan Covaxin.
Bulan lalu, Brasil menangguhkan penggunaan Covishield untuk ibu yang sedang mengandung setelah ada wanita hamil yang meninggal setelah vaksin.
Sejumlah negara yang memvaksinasi wanita hamil seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Uni Eropa (UE), Australia, memberikan vaksin Pfizer atau Moderna, yang keduanya dianggap sudah aman.
Reporter: Paquita Gadin
Advertisement