Liputan6.com, Jakarta Sehubungan berita bahwa puncak kenaikan kasus COVID-19 diperkirakan akan akhir Juni, maka baik kalau dilakukan kegiatan Early Diagnosis and Prompt Treatment. Tentu saja pengertiannya perlu diinterpertasikan dalam arti lebih luas, bukanm semata mata deteksi dini penyakit dan pengobatan kasus yang tepat saja.
“Early detection” yang biasa diartikan deteksi dini maka sebenarnya dalam pengertian luas dapat diartikan tentang bagaimana upaya agar seseorang dapat segera didiagnosis kalau memang ada kecurigaan ke arah COVID-19.
Advertisement
Ada dua tujuan kegiatan ini, pertama agar kalau ada yang sakit maka akan segera di temukan dan ditangani pengobatannya, dan kedua agar yang sakit dikarantina agar memutus rantai penularan. Hal ini dapat dilakukan dengan 3 cara.
1. Terus meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengenal kecurigaan awal COVID-19, baik dari sudut gejala maupun dari sudut risiko, misalnya sesudah ada kontak dan atau dalam kerumunan yang tidak terkendali.
2. Penyediaan fasilitas tes yang luas sehingga mudah dijangkau masyarakat, tentu baik kalau bisa gratis karena ini tujuannya adalah untuk kepentingan perlindungan kesehatan masyarakat dan bukan kepentingan pribadi semata.
3. Ketiga adalah bagaimana upaya mencegah terjadinya klaster tertentu, baik di keluarga, perkantoran, dll.
Simak Video Berikut Ini:
prompt treatment
Dalam hal prompt treatment, memang tidak diartikan sebagai pemberian obat-obatan semata, khususnya karena kita tahu bahwa tidak ada obat antiviral COVID-19 yang sepenuhnya direkomendasikan.
Pengertian prompt treatment lebih kepada agar setiap yang PCR dan juga rapid test antigen positif diberi penanganana medis yang baik. Hal ini mencakup tiga hal secara luas.
1. Jaminan kesediaan tempat tidur di Rumah Sakit kalau diperlukan, termasuk ruang ICU, obat dan alat kesehatannya, yang tentu ditunjang dengan ketersediaan petugas kesehatan yang dalam kerjanya mendapat perlindungan dengan baik.
2. Kesiapan pelayanan kesehatan primer, yaitu Puskesmas dan klinik-klinik yang ada di lingkungan. Mereka adalah garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat dan akan dapat amat berperan menangani masalah yang ada, dan juga akan mengurangi beban rumah sakit kalau jumlah pasien tidak terkendali.
3. Bagaimana penanganan kesehatan pada mereka yang menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing. Harus ada pola penanganan khusus yang diberikan agar mereka mengetahui jenis terapi apa yang diperlukan dan bagaimana memonitor keadaan kesehatannya serta apa yang harus segera dilakukan bila keadaannya memburuk.
Kita tahu bahwa kegiatan isolasi ini juga dapat diartikan sebagai bagian dari “specific protection” (perlindungan khusus) yang memang merupakan bagian dari upaya pencegahan dalam konsep “5 level of prevention”, bersama juga dengan penyuluhan kesehatan yang memang harus terus dilakukan.
**Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI/Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes. Kini penulis juga merupakan member COVAX Independent Allocation of Vaccines Group (IAVG) yang dipimpin bersama oleh Aliansi Vaksin Dunia (GAVI), Koalisi untuk Inovasi Persiapan Epidemi (CEPI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Advertisement