Liputan6.com, Jakarta - Suku Tengger memiliki ritual unik yang selalu dilaksanakan tiap tahun. Ritual itu adalah Yadnya Kasada yang puncaknya digelar di Gunung Bromo.
Ritual ini selalu diikuti masyarakat suku Tengger yang merupakan keturunan dari Rara Anteng dan Joko Seger yang kini menempati 4 wilayah, yaitu di Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang.
Advertisement
Yadnya Kasada dilaksanakan untuk menyampaikan bentuk syukuran berupa tumpeng dan hasil bumi yang disajikan ke kawah puncak Gunung Bromo pada bulan Kasada hari ke-14 menurut penanggalan Jawa.
Selain itu, tidak hanya masyarakat saja yang melaksanakan ritual ini, namun juga dibantu pihak pemerintah dari Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS).
Kisah Rara Anteng dan Joko Seger
Sejarah Gunung Bromo tidak dapat dipisahkan akan kisah pasangan Rara Anteng dan Joko Seger. Asal muasal nama suku Tengger pun diambil dari nama keduanya.
Pasangan ini membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, yang mempunyai arti "Penguasa Tengger yang Budiman". Namun dalam kehidupannya, pasangan ini tidak memiliki anak.
Maka dari itu Rara Anteng dan Jaka Seger pun melakukan semedi kepada Sang Hyang Widhi. Lalu tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo.
Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger menyanggupinya dan kemudian didapatkannya 25 orang putra-putri. Akan tetapi, namanya naluri orangtua tetaplah tidak tega bila kehilangan putra-putrinya.
Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger lalu ingkar janji. Dewa menjadi marah dengan mengancam akan menimpakan malapetaka. Kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita, kawah Gunung Bromo menyemburkan api.
Kesuma, anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api dan masuk ke kawah Bromo. Bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib, "Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tentram, sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo."
Akhirnya, kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Yadnya Kasada di Poten lautan pasir dan kawah Gunung Bromo.
Advertisement
Berebut Sesaji
Ritual Yadnya Kasada ini tidak dapat lepas dari legenda Rara Anteng dan Jaka Seger yang bersemedi untuk meminta keturunan kepada Sang Hyang Widhi. Meski telah menghindari untuk mengorbankan anaknya, tetap saja anak bungsu bernama Kusuma hilang dijilat api dan masuk ke kawah Gunung Bromo.
Lalu ritual ini pun akhirnya selalu dilaksanakan pada bulan Kasada hari ke-14 setiap tahunnya oleh masyarakat suku Tengger.
Menilik dari sejarah, diadakannya ritual Yadnya Kasada pada bulan Kasada hari ke-14 pada penanggalan Jawa ini agar terhindar dari musibah dan marabahaya. Dan juga menyampaikan pesembahan kepada Sang Hyang Widhi ke kawah puncak Gunung Bromo.
Dalam ritual ini diikuti oleh masyarakat keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger yang menempati wilayah Tengger di 4 lokasi Kabupaten, yaitu Lumajang, Probolinggo, Pasuruan dan Malang.
Sesaji dan barang persembahan yang dilarung di kawah puncak Gunung Bromo ini ternyata diperebutkan oleh banyak orang, usai tokoh masyarakat dan suku tengger memanjatkan doa meminta keselamatan dan berkah.
Makanan lauk pauk yang jadi bagian sesaji diletakan di bibir kawah, lalu ditancapkanlah dupa di atasnya. Saat sesaji dilemparkan ke dalam kawah beberapa orang telah bersiap di lereng kawah puncah Gunung Bromo dengan membawa alat seperti jaring untuk memperebutkan sesaji.