Liputan6.com, Jakarta - Aceh Tengah yang beribu kota Takengon tak hanya memiliki destinasi wisata yang eksotis, tapi juga kaya tradisi masyarakatnya. Dari banyak tradisi yang ada, salah satunya pacuan kuda.
Takengon dikenal dengan berbagai julukan, di antaranya Negeri di Atas Awan. Takengon juga dijuluki sebagai Dataran Tinggi Tanoh Gayo dan Negeri Antara.
Baca Juga
Advertisement
Setiap ajang tradisi pacuan kuda digelar, masyarakat membanjiri kota Takengon untuk menyaksikan ajang tersebut. Pacuan kuda tradisional itu biasanya diselenggarakan dua kali selama setahun di Kabupaten Aceh Tengah, yaitu memperingati HUT Kota Takengon dan HUT RI.
Melansir dari acehprov.go.id, salah satu tempat yang dipilih sebagai lokasi pacuan kuda adalah Gelenggang Musara Alun. Letak persisnya di jantung kota Takengon ibukota Kabupaten Aceh Tengah.
Kondisi lintasan tampak sangat berbahaya. Di sepanjang lintasan yang dibuat melingkar, hanya dibatasi oleh rotan. Perhatian masyarakat bertumpu seluruhnya ke arena pacuan kuda tersebut.
Pacuan kuda di Takengon ini sudah sejak zaman kolonial belanda diselenggarakan. Utamanya setelah para petani memanen hasil pertanian.
Uniknya, para jokinya disebut joki cilik umumnya masih duduk di bangku SMP. Saat menunggang kuda tersebut, mereka tanpa mengenaka pelana.
Selain tradisi pacuan kuda yang juga terkenal di dunia, Takengon juga terkenal dengan hasil pertaniannya, yaitu kopi gayo yang diekspor ke mancanegara. Rasanya ada yang belum lengkap bila wisatawan belum berkunjung dan menyaksikan acara ini.