Liputan6.com, Jakarta Keberadaan Ondel-ondel Betawi makin hari makin terlupakan. Ikon budaya Jakarta, ibu kota NKRI Harga Mati ini pun pelan-pelan tergusur. Tak hanya oleh serbuan budaya baru, budaya digital, tapi juga karena serangan virus yang menghalangi orang-orang untuk berkerumun.
Ada yang menyebutkan, Ondel-Ondel telah eksis ejak sebelum 1600 Masehi. Saat itu boneka raksasa yang selalu tampil berpasangan ini sering muncul di acara adat, upacara perkawinan, dan perayaan lainnya. Seperti yang ditulis seorang pedagang sekaligus pelancong Inggirs, W Scot. Dia menyampaikan, terdapat sebuah kebudayaan unik yang berwujud boneka raksasa yang ditampilkan dalam sebuah upacara adat.
Advertisement
Mengenai asal-usulnya, ada beberapa versi. Konon boneka raksasa yang wajahnya cukup seram ini dipakai sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan atau ketika sedang terjadi wabah penyakit. Namun tampaknya, Ondel-Ondel di era digital ini sudah keok, tak mampu lagi mengadang wabah Covid 19 yang telah berlangsung dua tahun ini..
Ondel-Ondel sebenarnya juga menyimpan nilai-nilai filosofis yang bisa dijadikan pegangan hidup hingga sekarang. Wajah merah laki-laki simbol keberanian menghadapi tantangan yang dinamis, sementara wajah putih perempuan sebagai lambang kesucian. Entah apakah lambang bendera merah putih terinspirasi dari sini atau hanya kebetulan saja sama. Pasangan Ondel-Ondel yang tak pernah berpisah ini punya nama Kohar dan Bohar.
Dipakai untuk peresmian hotel
Pada perjalanannya, ondel-ondel makin populer. Mereka sering dipakai dalam sebuah perayaan dan pertunjukan. Tercatat pada pembukaan sayap baru Hotel des Indes (dibongkar pada tahun 1980-an) tahun 1923. Boneka raksasa berambut kembang kelapa ini juga sempat populer dipakai pada pertunjukan-pertunjukan. Terutama di Monumen Nasional (Monas).Sebelum pandemi menyerang, ketika kita ke Monas, akan ada beberapa anak-anak muda yang "menyewakan" ondel-ondelnya untuk berfoto bersama, lalu di-posting di media sosial.
Namun sejak beberapa tahun terakhir, ondel-ondel mulai turun ke jalan-jalan. Mereka bermetamorfose dalam bentuk pengamen. Beberapa ruas jalan, seperti di Rempoa, Jakarta Selatan, sering melintas rombongan pengamen yang memakai Ondel-Ondel sebagai sarana untuk menghibur. Mereka biasanya terdiri dari para remaja atau kadang masih anak-anak.
Dengan iringan suara dari speaker di dalam gerobak yang membahana, para pengamen ini menyusuri jalanan, mampir di warung-warung kaki lima untuk menghibur para pelanggannya. Namun makin lama, tampaknya kehadiran mereka dikeluhkan banyak warga, sehingga akhirnya para pengamen itu dilarang beroperasi. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria larangan ini bertujuan untuk melestarikan budaya Betawi ini dengan cara yang lebih bermartabat.
Lalu Ondel-Ondel hilang dari jalanan, tak pernah muncul lagi. Juga tak hadir di pertunjukan dan perayaan karena dampak pandemi. Ondel-ondel kini bak sosok uzur yang tak "relate" lagi dengan kondisi kekinian. Sanggupkah beradaptasi agar tak terpinggirkan? Atau akan tersimpan di dalam museum kebudayaan dan kenangan? Kita tunggu langkah konkret Pak Wakil Gubernur yang berjanji untuk membuat Ondel-Ondel tetap eksis.
Advertisement