Babak Baru Kisruh Rekrutmen Perangkat Desa di Blora, Santri Mbah Moen Gugat ke PTUN

gugatan dilayangkan karena munculnya SK Pengangkatan Sekretaris Desa Turirejo dianggap cacat hukum dan menimbulkan kekisruhan.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 04 Jun 2021, 11:09 WIB
Musyawarah Pemkab Blora membahas persoalan terjegalnya Akhmad Agus Imam Sobirin jadi Perangkat Desa Turirejo, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Upaya Akhmad Agus Imam Sobirin (41) semakin meruncing setelah dirinya terjegal menjadi seorang Perangkat Desa Turirejo, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Kini, munculnya kisruh persoalan ini bergeser ke jalur hukum.

Santri almarhum KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen ini melalui kuasa hukumnya menggugat Kepala Desa Turirejo yang telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Sekretaris Desa Turirejo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.

Bambang Riyanto selaku kuasa hukum Agus menyampaikan, gugatan dilayangkan karena munculnya SK tersebut dianggap cacat hukum dan menimbulkan kekisruhan.

Dia berharap melalui kewenangan PTUN bisa menjadi benteng terakhir untuk memperjuangkan keadilan terhadap Agus.

"SK dari tergugat (Kepala Desa Turirejo, red) telah bersifat definitif dan menimbulkan akibat hukum dengan mengorbankan orang lain," kata Bambang kepada Liputan6.com, Kamis (3/6/2021).

Dia menjelaskan, tergugat melalui SK yang diterbitkannya itu telah melantik peserta yang mendapatkan nilai peringkat 2 untuk menjadi Sekretaris Desa Turirejo.

Menurut Bambang, dari puluhan peserta yang turut ikut dalam tahapan seleksi penjaringan dan penyaringan perangkat desa, Agus telah mengikuti hingga administrasi, dan nilainya tertinggi dibanding lainnya.

"Akan tetapi penggugat (Agus, red) tidak diangkat dan dilantik menjadi perangkat desa dengan jabatan sekretaris desa," jelas pengacara hukum yang aktif di Lembaga Bantuan Hukum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (LBH PMII) Kota Semarang itu.

Bambang juga mengungkapkan, bahwa adanya kekisruhan yang terjadi ini, menjadi preseden buruk buat pemerintahan padahal dalam undang-undang dasar (UUD) semua orang memiliki hak yang sama mau dia pendidikan pesantren maupun pendidikan secara umum.

Lebih lanjut, atas kejadian penjegalan peserta yang nilainya tertinggi dianggapnya adalah tindakan maladministrasi. Oleh karena itu, kata dia, harus ada yang bertanggung jawab.

"Ini proses administrasi dari sebuah pekerjaan utama penyelenggara. Biar santri kedepan tidak bernasib serupa, dari kejadian ini harus ada yang bertanggung jawab," tegasnya.

"Jelas tindakan pelantikan Sekretaris Desa Turirejo peringkat 2 itu melanggar konstitusi serta melawan hukum," imbuh pengacara hukum bernama Law Office Bambang & Partner yang beralamatkan di Sukolilo, Pati itu.

Dalam gugatan itu, terdapat sebanyak 4 pengacara hukum yang mendapat kuasa khusus dari Agus untuk menggugat keputusan resmi Kepala Desa Turirejo. Yakni, bernama Bambang Riyanto, Ahmad Muhajirin, Sony Prabowo, dan Nurwakhid Agung.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:


Tempuh Jalur Hukum

Akhmad Agus Imam Sobirin saat ditemui sejumlah kuasa hukumnya di Desa Turirejo, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Sebelumnya, Pemkab Blora saat menggelar musyawarah beberapa waktu lalu menyatakan bahwa mengenai permasalahan ini, dipersilahkan kepada pihak yang merasa keberatan atas hasil penjaringan dan penyaringan perangkat desa untuk menggugat melalui PTUN.

"Monggo-monggo saja kalau mau digugat ke PTUN. Kita akan membatalkan dan merubah hasil keputusan kepala desa jika gugatan itu menang," kata Bupati Blora, Arief Rohman.

Pernyataan Bupati Blora ini disaksikan Liputan6.com, beserta jajaran Pemkab Blora yang terdiri dari pejabat dinas PMD Kabupaten Blora, Kemenag Kabupaten Blora, Bagian Hukum Pemkab Blora, DPRD Kabupaten Blora, Tenaga Ahli Bupati Blora, dan Camat Jepon.

Sayangnya dalam kesempatan itu, Agus maupun kuasa hukumnya diketahui tidak diundang secara resmi dalam musyawarah ini.

Selanjutnya dalam kesempatan berbeda, Kepala Desa Turirejo bernama Sumarjo dengan didampingi isterinya mengakui masih enggan memberikan pernyataan ataupun keterangan resminya terkait permasalahan yang dihadapi oleh Agus.

"Kita belum bisa menjawab pertanyaan itu, masih pusing, terus terang saja," ungkap isteri Sumarjo dihadapannya.

Diketahui, Agus sehari-harinya adalah seorang petani dan guru madrasah di Pondok Pesantren Miftahul Qur'an Assalafi di desa setempat. Keseharian Agus dikenal sebagai orang yang baik di masyarakat, termasuk dibenak Sumarjo maupun isterinya.

Disinggung terkait permasalahan yang mencuat di publik ini, pihak isteri Sumarjo mengakui bahwa dirinya sampai kepikiran hingga tidak bisa tidur berbulan-bulan. Namun begitu, adanya permasalahan yang terjadi itu diharapkannya agar segera selesai dan ada titik terang.

Sementara Sumarjo sendiri selaku pihak pemangku kepentingan yang keputusannya tersebut akhirnya benar-benar digugat menyatakan bahwa dirinya mengikuti arahan atasan.

"Masalah ini biar diselesaikan nduwuran, kulo anut," pungkasnya.

Perlu diketahui, Agus adalah seorang santri jebolan Pondok Pesantren Islam Syafi'iyah Haji Arif (Isyhar) yang beralamatkan di Grombol Barat, Tanjung Tani, Prambon, Nganjuk, Jawa Timur. Selain itu, yang bersangkutan juga jebolan Pondok Pesantren Al Anwar yang beralamatkan di Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

Terjegalnya Agus menjadi seorang perangkat desa dengan jabatan Sekretaris Desa Turirejo karena persoalan ijazahnya yang dari pendidikan Pondok Pesantren Nganjuk dianggap nonformal.

Padahal dalam semua tahapan penjaringan dan penyaringan perangkat desa, dirinya lolos hingga tahap administrasi. Bahkan, nilainya saat tes seleksi juga dinyatakan tertinggi dibanding puluhan peserta yang lainnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya