Liputan6.com, Jakarta Dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan KPU dan Bawaslu di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/6), Anggota Komisi II DPR RI Endro Suswantoro Yahman mengingatkan KPU dan Bawaslu jangan sampai terjebak menjadi lembaga teknis.
Ia meminta kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut tetap menjadi lembaga kebijakan tentang kepemiluan dan demokrasi.
Advertisement
“Konsolidasi demokrasi harus berjalan dengan baik. Melihat anggaran yang sudah dijalankan dari tahun 2021 ini, saya melihat nampaknya masih biasa-biasa saja, tidak melihat evaluasi-evaluasi dari tahun sebelumnya,” tutur Endro.
Endro lantas mempertanyakan apakah KPU maupun Bawaslu mempunyai garis-garis besar haluan untuk kepemiluan.
"Sebab ideologi masalah konsolidasi demokrasinya ada di situ. Setelah itu diturunkan dalam bentuk program. Jangan sampai program-program baik yang diusulkan pada 2022, ini merupakan daftar per menu atau keinginan bukan berdasarkan kebutuhan,” sambungnya.
Berdasarkan bahan materi yang dipaparkan Bawaslu dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI, Endro menilai, masalah konsolidasi demokrasi hanya baru berupa rekrutmen seleksi komisioner Bawaslu dan lain sebagainya yang masih jauh dari proses pematangan demokrasi (Pendidikan politik). Demikian pula bahan materi pemaparan yang disampaikan oleh KPU dalam rapat tersebut, realisasi anggaran 2021 juga masih belum jelas.
“Sebenarnya proses konsolidasi demokrasi yang pagunya Rp61 miliar, kalau kita lihat di rincian kebutuhan tambahan anggaran KPU tahun 2021 ini bicara adanya sosialisasi, apakah konsolidasi demokrasi ini juga termasuk sosialisasi dan juga seleksi komisioner masuk disini atau tidak. Kaitannya dengan garis besar dari anggarannya kalau diturunkan dalam program, belum terlihat adanya pencegahan, penyelenggaraan, dan penyelesaian masalah. Jangan sampai komisioner terjebak di lembaga teknis seperti panitia,” tandasnya.
Masalah Setiap Pilkada Masih Sama
Ia menyatakan, dari setiap Pilkada masih muncul persoalan-persoalan yang sangat mendasar. Meskipun secara partisipasi pemilihnya sudah cukup baik. Hal itu karena kontestan pemilu juga ikut bekerja. Tetapi kualitas pemilu yang dari tahun ke tahun tidak beranjak naik.
“Konsolidasi demokrasi ini (harus) diperkuat. Walaupun kita (baru akan) melakukan pemilu tahun 2024, namun alangkah baiknya setiap tahun (tetap) dianggarkan. Dan kami juga menyarankan, manfaatkanlah kerja sama dengan lembaga di luar KPU/Bawaslu. Seperti dari Perguruan Tinggi atau lembaga-lembaga demokrasi lainnya. Hal ini perlu dilakukan supaya tidak dilakukan sendiri-sendiri. Cukup kita berkolaborasi dengan penggiat demokrasi,” kata Endro.
Yang lebih penting lagi, tambahnya, kita sudah memulai pemilu kemarin dengan memanfaatkan teknologi informasi. “Saya menekankan supaya Komisioner baik KPU maupun Bawaslu dapat mempersiapkan betul, termasuk kerjasamanya untuk menyiapkan infrastruktur teknologi yang ada di Indonesia. Ini menjadi penting untuk meningkatkan transparansi pelayanan yang ada dan demokrasi menjadi transparan,” ujarnya.
Advertisement
Data Pemilih dan Transparansi
Kaitannya dengan data pemilih, Endro meminta agar KPU dan Bawaslu lebih intensif melakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri.
“Di Kemendagri ada yang namanya Ditjen Pemerintahan Desa yang memiliki data yang cukup dan sangat baik. Coba dijalin komunikasi yang baik sehingga kerja sama ini tidak memerlukan dana yang begitu banyak,” imbaunya.
Endro juga meminta transparansi menggunakan teknologi informasi diutamakan. Karena sengketa apapun akan diselesaikan dengan transparansi yang ada.
“Pastikan infrastruktur teknologi ini berjalan dengan baik. Karena ini satu-satunya jalan agar bagaimana kita mampu memberikan kinerja kita kepada negara dalam kualitas demokrasi yang lebih baik. Selama ini kalau kita lihat postur kewilayahan kita, masalah teknologi informasi ini infrastrukturnya masih payah,” pungkasnya.
(*)