Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) Syam Resfiadi mengatakan, pembatalan pemberangkatan haji tahun ini tidak terlalu banyak mempengaruhi minat masyarakat untuk pergi ke Tanah Suci.
Menurut perhitungannya, dari sekitar 15 ribu calon jamaah haji yang telah mendaftar dan melunasi Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH), hanya 1 persen atau sekitar 150 orang saja yang menarik diri.
Advertisement
"Kurang lebih ada yang menarik sebagian saja. Namun kalau pembatalan total hanya 1 persen dari total haji khusus yang sudah bayar," jelas Syam kepada Liputan6.com, Jumat (4/6/2021).
Adapun calon jamaah haji bisa mengambil dua pilihan akibat batal berangkat pada 2021 ini. Para calon jamaah haji bisa melakukan pengambilan dana kembali (refund) atau sekadar menarik biaya pelunasannya.
Jika melakukan refund, maka konsekuensinya para calon jamaah haji tidak akan mendapatkan kuota pada pelaksanaan ibadah haji di tahun berikutnya. Sementara para calon jamaah haji yang hanya mengambil dana pelunasan tetap bisa dicadangkan pada kuota pemberangkatan tahun berikutnya.
Merujuk situasi ini, Syam menuturkan, para calon jamaah haji tetap mau bersabar menunggu lantaran kuota pendaftaran untuk gelombang berikutnya sudah terlalu menumpuk.
"Haji justru yang tetap mendaftar karena untuk direncanakan 5-6 tahun ke depan, agar bisa mendapatkan quota lebih awal," ujar Syam.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Haji 2021 Resmi Dibatalkan, Menag: Keputusan Ini Pahit tapi yang Terbaik
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pemerintah telah menetapkan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji ke Tanah Suci pada tahun 2021. Keputusan ini dianggapnya sebagai jalan terbaik untuk calon jemaah haji.
“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” kata Menag dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3/6/2021).
Yaqut mengungkapkan, hingga hari ini, pemerintah Arab Saudi belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M. Bahkan itu juga berlaku di semua negara.
"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan," tegas dia.
Yaqut menambahkan, kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi.
Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.
Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.
"Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan," tuturnya.
"Padahal, dengan kuota 5% dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," lanjutnya.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi. Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.
Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak. Ada juga pembatasan untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
"Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah haji tidak bisa menjalani ibadah Arbain," terangnya.
Advertisement
Berlaku Semua WNI
Menag menambahkan, pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya. Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.
“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoax," ungkapnya.
Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.