E-Commerce Ramai-Ramai Beri Ruang Mejeng Lebih Besar Bagi Produk Lokal

Perusahaan e-commerce lokal, Blibli berkomitmen penuh untuk mendukung peningkatan daya saing aneka produk lokal.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jun 2021, 20:00 WIB
Pameran produk UMKM asal Banten di MaxxBox Lippo Village, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. (dok: Pramita)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan e-commerce lokal, Blibli berkomitmen penuh untuk mendukung peningkatan daya saing aneka produk lokal. Diantaranya dengan menyediakan sebanyak mungkin tempat bagi produk lokal ketimbang impor untuk mejeng di setiap kategori yang ditawarkan platform.

"Dari semua kategori yang ada di platform Blibli, sebanyak 90 persen darijumlah keseluruhan merchant adalah produk lokal, termasuk UMKM. Sedangkan untuk jumlah international seller kurang dari 1 persen dari keseluruhan seller di Blibli. mereka punharus menaati aturan perpajakan yang sesuai untuk produk impor," ungkap VP of Public Relations Blibli Yolanda Nainggolan saat dihubungi Merdeka.com, Jumat (4/6).

Yolanda mengungkapkan, hingga saat ini, Blibli terus aktif membantu merchant UMKM untuk mampu menghasilkan produk yang berkualitas. Diantaranya terlibat dalam proses pendampingan, pelatihan melakukan product packaging, branding, menampilkan foto produk, hingga pembekalan staregi pemasaran guna meningkatkan penjualan.

Selain itu, Blibli juga memiliki kriteria merchant/seller UMKM khusus yang layak didorong lewatsubsidi cashback dan potongan harga tadi. Dengan begitu, diharapkan turut mengerek penjualan produk lokal di tengah pandemi Covid-19.

"Bliblimelakukan subsidi ini agar produk-produk lokal ini bisa laku dan menarik konsumen Indonesia. Jika produk sudah sangat baik, maka sangat mungkin mendapat subsidipromo berupa cashback, potongan harga, atau gratis ongkos kirim," bebernya.

Namun diakuinya, sinergi dengan stakeholders terkait juga tak kalah penting untuk mempercepat peningkatan daya produk UMKM. Dengan begitu, diyakini akan menciptakan peluang lebar bagi produk lokal untuk masuk ke rantai pasok industri nasional maupun global.

"Kami harap bahwa berbagai stakeholder seperti pemerintah, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dan anggota asosiasi, serta segenap pihak terkait bisa berkomunikasidan duduk bersama untuk memetakan masalah dan mencari solusi yang paling tepatuntuk pertumbuhan industri dan juga dampak positif bagi ekonomi," tekannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Produk Impor Mendominasi di E-Commerce

Pengunjung melihat produk UMKM dari Rumah Kreatif BUMN (RKB) binaan BNI saat Launching Halal Park di Senayan Jakarta, Selasa (16/4). Halal Park yang akan bertransformasi menjadi Halal Distrik didesain menjadi ekosistem bagi pelaku industri gaya hidup halal di Tanah Air. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan, 90 persen lebih produk yang dijual di e-commerce yang terdapat di Indonesia bukan produksi dalam negeri, melainkan produk impor.

Menurut dia, UMKM di luar negeri, seperti China, lebih siap dalam memasuki ekosistem ekonomi digital yang sudah merambah pasar global. Sementara UMKM di Indonesia, kata Jahja, masih perlu banyak edukasi dan peningkatan kapasitas dalam produksi, SDM, maupun kualitas produk.

"E-commerce di Indonesia ini sudah banyak, ada Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan lain-lain. Kalau kita lihat 90 persen lebih produk dari mana? Bukan UMKM kita, ini yang menyedihkan. Itu import goods," kata Jahja Setiaatmadja seperti dikutip dari Antara dalam webinar digitalisasi UMKM dan sistem pembayaran 2025 yang dipantau di Jakarta, Rabu (2/6).

BCA mengadakan UMKM Fest pada Maret 2021 yang diikuti oleh 1.800 UMKM terpilih yang memiliki kesiapan produk yang berkualitas. Mereka dibantu untuk masuk ke dalam ekosistem digital berupa e-commerce berbasis website yang dibuat BCA.

Jahja menyebut sebagian besar dari pelaku UMKM yang mengikuti UMKM Fest tersebut masih perlu banyak bantuan dalam mempersiapkan produk mereka untuk masuk ke ekosistem digital.

"Yang melatarbelakangi adalah kurangnya digital knowledge dan skill. Memang generasi milenial ada yang berjualan melalui Instagram, Facebook. Ini lumayan, tapi persentase mereka dibandingkan UMKM konvensional masih sedikit," katanya.

Jahja juga menyebut permasalahan lain pada UMKM di Indonesia adalah kurangnya pemahaman keuangan dan belum dikelola secara profesional.

"Kurangnya pemahaman keuangan, UMKM kita banyak berbasis keluarga. Belum banyak UMKM yang menggunakan tenaga profesional, keuangan bisnis dan pribadi campur aduk. SDM asal keluarga, ayolah bantu. Padahal begitu UMKM membesar, harus gunakan SDM profesional, pemisahan keuangan bisnis dan pribadi," katanya.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya