Kementerian ESDM Susun RUPTL Hijau, Porsi Pembangkit EBT akan Capai 48%

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meningkatkan porsi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi 48 persen atau 19.899 MW.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jun 2021, 21:40 WIB
Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 12 Tahun 2017 membuat peluang investari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) semakin terbuka lebar.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meningkatkan porsi pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi 48 persen atau 19.899 MW. Hal ini dituangkan dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2021-2030. Angka ini meningkat dibanding RUPTL 2019-2028 yang masih di kisaran 30%. Dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, target penambahan pembangkit mencapai 40.967 megawatt (MW) atau 41 gigawatt (GW).

"Kami ingin RUPTL yang sedang disusun saat ini adalah RUPTL yang greener, lebih hijau. Dalam artian, porsi EBT lebih baik daripada versi RUPTL sebelumnya. Perbandingannya, RUPTL yang ada saat ini (2019-2028) hanya merencanakan 30% EBT. Sementara yang kita susun saat ini minimum 48%," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana, Jumat (4/6), dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring.

Penyusunan RUPTL ini sejalan dengan target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025. Rida juga mengungkapkan berbagai kebijakan "hijau" yang terdapat dalam RUPTL 2021-2030 yang saat ini masih dalam pembahasan. Kebijakan tersebut antara lain konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke pembangkit EBT, co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, retirement pembangkit tua, dan relokasi pembangkit ke sistem yang memerlukan.

Sejalan dengan pembahasan RUPTL "hijau" ini, Ditjen Ketenagalistrikan juga tengah merancang template Net Zero Emission (NZE), sebagai perwujudan realisasi komitmen Presiden Joko Widodo pada COP 21 tahun 2015.

"Kita sedang menyusun program, termasuk regulasinya, bagaimana mengurangi porsi pembangkit (fosil) secara natural. Namun yang menjadi penting juga, bagaimana kita memenuhi demand yang diyakini akan naik serta di sisi lain mengurangi operasional pembangkit batubara dan kemudian menggantikannya. Kita sedang merancang template NZE seperti apa, minimum dari pembangkitan," jelas Rida.

Sebagaimana diketahui, saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang menyusun dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 di mana didalamnya terdapat visi mengenai rencana NZE. Untuk mendukung hal tersebut, Ditjen Ketenagalistrikan sedang menyusun perencanaan NZE yang berasal dari sub sektor ketenagalistrikan.

 


Peningkatan Rasio Elektrifikasi

Selain mendorong pemanfaatan EBT, Pemerintah juga memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan listrik secara merata. Kementerian ESDM menargetkan Rasio Elektrifikasi 100% pada tahun 2022.

"Kita sudah rancang, hal tersebut tercantum dalam draft RUPTL 2021-2030, bahwa di tahun 2022 kita upayakan Rasio Elektrifikasi dan Rasio Desa Berlistrik bisa 100%," kata Rida.

Hingga Maret 2021, rasio elektrifikasi mencapai 99,28% dan rasio desa berlistrik 99,59%. Hal tersebut berarti masih ada 0,72% rumah tangga dan 0,41% desa di seluruh Indonesia yang belum berlistrik.

"Yang menjadi perhatian kita adalah yang belum berlistrik. Itu yang kemudian kita kejar, baik untuk rasio elektrifikasi maupun rasio desa berlistrik. Kita pastikan agar akses energi bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia di manapun berdomisili," tegas Rida.

Rida mengakui, kemajuan upaya melistriki seluruh Indonesia saat ini mengalami perlambatan. Dari akhir tahun 2020 hingga Mei 2021, kenaikan rasio elektrifikasi hanya 0,08%. Hal tersebut, ulasnya, karena domisili masyarakat yang belum menikmati listrik berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), yang memiliki tantangan dari kondisi geografi dan demografinya.

 

(*)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya