Kisah Kedekatan Bung Karno dengan Wartawan

Bung Karno sangat piawai dalam memperlakukan orang yang setiap harinya berada di sekelilingnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jun 2021, 08:31 WIB
Presiden pertama Indonesia Sukarno (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Bung Karno adalah sosok yang sangat bersahaja, tenang namun cermat, berwibawa namun tak angkuh. Hal ini tercermin dari cara Bung Karno bersosialisasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Termasuk dengan para wartawan yang dalam kesehariannya sering kali bersama-sama seolah tidak ada sekat dan jarak.

Bung Karno sangat piawai dalam memperlakukan orang yang setiap harinya berada di sekelilingnya.

Ikatan emosional yang dibangun Bung Karno dengan para wartawan akhirnya menciptakan kedekatan yang rekat. Bahkan dalam menjamu wartawan, Bung Karno rela untuk melepas atribut kepresidenannya yang dikenal simbolik. Acapkali Bung Karno menyambut hangat kedatangan wartawan.

Hal ini diungkapkan oleh Martin Aleida, seorang wartawan senior dan penulis buku, pada acara talkshow dan musik yang digelar oleh Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan pada Jumat 4 Juni 2021.

“Boleh dikatakan tidak ada jarak, tapi jarak itu kita ciptakan sendiri. Seperti ada kesepakatan tidak tertulis, saat kadang Bung Karno bekerja dalam keseharian pakai kaos oblong dan sandal terbuat dari kulit bersilang, tanpa pakai peci yang sangat fenomenal itu, kita pun memuliakan beliau dengan tidak melaporkan hal-hal seperti itu dalam tulisan,” jelas Martin.

Martin Aleida yang kala menjadi wartawan Istana berusia sekitar 20-an tahun menambahkan, bahwa Bung Karno adalah sosok yang sangat memperhatikan betul penampilan.

Bung Karno mampu menyesuaikan penampilan dengan siapa beliau bertemu. Ketika akan bertemu dengan rakyat, Bung Karno akan tampil gagah sebagai seorang pemimpin yang senantiasa menjadi inspirasi dan menumbuhkan harapan juga semangat juang bagi rakyat Indonesia.

“Namun ketika di Istana, Bung Karno berpenampilan sangat sederhana, sehingga membuat para wartawan pada saat itu sangat menghormati beliau,” terangnya.

“Kita menghormati beliau, dan Bung karno adalah sosok yang lengkap. Bung Karno sangat menguasai pidato dan juga tulisan. Tak jarang, tulisan-tulisan kurang tepat dalam bahasa Inggris dikoreksinya,” kenang wartawan Harian Rakyat era 1960-an.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kritik dengan Cara Elegan

Dengan latar belakang seorang guru, Bung Karno mengkritik dengan langsung mencontohkan secara langsung sebagaimana ia utarakan dalam pidatonya. Cara Bung Karno mengkritik pun dengan cara yang elegan, yang tidak membuat para wartawan merasa gusar, tetapi sangat bangga dengan pengajaran dari seorang Bung Karno ini.

“Saya ingat di Istora Senayan, ada pembukaan Festifal Film Asia-Afrika. Pada saat itu ada spanduk dengan kata ‘strengthen’. Yang mengkonsep mungkin benar, tetapi seharusnya kurang ‘s’ jadi ‘strengthens’,” kisah penulis berbagai buku ini.

Latar belakangnya sebagai penulis, karikaturis dan media sangat membentuk kepribadian Bung Karno menjadi sosok yang sangat detail.

Sastrawan asal Sumatera Utara ini juga menceritakan pengalamannya bersama Bung Karno. Di samping sangat menghormati jurnalis, Bung Karno juga menghargai di mana seseorang memiliki semangat juang yang tinggi.

Usai peringatan Dasawarsa Konferensi Asia Afrika, Bung Karno mengantar Perdana Menteri Kamboja Norodom Sihanouk sampai ke mobil. Saat itu, Martin tetap menunggu di tangga atas Istana Merdeka.

“Kemudian saya bertanya, ‘Pak, Besok masih ada pertemuankah? Dengan melihat semangat jurnalis muda yang berkobar dari diri saya, Bung Karno pun menjawab ‘O ya masih-masih. Besok datang ya’. Itu beliau sampaikan secara langsung,” cerita Martin bangga.

Martin menyimpulkan kedekatannya sebagai jurnalis peliput Bung Karno dengan kesan betapa presiden pertama Indonesia ini sangat menginspirasi.

“Bung Karno ini berada di dalam sebuah panggung besar yaitu suatu bangsa dan dia tepat untuk berada di sana. Panggung besar itu dipimpinnya dengan benar. Yang beliau pimpin ini bukan kota kecil, bukan pulau kecil, tapi negara Indonesia dengan penduduk yang saat itu sudah berpenduduk lebih dari 100 juta jiwa,” pungkas Martin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya