Mahfud Md: Korupsi Saat Ini Jauh Lebih Gila dari Orde Baru

Namun saat ini, kata Mahfud Md, korupsi bisa dilakukan masing-masing lembaga. Mulai dari DPR, MK, MA, Gubernur, hingga kepala daerah.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jun 2021, 21:07 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md saat menerima audiensi Forum Kepala Daerah se-Tanah Tabi dan Sairei (FORKADA) Provinsi Papua. (Foto: Kemenko Polhukam).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md mengatakan saat ini korupsi di Indonesia semakin gila dan meluas. Dia pun merasa korupsi yang dilakukan saat ini lebih masif dibanding denga era Presiden kedua, Soekarno.

"Korupsi semakin meluas lebih meluas di zaman orde baru, saya tidak akan meralat, sekarang ini saja, korupsi itu jauh lebih gila dari zaman orde baru, meluas, saya tidak akan bilang lebih besaran atau gimana," kata Mahfud Md saat menghadiri dialog terbuka tentang perkembangan situasi aktual politik, hukum,dan keamanan di Chanel Youtube Universitas Gadjah Mada, Sabtu (5/6/2021).

Dia pun mengatakan pada Era Soeharto korupsi tidak melalui DPR, hakim, gubernur. Melainkan terkoordinir. Hal tersebut juga terlihat bahwa Soeharto melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

"Korupsinya diatur, memang korupsi betul Pak Harto itu, KKN maka ada TAP MPR pemerintah KKN, ada di undang-undang KPK, bahwa pemerintahan lama ini adalah pemerintahan KKN, jadi ini bukan soal baru, kita jangan takut bilang pemerintahan Soeharto itu KKN, dasar hukumnya bisa dibuka sekarang, cuma dulu terkoordinir," bebernya.

Namun saat ini, kata dia, korupsi bisa dilakukan masing-masing lembaga. Mulai dari DPR, MK, MA, Gubernur, hingga kepala daerah.

"Karena apa atas nama demokrasi, atas nama demokrasi. Dulu katanya Pak Harto tidak demokratis, sekarang kita susun demokrasi ayok susun, sudah susun, saya bebas melakukan apa saja, pemerintah bebas melakukan apa saja, enggak boleh ikut campur, demokrasinya semakin meluas, dulu korupsi itu Pak harto buat APBN enggak ada yang mempersoalkannya, ini APBN untuk negara jadi, APBN," bebernya.

"Sekarang APBN belum jadi sudah dikorupsi, belum jadi, dulu jadi dulu sekian triliun oh ini PT ini urusan ini dibuat jaringan dulu itu korporatif, sekarang enggak, APBN belum jadi sudah dikorupsi," tambahnya.

Dia pun mencontohkan seperti kasus suap APBN yang dilakukan oleh anggota DPR dari fraksi PAN dan Demokrat terkait adanya perjanjian proyek. Mereka dengan mudah memberikan janji kepada kepala daerah agar proyeknya masuk dalam APBN dengan membayar uang muka.

"APBN belum jadi sudah dikorupsi, jadi uangnya belum ada sudah dibegitukan itu yang saya katakan korupsi sekarang ini makin gila," bebernya.

"Oleh sebab itu kalau kita ingin kembali ke reformasi sebenarnya untuk apa sih kita menjatuhkan Pak Harto dulu ini karena KKN. Nah sekarang ini makin banyak dan makin tidak terkendali," tambahnya.

Walaupun demikian, keadaan saat ini tidak bisa menyalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantaran berbeda. Sebelumnya kata Mahfud, Soekarno tidak segan-segan untuk langsung memanggil anak buahnya jika melakukan korupsi.

"Sekarang tidak bisa begitu, masyarakat teriak, DPR-nya enggak mau misalnya, mengesahkan, MA terjadi, apakah demokrasi ini sudah benar?" beber Mahfud Md.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kenapa Banyak Korupsi?

Mahfud pun membeberkan alasan mengapa saat ini banyak terjadi korupsi salah satunya yaitu lantaran hukum yang sudah terlepas dari nyawanya. Hukum kata dia berasal dari norma, agama, dan kesusilaan.

"Nah soalnya faktanya hukum itu lepas dari aturan hukum. Mau korupsi ada dalilnya kok sekarang, kalau DPR mengatakan saya enggak mau dikasih anggaran begini, DPRD, saya enggak mau setuju perda kalau jatah ini kalau tidak dengan perda ini, itu ada dalilnya," bebernya.

Dia mencontohakn untuk membuat peraturan daerah harus dengan persetujuan DPRD. Dari situlah ada Gubernur Jambi yang tertangkap lantaran menyuap anggota DPRD untuk bisa disahkan perdanya.

"Alasannya benar wewenangan DPR I sampai pusat begitu mainnya enggak ada moralitas, pokoknya kebenaran formalnya sudah dipenuhi," katanya.

Pengadilan pun kata Mahfud seperti itu. Pasal bisa dijual beli. Siapa yang terbesar membayar akan berpihak.

"Tinggal pilih pasal mana, ini problem kita, saya ingin mengatakan betapa tidak mudah kita menghadapi ini, hukum bisa dibeli, pasal dengan ini," ungkapnya.

Mahfud pun mengatakan hukum agama juga bisa diperjualbelikan dengan dalil. Seluruh dalil ada di dalam agama, mulai dari membunuh orang itu dibenarkan hingga dalil yang baik.

"Enggak juga, semua bisa diperjualbelikan, Anda pilih ini dalilnya ada, anda pilih itu dalilnya juga ada. Maunya dalil agama yang mau nyuruh membunuh orang ada, bunuhlah orang yang memerangimu ada dalilnya, eh kamu jangan membunuh orang, ada juga dalilnya," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya