Studi: Orangtua dengan Anak Disabilitas Khawatir Buah Hatinya Tak Bisa Kembali ke Sekolah

Tantangan untuk kembali ke sekolah bagi anak-anak penyandang disabilitas dinilai lebih besar

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 08 Jun 2021, 10:00 WIB
ilustrasi Disabilitas yang belajar yang pengaruhi ketidakmampuan belajar. Image by Daniela Dimitrova from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Sektor pendidikan menjadi salah satu yang paling terdampak pandemi. Bagi anak-anak yang merupakan seorang penyandang disabilitas, dampak tersebut menjadi lebih menantang.

Data yang dihimpun oleh Save the Children di 46 negara pada Juli 2020 menemukan bahwa ada 85 persen orangtua, terutama ibu, dari anak penyandang disabilitas yang khawatir buah hati mereka tidak bisa kembali ke sekolah.

Selain itu, dalam siaran pers yang diterima Liputan6.com, Save the Children melaporkan bahwa orang tua dari anak perempuan penyandang disabilitas hampir tiga kali lebih cenderung tidak yakin anaknya dapat kembali bersekolah.

"Kekhawatiran orang tua sangat dapat dipahami, karena tantangan yang dihadapi anak–anak penyandang disabilitas sangat besar bahkan tiga kali lipat," kata Selina Patta Sumbung, CEO Save the Children Indonesia.

"Kesetaraan akses, minimnya pemahaman warga sekolah menjadi isu utama, selain itu juga terbatasnya pengetahuan dan keterampilan para tenaga pendidik dalam memberikan layanan pendidikan inklusi masih menjadi tantangan besar," kata Selina, ditulis Minggu (6/6/2021). 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Risiko Learning Lost

Data yang dihimpun oleh Save the Children di 46 negara pada Juli 2020 menemukan bahwa ada 85 persen orangtua, terutama ibu, dari anak penyandang disabilitas yang khawatir buah hati mereka tidak bisa kembali ke sekolah (Foto: Save the Children)

Menurut Selina, risiko learning lost pada anak penyandang disabilitas juga dapat berimbas pada tumbuh kembang mereka.

Ia mengatakan, apabila anak dengan disabilitas tidak mendapatkan hak pendidikan, maka situasi tersebut bisa berdampak pada kondisi kesehatan mental dan fisiknya.

"Masalah ini perlu segera ditangani, Pemerintah, Organisasi dan Masyarakat harus segera bersama-sama memprioritaskan akses dan layanan pendidikan inklusi yang berkualitas," katanya.


Tantangan yang Dialami

Di Kabupaten Bandung, kekhawatiran serupa juga dialami orangtua dengan anak penyandang disabilitas. Beberapa tantangan misalnya tidak meratanya akses, minimnya penerimaan masyarakat, serta terbatasnya sarana dan prasarana penunjang belajar.

Ranti, seorang penyandang disabilitas fisik dan anggota Bumi Disabilitas menatakan bahwa di masa pandemi, semua pembelajaran menjadi daring. "Setiap hari latihan soal dan harus dicatat di buku tulis padahal saya mengalami keterbatasan fisik untuk menulis," katanya.

Ranti pun berharap agar guru-guru bisa lebih dekat dengan anak penyandang disabilitas disabilitas sehingga mereka bisa memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi.

Save the Children sendiri membuat gerakan #SaveOurEducation. Mereka memberikan dukungan kepada anak disabilitas dan orang tua melalui kunjungan ke 50 rumah anak penyandang disabilitas dan memberikan beragam kegiatan.

Beberapa kegiatan tersebut seperti membaca buku, belajar bersama, melukis sampai dengan sesi konseling serta kegiatan lainnya. Kegiatan ini bekerja sama dengan komunitas Bumi Disabilitas dan para relawan.

"Saya berharap diperbanyaknya akses pendidikan gratis untuk anak disabilitas, agar tidak ada lagi anak - anak disabilitas yang putus sekolah karena alasan biaya. Dan guru juga lebih bisa memberikan cara belajar yang sesuai dengan keragaman disabilitas anak," kata Ranti.


Infografis Uji Coba Belajar Tatap Muka Sekolah di Jakarta

Infografis Uji Coba Belajar Tatap Muka Sekolah di Jakarta. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya