Liputan6.com, Jakarta Negara-negara yang tergabung dalam Kelompok G7 menyetujui proposal pajak dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Kelompok negara G7 mencakup Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Kanada menggelar pertemuan di London-Inggris Sabtu, 5 Juni 2021.
"Mereka sepakat menetapkan tarif pajak minimum sebesar 15 persen bagi perusahaan raksasa digital. Ini membuktikan bahwa negara kaya menyadari betul terjadinya praktek ketidakadilan sistem pemungutan pajak Internasional yang selama ini diterapkan," ujar Praktisi Perpajakan Ronsianus B Daur, Minggu (6/62021).
Advertisement
Di tengah pandemi merajalela, harga minyak turun yang berakibat pada melemahnya ekonomi dunia, membuat kelompok negara kaya bersepaham untuk mereformasi perpajakan di perusahaan digital.
Pertemuan bersejarah yang diselenggarakan di sebuah rumah megah dekat Istana Buckingham di pusat kota London, adalah pertama kalinya para menteri keuangan negara G7 bertemu tatap muka sejak pandemi melanda.
Pertemuan yang dipimpin Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak ini menjadi sejarah baru dalam reformasi perpajakan setelah kebangkitan era digital melanda dunia.
Dia menuturkan, ada beberapa poin yang bisa dibagikan berkaitan dengan penarikan pajak G7 ini.
Pertama, negara-negara surga pajak (tax heaven countries), tidak lagi hanya berdasarkan modal kertas untuk menopang pembiayaan pembangunannya.
"Mereka harus mencari alternatif baru untuk membiayai pembangunannya, tidak sekedar menjadi penampung perusahaan fiktif," jelas dia.
Kedua, perusahaan raksasa digital tidak bisa lagi menghindar pajak pada negara-negara yang menikmati fasilitas layanan digital yang mereka berikan. (ada atau tidak ada kantor fisik akan dikenakan pajak dari laba yang mereka peroleh dimana mereka memberikan jasa layanan digital)
Ketiga, negara-negara yang telah membuat aturan sendiri atas pajak digital segera melakukan amandemnen atau refisi perlakuan perpajakannya sesuai kesepakatan tersebut.
Saksikan Video Ini
Hal Lain
Keempat, buat negara berkembang, segera mendata keberadaan perusahaan raksasa digital seperti: Google, Facebook, Amazon, Apple, Microsoft dll., agar mimpi mendapatkan berkah dari kesepakatan Inggris ini terealisasi.
Kelima, jangan berpikir lagi untuk menggeser laba ke negara surga pajak, karena ini adalah kesepakatan global. (dimana-mana dipajaki dengan pagu bawah yang telah disepakati).
"Poin-poin diatas sebagai gambaran apabila kelanjutan pembicaraan Kelompok G7 ini mendapat dukungan negara-negara yang tergabung dalam kelompok G20 (termasuk Indonesia) yang nanti akan digelar di Venesia - Italia Juli mendatang," jelas Ronsianus.
Indonesia sebagai bagian dari kelompok G20 harus proaktif untuk mengatakan bahwa negara ini merupakan salah satu pangsa pasar terbesar dari perusahaan raksasa digital.
Indonesia harus berani mengatakan bahwa kami adalah sasaran produk raksasa digital, bayarlah pajak sesuai kesepakatan global. Maka pemerintah kita harus mendukung kesepakatan ini.
"Tentu akhirnya akan menambah pundi-pundi APBN kita demi membiayai pembangunan ditengah kondisi keuangan yang tidak memadai ini. Karena perusahaan raksasa digital telah banyak mengeruk keuntungan dari Indonesia," dia menandaskan.
Advertisement