Liputan6.com, Jakarta - Maskapai nasional Garuda Indonesia tengah berada dalam kondisi kritis. Perseroan diketahui memiliki utang mencapai Rp 70 triliun atau sekitar USD 4,5 miliar dollar AS.
Restrukturisasi menjadi pilihan untuk menyelamatkan BUMN ini. Dalam kondisi sulit, seluruh karyawan Garuda Indonesia dinilai harus memiliki pola pikir mandiri yang kompetitif.
Advertisement
Menurut pengamat penerbangan California State University Fresno Hendra Soemanto, pola pikir atau mindset dari para people management internal Garuda Indonesia harus ikut bertransformasi, bukan hanya perusahaan secara keseluruhan.
"Selama ini, telah terpola dalam mindset mayoritas karyawan BUMN bahkan level top management bahwa pemerintah, sebagai pemegang saham terbesar perusahaan akan menyelamatkan perusahaan dengan kebijakan dan hal ini sedikit banyak memengaruhi budaya dan iklim kerja. Pola pikir tersebut menghasilkan SDM yang manja dan cenderung berada di comfort zone dalam waktu lama," ujar Hendra dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Senin (7/6/2021).
Lanjut Hendra, sudah saatnya Garuda Indonesia memikirkan sistem atau model manajemen yang strategis dan lebih ideal dengan pemimpin yang mampu memotivasi semua karyawan untuk berkompetisi dan berpikir inovatif.
Harapan ke depannya, Garuda Indonesia dapat memperbaiki kinerja dan semua proses kegiatan perusahaan, yang di dalamnya terdapat insan dengan integritas tinggi, produktif dan komersial untuk menghasilkan kinerja yang sempurna, yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan industri.
Hendra juga berpendapat, insan Garuda Indonesia harus membangun sense of crisis, karena siapapun pemimpin kedepannya nanti, sehebat apapun langkah-langkah strategis untuk pemulihan disusun, tidak akan sukses dengan tidak adanya dukungan dari internal.
"Seluruh karyawan Garuda Indonesia harus mendukung semua program recovery dengan membangun semangat sebagai tim yang solid dan mengedepankan kepentingan perusahaan," kata Hendra.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pangkas Komisaris
Sementara, Langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk memangkas jumlah komisaris dinilai sangat tepat. Langkah ini, menurutnya, seharusnya tidak berhenti pada level komisaris saja.
Restrukturisasi organisasi harus diimplementasikan top down, beberapa direktorat dalam organisasi Garuda Indonesia dapat di-merger, begitupun halnya dengan karyawan pada middle level. Hal ini jika dilakukan akan berdampak kepada penghematan biaya tunjangan bagi posisi atau jabatan yang tidak optimal.
"Penawaran pensiun dini harus dijadikan langkah terakhir dalam usaha restrukturisasi SDM karena jika hal ini dilakukan tentunya akan menambah beban pengeluaran bagi Garuda Indonesia dengan jumlah nominal pesangon yang harus dibayarkan dan ada kemungkinan salah sasaran," katanya.
Harapannya, lanjutnya, karyawan yang mengajukan adalah yang mendekati usia pensiun, karena jika yang mengajukan adalah karyawan dengan usia produktif dengan pertimbangan dan rencana yang kurang matang, tentu akan ada peningkatan pengangguran.
Adapun, wacana penerbangan domestik tanpa rute internasional dinilai dapat dilakukan selama masa pandemi.
"Tetapi untuk selanjutnya, secara berkesinambungan, selain Garuda Indonesia harus melakukan proses transformasi menjadi perusahaan yang lebih akuntabel, professional, dan transparan, juga menjalankan bisnis penerbangan sesuai dengan visi dan misi perusahaan untuk memperkenalkan dan mengantarkan Indonesian Culture ke seluruh dunia," katanya.
Advertisement
Perjuangan Garuda Indonesia Keluar dari Lilitan Utang yang Bertambah Rp 1 Triliun per Bulan
Kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini semakin tertekan di tengah pandemi Covid-19. Utang perusahaan menumpuk mencapai Rp 70 triliun, bahkan diperkirakan terus bertambah Rp 1 triliun setiap bulan.
Kementerian BUMN bersama manajemen Garuda Indonesia pun tengah bekerja untuk menyelamatkan perseroan.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra, sejauh ini belum banyak buka suara mengomentari berbagai laporan yang ada. Beberapa hari lalu bahkan beredar dokumen yang berisi empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia. Opsi itu juga melihat dari hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain.
Salah satu opsi tersebut adalah pemerintah akan terus mendukung Garuda Indonesia melalui pemberian pinjaman dan suntikan ekuitas. Hal ini contohnya dari Singapore Airlines, Cathay Pacific, dan Air China.
Meski demikian opsi ini memiliki catatan antara lain berpotensi meninggalkan Garuda Indonesia dengan utang warisan yang besar, sehingga akan membuat situasi yang menantang di masa depan.
Namun sejauh ini yang sudah dilakukan oleh Garuda Indonesia untuk mendorong pemulihan perusahaan adalah pensiun dini dan penangguhan gaji komisaris.
Manajemen Garuda Indonesia menawarkan opsi pensiun dini kepada karyawan sebagai salah satu upaya bertahan. Penawaran pensiun dini akan berlangsung hingga 19 Juni 2021, diikuti dengan rencana perseroan memangkas jumlah pesawat yang beroperasi.
Irfan Setiaputra mengatakan jika opsi ini tidak dipilih, maka gaji karyawan yang sempat ditunda tidak akan dibayarkan dulu.
"Memang betul kami menawarkan pensiun dipercepat bagi karyawan Garuda Indonesia. Tahun 2020 karyawan Garuda Indonesia saja 7.890 orang dan tahun lalu kita sudah melakukan program pensiun dini ini, plus percepatan kontrak dari pegawai-pegawai kita," ungkapnya.
Melihat situasi memprihatinkan tersebut, Dewan Komisaris Garuda Indonesia lantas mengambil sikap untuk meminta penangguhan gaji, dan pemberhentian pembayaran honorarium bulanan.
Hal itu tertuang dalam surat yang beredar dengan Nomor GARUDA/ANGGOTA-DEKOM-/2021 tertanggal 2 Juni 2021 yang diterbitkan oleh Anggota Dewan Komisaris Garuda Indonesia, Peter Gontha.
Dalam surat permohonan tersebut, Peter juga menjelaskan Dewan Komisaris sangat mengetahui penyebab kejadian kritis yang dialami Garuda Indonesia. Setidaknya ada 7 poin penting yang disampaikan Peter melalui surat tersebut. Salah satunya tidak adanya penghematan biaya operasional.
Menyambut surat tembusan yang dikeluarkan Peter Gontha, Menteri BUMN Erick Thohir lantas mengusulkan agar dilakukan pemangkasan dengan hanya menyisakan dua dewan komisaris saja untuk perseroan.
"Sangat bagus. Kita harus puji (Surat Tembusan dari Peter Gontha). Bahkan saya ingin mengusulkan, komisaris Garuda Indonesia hanya dua saja," kata Erick Thohir.
Sumber Masalah
Erick Thohir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI pada Kamis 3 Juni 2021, mengungkapkan masalah terbesar yang dihadapi Garuda Indonesia saat ini. Hal ini berkaitan dengan penyewaan pesawat (lessor).
"Garis besar seperti ini, sejak awal kami di kementerian meyakini bahwa memang salah satu masalah terbesar di Garuda Indonesia mengenai lessor. Di situ ada 36 lessor memang harus kami petakan ulang, mana lessor yang masuk kategori dan bekerja sama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif," tutur Erick.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa ada lessor yang tidak terkait dengan kasus tersebut. Namun harganya dinilai terlalu mahal karena kondisi pandemi.
Selain itu, Erick mengatakan Garuda Indonesia ke depan harus mengubah model bisnis dengan menyesuaikan demand yang ada di pasar. Berdasarkan data, dari total perjalanan yang ada sebanyak 78 persen adalah domestik dan hanya 22 persen perjalanan ke luar negeri.
Mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan, Erick pun menilai Garuda Indonesia semestinya lebih baik fokus di pasar domestik. Sementara untuk perjalanan ke luar negeri disarankan menggunakan sistem cost sharing.
Kementerian BUMN pun telah berbicara dengan Menteri Perhubungan dan memberikan dukungan jika nanti tidak semua bandara terbuka untuk maskapai asing. Terlebih lagi di tengah pandemi Covid-19, sehingga ini merupakan kesempatan bagi maskapai domestik untuk memperbaiki kinerjanya termasuk Garuda Indonesia.
Lebih lanjut, kendati manajemen Garuda Indonesia memutuskan melakukan pensiun dini, tapi Erick Thohir memutuskan mempertahankan 1.300 pilot dan awak kabin serta 2.300 pegawai.
Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 telah memukul industri penerbangan di seluruh dunia, bahkan ada maskapai asing yang lebih parah ketimbang Garuda Indonesia.
Menurutnya, pemerintah saat ini perlu mencari cara agar perusahaan pelat merah itu bisa bertahan menghadapi tekanan kondisi keuangan yang minus.
Erick Thohir mengatakan, Garuda Indonesia akan berfokus kepada bisnis penerbangan domestik dalam negeri dengan melayani perjalanan masyarakat antarpulau di Tanah Air.
Aksi yang dilakukan pemerintah ini merupakan upaya untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari masalah finansial akibat utang dan kerugian yang dialami perseroan.
Advertisement