Liputan6.com, Jakarta Belakangan, publik menaruh perhatian pada kinerja keuangan badan usaha milik negara (BUMN). BUMN besar yang terlihat baik-baik saja ternyata memiliki utang yang nilainya fantastis.
Pemerintah kalang kabut mencari cara menyehatkan kembali perusahaan yang terlilit masalah tersebut, bahkan di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai. Jika dibiarkan, dampak terberatnya akan menyasar pekerja tingkat bawah.
Advertisement
Sebenarnya, BUMN mana saja yang memiliki utang jumbo ini? Simak rangkuman Liputan6.com, Senin (7/6/2021).
1. Garuda Indonesia
Maskapai nasional Garuda Indonesia tengah mengalami kesulitan keuangan imbas berbagai masalah dan dampak pandemi Covid-19. Utang perseroan hingga kini terus menumpuk mencapai Rp 70 triliun, dan diperkirakan terus bertambah Rp 1 triliun tiap bulannya.
Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo mengatakan, utang ini disebabkan karena biaya sewa (leasing) pesawat yang di luar batas wajar, jenis pesawat yang terlalu banyak, dan rute penerbangan yang tidak menguntungkan.
Berbagai siasat pun dilakukan untuk menyelamatkan BUMN penerbangan ini, mulai dari pensiun dini karyawan hingga penangguhan gaji komisaris.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
2. BUMN Karya
BUMN-BUMN di bidang konstruksi juga tercatat memiliki masalah utang melampaui batas wajar. Secara rinci, total utang BUMN konstruksi seperti Adhi Karya mencapai Rp 34,9 triliun, Waskita Karya Rp 91,76 triliun, PTPP Rp 39,7 triliun, dan Wijaya Karya Rp 45,2 triliun.
Menurut ekonomi, rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity (DER) Adhi Karya memiliki angka yang tinggi dibanding BUMN karya lainnya. Adapun DER Adhi Karya mencapai 5,76 kali. Untuk DER Waskita Karya sebesar 3,42 kali, PT PP (Persero) Tbk sebesar 2,81 kali dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebesar 2,70 kali.
Advertisement
3. PLN
Selain Garuda Indonesia dan BUMN Karya, PT PLN (Persero) juga disebutkan terlilit utang hingga mencapai Rp 500 triliun pada akhir 2019. Perusahaan pelat merah tersebut terbebani utang dalam jumlah super besar lantaran sibuk mencari pinjaman untuk membiayai proyek kelistrikan 35 ribu megawatt (MW).
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, kenaikan utang sebesar Rp 500 triliun tersebut terjadi dalam 5 tahun terakhir. Padahal, pada 2014 perseroan hanya berutang tidak sampai Rp 50 triliun.