Liputan6.com, Jakarta - Country Manager JobStreet Indonesia Faridah Lim membeberkan salah satu penyebab yang membuat pencari kerja kesulitan mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut adalah ketidakmauan meningkatkan kemampuan.
"Tidak upskill atau tidak upgrade kemampuannya, itu akan membuat mereka tidak relevan lagi dan sulit mendapat pekerjaan," ujar Faridah dalam diskusi online, Jakarta, Senin (7/6).
Advertisement
Faridah menjelaskan, survei internal perusahaan menyebut pada 2018 hingga 2020 industri teknologi informasi adalah sektor yang paling banyak belajar meningkatkan skill. Tak heran, selama pandemi sektor ini paling banyak bertahan.
"Setelah kami pelajari, berdasarkan survei top 10 pekerjaan yang kandidatnya paling banyak meluangkan waktu untuk belajar ya emang tidak jauh daru pergeseran IT juga. IT industri yang paling tinggi minat belajarnya. Jadi kalau dari sisi pekerjaan bidang IT itu peringkat utama," katanya.
Dia melanjutkan, sektor selanjutnya yang memiliki minat tinggi meningkatkan kemampuan baik melalui trening maupun belajar sendiri adalah seni dan pekerja kreatif. Dua pekerjaan ini terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
"Karena masa pergeseraan digital paling gampang belajar. Kemudian, urutan selanjutnya seni dan pekerja kreatif. Dari seni dan pekerja kreatif ini paling banyak ingin meluangkan waktu belajar," katanya.
Sementara itu, metode belajar yang paling banyak diminati oleh pekerja dalam pengembangan skill adalah metode on the job training dan belajar mandiri. Lalu untuk sistem belajar yang mulai ditinggalkan selama pandemi adalah konferensi dan seminar.
"Metode belajar ternyata tak banyak bergeser yaitu on the job training dan belajar mandiri. Di mana dari 2018-2020, survei global 2 metode ini pilihan utama. Pergerseran adalah konferensi dan seminar, sekarang tak ada lagi berpindah ke aplikasi mobile dan seluler. Ini merupakan bentuk keinginan belajar bisa terkalahkan tetap memanfaatkan peluang yang ada," tandas Faridah.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dampak Pandemi Covid-19, Muncul 9,77 Juta Pengangguran Terbuka Baru
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan, dampak pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu telah memberikan tekanan besar kepada sektor Ketenagakerjaan Indonesia.
Hal ini tercermin dari tingginya jumlah usia kerja yang terdampak wabah virus corona jenis baru itu.
"Dampak pandemi Covid-19 pada tahun 2020 tentu memberikan tekanan besar kepada sektor Ketenagakerjaan di Indonesia. Pada periode Agustus 2020 terdapat sekurang-kurangnya 29 juta penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19," ungkapnya dalam acara Laporan Indonesia's Occupational Employment Outlook 2020 (IOEO) dan Indonesia's Occupational Tasks and Skills 2020 (IndoTaSk), Selasa (25/5).
Suharso mengungkapkan, dengan 27 juta angkatan kerja yang terdampak pandemi Covid-19 turut menyumbang peningkatan angka pengangguran hingga mencapai 7,07 persen dari 138,22 juta angkatan kerja. Angka itu setara dengan 9,77 juta usia pekerja.
"Artinya sebanyak 9,77 juta orang menganggur," terangnya.
Ironisnya, tingkat pengangguran terbuka tersebut masih di dominasi oleh lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Padahal, lulusan SMK tersebut merupakan calon tenaga kerja yang siap pakai.
Merespon tantangan tersebut, pemerintah berkomitmen untuk menekankan pembangunan sumber daya manusia (SDM) dilakukan secara holistik dan terintegrasi. Di antaranya melalui penyediaan sistem informasi pasar kerja yang kredibel dan berkelas.
"Karena (sistem informasi pasar kerja) salah satu prasyarat yang harus dipenuhi. Ini sebagai bagian dari upaya reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi kita," bebernya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Survei: Angka Pengangguran Berkurang Usai Ada Program Kartu Prakerja
Survei menemukan jika terjadi penurunan angka pengangguran sebesar 16,2 persen setelah peserta mengikuti program pelatihan Kartu Prakerja.
Ini terkuak dari survei Manajemen Program pelaksana Kartu Prakerja bekerja sama dengan Cyrus Network. Survei dilakukan terhadap penerima program prakerja dari gelombang 1-11.
“Yang belum bekerja sebelum mengikuti program Kartu Prakerja itu ada sekitar 56 persen dan setelah mengikuti pengangguran menurun menjadi 16,2 persen menjadi 39,8 persen,” kata Direktur Riset Cyrus Network Fadhli MR dalam Pemaparan hasil survei Persepsi Penerima Kartu Prakerja, Kamis (20/5/2021).
Fadhli menjelaskan dari 16,2 persen, 13 persen diantaranya mereka berubah atau bertransformasi menjadi wirausaha dan sebagian sisanya 3,2 persen menjadi karyawan atau bekerja di perusahaan.
Selain itu, sebanyak 92,6 responden menyatakan sangat setuju ilmu yang didapatkan dalam pelatihan Kartu Prakerja bisa diaplikasikan di tempat kerja atau usaha, namun ada sebagian kecil 7,1 yang mengatakan tidak setuju.
Kemudian 98,7 persen responden juga menyatakan sangat setuju mendapatkan manfaat dari pelatihan Kartu Prakerja.
Adapun survei ini menggunakan telesurvei yakni metode survei yang dilakukan secara jarak jauh menggunakan perangkat komunikasi berupa telepon seluler, maupun memanfaatkan teknologi informatika.