Realisasi Investasi di Sektor Minerba Baru Capai Rp 1,38 Triliun

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (7/6/2021).

oleh Athika Rahma diperbarui 07 Jun 2021, 16:50 WIB
Aktivitas pekerja saat mengolah batu bara di Pelabuham KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis 33,24 persen atau mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Realisasi investasi di sektor mineral dan batu bara tercatat baru mencapai Rp 1,38 triliun dari total target Rp 5,9 triliun di tahun 2021.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (7/6/2021).

"Pada 2021 target investasi di Minerba Rp 5,984 triliun, baru tercapai Rp 1,38 triliun. Memang ada beberapa kendala realisasi di lapangan," ujar Ridwan.

Kendala yang dimaksud Ridwan meliputi masalah izin AMDAL, izin pinjam pakai kawasan hutan, kondisi tata ruang dan kondisi pasar, kendala pembebasan lahan, kendala cuaca dan pandemi Covid-19 sisi pendanaan.

Lanjut Ridwan, untuk meningkatkan investasi, pihaknya memberikan dukungan kepada badan usaha berupa fasilitas penyusunan informasi peluang investasi seperti memo project potensial, market sounding, harmonisasi regulasi aplikasi OSS dengan integrasi sistem.

"Kami juga mendukung badan usaha dalam tata ruang, pengelolaan kawasan hutan dan masalah lingkungan," ujar Ridwan.

Dirinya juga memaparkan progres produksi komoditas mineral seperti feronikel yang mencapai 568,2 ribu ton dari target 2,107 juta ton. Lalu, nikel pig iron mencapai 302,4 ribu ton dari target 901 ribu ton.

"Sedangkan emas dengan target 81,9 ton realisasinya mencapai 8,7 ton," kata Ridwan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Indonesia Bertahap akan Pensiunkan Pembangkit Listrik Berbasis Batu Bara

Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Pemerintah secara bertahap akan menghentikan operasional pembangkit listrik berbasis batu bara di Tanah Air. Kini, pemanfaatan energi fosil tersebut sudah banyak ditinggalkan di berbagai negara bahkan menjadi musuh bersama.

Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. "Secara bertahap pemerintah Indonesia juga sudah bisa mempensiunkan power plant batu bara. Karena sekarang ini kelihatannya fosil energi sudah menjadi musuh bersama," ucapnya dalam acara Indonesia Investment Forum 2021 secara virtual, Kamis (27/5/2021).

Selian itu, alasan pemerintah juga karena perbankan internasional sudah berkomitmen untuk tidak lagi mendanai pembangunan pembangkit listrik bersumber energi fosil.

Dampak pemanfaatan pembangkit listrik batu bara dinilai bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan global.

"Perbankan internasional pun sudah tidak mau lagi mendanai energi fosil. Kenapa itu terjadi? Karena pemanasan global sekarang membuat bumi makin panas," ungkapnya. "Jadi kalau naik saja sampai 1,5 derajat, itu akan punya dampak yang tidak bagus," imbuh dia.

Ke depan, pemerintah akan lebih berfokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Menyusul, juga adanya peluang lebar bagi investor untuk berinvestasi di bidang EBT.

"Karena, Indonesia punya potensi luar biasa di bidang energi terbarukan," tekannya.

Adapun, salah satu upaya untuk memperlancar investasi di sektor EBT, kata Luhut, ialah dengan memaksimalkan implementasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.

Menyusul, fungsi utama regulasi anyar tersebut ialah untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dengan mempermudah proses perizinan usaha.

"Implementasi UU Cipta Kerja akan menyederhanakan regulasi yang tumpang tindih. Terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah. Ini semua diharmonisasikan sehingga membuat orang yang mau investasi di Indonesia jadi lebih bagus," dia menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya