Liputan6.com, Jakarta Ahli Biomolekular Universitas Airlangga Surabaya Ni Nyoman Tri Puspaningsih menjelaskan proses terjadinya empat mutasi atau varian baru virus SarCov-2 atau COVID-19 yang sudah masuk di Indonesia.
Mutasi atau varian baru COVID-19 tersebut meliputi varian Afrika Selatan, Inggris, India, dan Amerika Serikat.
"Virus SarCov-2 atau yang kita kenal sebagai virus corona atau COVID-19 merupakan virus berbasis RNA yang bersifat single-stranded RNA sehingga mudah untuk mengalami mutasi," kata Prof. Nyoman di Surabaya, Selasa, 8 Juni 2021.
Wakil Rektor Unair Bidang Riset, Inovasi, dan Community Development itu mengatakan terdapat empat macam protein struktural pada Sars-Cov2 yang salah satunya berperan penting pada pengikatan virus dengan sel inang manusia, yaitu protein spike. Tiga protein struktural lainnya adalah protein membran, envelope, dan nucleoprotein, dilansir dari Antara.
Baca Juga
Advertisement
Protein spike merupakan jenis yang paling menjadi perhatian saat virus bermutasi karena memiliki Receptor Binding Domain (RBD) yang berperan mengikat ACE2 pada sel inang manusia.
"Karena virus ini merupakan RNA virus, maka mudah beradaptasi untuk tetap terus hidup. Setiap usaha untuk meningkatkan kemampuan menempel di sel inang itulah virus mutasi dengan mengubah urutan basa nukleotida pada kodon penyandi asam amino, sehingga terjadi perubahan asam amino yang berdampak pada perubahan interaksi antara virus dan sel inangnya," katanya.
Protein spike Virus SarCov-2 ini memiliki sebanyak 1.273 asam amino, dengan rentang lokasi asam amino sekitar 300-570 merupakan daerah RBD yang berperan menempel di sel inang.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini
Furin Cleavage Site
Bagian spike lainnya yang juga penting adalah Furin Cleavage Site (FCS) di rentang lokasi sekitar 670-690. Daerah FCS merupakan daerah yang dikenali oleh furin sel manusia yang memotong bagian di antara S1 dan S2 spike, dan memudahkan genetik material sel virus masuk ke dalam sel inangnya.
"Karena ada dua daerah di spike yang berfungsi mengikat ACE2 dan melepaskan genetic material virus ke sel inang, maka infeksi bisa terjadi. Kita berfokus pada dua daerah itu karena kedua tempat itulah merupakan kunci utama proses infeksi dan menjadi perhatian jika terjadi perubahan asam amino karena mutasi," tuturnya
Dari penelitian yang dilakukan oleh tim Unair, Nyoman menyampaikan bahwa perubahan asam amino dari Aspartan D menjadi Glisin (G) pada lokasi 614 di triwulan pertama 2020.
Mutasi tersebut yang saat ini sudah mencapai hampir 98 persen dari global infected person maka asumsi peneliti, point mutation tersebut yang memicu percepatan munculnya varian-varian baru saat ini yang sudah mencapai enam varian memasuki semester pertama 2021.
"Kalau ada mutasi di daerah RBD dan atau FCS yang menyebabkan interaksi antara virus dan sel inang manusia semakin kuat, maka infectivitas akan juga semakin meningkat. Namun dampak mutasi terhadap peningkatan keganasan atau kematian belum dapat dibuktikan," ujarnya.
Prof. Nyoman menegaskan bahwa mutasi tersebut adalah bentuk adaptif dari COVID-19 untuk semakin bertahan.
"Oleh karena itu, masyarakat harus tetap menaati protokol kesehatan walau sudah divaksin selama herd immunity belum tercapai," katanya.
Advertisement