Liputan6.com, Jakarta - Rencana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk belanja alutsista senilai Rp 1.700 triliun mendapat kritikan dari pakar maritim CSIS Evan Laksmana. Hal pertama yang disorot Evan adalah isu transparansi Kementerian Pertahanan.
"Masalah dari proposal ini ada banyak, mulai dari kurangnya transparansi hingga kepatutan dari sistem penganggaran, dan seterusnya. Tetapi poin kuncinya adalah kita tidak benar-benar tahu apa yang mendorong adanya pengadaan ini selain kebutuhan membeli lebih banyak barang," ujar Evan dalam webinar Threat Assesment of PRC South China Sea Policy bersama Kedutaan Besar Amerika Serikat, Rabu (9/6/2021).
Baca Juga
Advertisement
Selanjutnya, Evan berkata daftar pengadaan yang ingin dibeli Menhan Prabowo tidaklah sesuai dengan tantangan maritim yang Indonesia hadapi di Laut Natuna Utara yang melibatkan China. Pasalnya, masalah yang dihadapi adalah milisi Tiongkok, sehingga tak cocok dilawan dengan pesawat jet atau kapal selam yang ingin dibeli.
Milisi Tiongkok merupakan organisasi bersenjata yang beranggotan rakyat sipil. Kapal ikan milik para milisi China sempat membuat gaduh di perairan Filipina karena ketahuan melanggar Zona Ekonomi Eksklusif.
"Pemikiran bahwa tiga skuadron jet tempur baru dapat menghalau milisi maritim China tidaklah masuk akal karena tak nyambung dengan tantangan-tantangan operasional di laut," jelas Evan. "Akan aneh pula jika menantang milisi China dengan menggunakan kapal selam. Jadi bagi saya pengadaan ini tidak ada kaitannya dengan tantangan di Laut Natura Utara."
Meski dinilai tidak pas, Evan menyebut isu Laut Natuna Utara justru digunakan pihak Kemenhan sebagai argumen untuk belanja alutsista.
"Akan tetapi Kementerian Pertahanan menggunakan ancaman-ancaman itu sebagai cara menjustifikasi rencana pengadaan mereka yang ada saat ini," ujarnya.
Anggota DPR Tak Setuju Beli Alutsista dari Utang Luar Negeri
Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon meminta agar Menteri Pertahanan Prabowo Subianto transparan terkait rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.
"Menhan bisa jelaskan ke publik juga, karena itu menjadi misteri, akhirnya timbul berbagai pertanyaan, saya rasa sah-sah saja kalau publik bertanya-bertanya karena ini pinjaman luar negeri," katanya dalam diskusi virtual 'Polemik Anggaran Alutsista', Sabtu 5 Juni.
Dia mengatakan rakyat juga nantinya akan terbebani pinjaman hutang luar negeri tersebut. Effendi juga menilai seharusnya Prabowo bisa melihat apakah Perpres tersebut kuat dalam Rencana Strategi tersebut. Dia pun berkaca dengan banyaknya proyek yang mangkrak dengan nominal yang fantastis. Dia mencontohkan seperti proyek PT Dirgantara Indonesia yang memproduksi transportasi militer.
"Banyaknya proyek nurtanio, PT DI yang mungkin ratusan triliun juga menyerap anggaran APBN, bahkan sekarang hanya besi tua saja, ini juga sampai proyek Hambalang jaman ke jaman, justru saya sarankan lebih prundent, jangan kita mengabaikan prosedurial itu," bebernya.
"Justru saya lebih melihat ini nantinya menjadi masalah, kita enggak tau, kalau Presiden Jokowi tidak 3 periode misalnya ada yang tidak setuju, ini semua kacau balau dan akan dirugikan rakyat dan TNI, karena mereka yang punya tupoksi kedaulan negara, dalam pertahanan negara," tambahnya.
Sebab itu dia menilai wajar jika publik bertanya-bertanya terkait rancangan perpres tersebut. Karena Effendi menilai rancangan itu terkesan tertutup.
"Bahwa diluarkan banyak dan menjadi pertanyaan yang katakanlah patut ditelesik ya wajarlah, dalam program TNI, ada begitu, ada swasta di TNI, kenapa TNI bersama Kemhan tertutup itu semua, kata Menhan mereka merekrut mereka para ahli dan purnawirawan," ungkapnya.
"Itu enggak paslah, banyak kita meminta agar transparan bukan kita tidak merah putih, saya juga kita mengundang pihak kemhan," tambahnya.
Advertisement