Liputan6.com, Jakarta - Laut Natuna Utara masih sering dimasuki oleh kapal asing ilegal. Salah satu taktik pemerintah adalah mengirim nelayan dari Jawa ke Laut Natuna Utara agar memperjelas bahwa wilayah itu adalah milik Indonesia.
Cara itu dinilai tidak tepat oleh pakar maritim CSIS Evan Laksmana. Sebab, mengirim nelayan dari luar Natuna berpotensi menyulitkan nelayan setempat.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, mengirim nelayan dari Jawa ke Natuna juga akan menimbulkan kebutuhan dana dari pemerintah.
"Logika dari recana itu adalah bila ada lebih banyak nelayan yang memancing di Zona Ekonomi Eksklusif di Laut Natuna Utara, maka nelayan asing lebih enggan untuk datang," ujar Evan dalam webinar Threat Assesment of PRC South China Sea Policy bersama Kedutaan Besar Amerika Serikat, Rabu (9/6/2021).
Ia lantas menyorot bagaimana rencana itu justru bisa membuat Laut Natuna Utara menjadi overcrowded.
"Nelayan dari Jawa dapat menimbulkan overcrowd bagi para nelayan dari Natuna, dan membuat mereka kehilangan peluang untuk memancing di sekitar perairan Natuna," jelas Evan.
Unjuk Militer Juga Bukan Solusi
Pakar maritim Evan Laksmana juga menilai bahwa taktik Indonesia untuk menunjukan kemampuan militer di Natuna Utara bukanlah solusi yang bersifat strategis, melainkan hanya bagus untuk konsumsi dalam negeri.
"Indonesia juga menggelar unjuk kemampuan militer dengan mengirim prajurit dan aset-aset militer ke sekitar Natuna. Secara teori, ini bagus untuk konsumsi dalam negeri, tetapi dalam praktek tidak mengubah masalah strategis yang Indonesia hadapi," ucap Evan.
Menurut Evan, respons dengan militer dapat dipandang terlalu berlebihan dari perspektif China. Secara keseluruhan, solusi Indonesia dinilai mengundang sorotan secara domestik, tapi sebetulnya secara strategis tidak bersifat preventif di masa yang akan datang.
"Respons-respons Indonesia memberikan postur konsumsi domestik yang bagus, tetapi tidak mengubah strategi equation di Laut Natura Utara," ucap Evan.
Advertisement