Liputan6.com, Makassar - Jaksa Penuntut Umum Komisi (JPU) Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan lima orang saksi dalam persidangan perkara dugaan suap proyek lingkup Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020/2021 yang mendudukkan Agung Sucipto, kontraktor asal Kabupaten Bulukumba sebagai tersangka, Kamis (10/6/2021).
Kelima saksi tersebut masing-masing Raymond Ferdinan Halim (kontraktor), Petrus Yamin (kontraktor), Siti Abida Rahman (Karyawan BNI), Andi Gunawan (kontraktor) dan Nurdin Abdullah (Gubernur Sulsel non-aktif).
Baca Juga
Advertisement
Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Petrus yang merupakan Direktur PT. Putra Jaya diberi kesempatan pertama memberikan keterangan.
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Ibrahim Palino, Petrus mengaku cukup mengenal terdakwa Agung Sucipto sebagai seorang kontraktor.
"Saya kenal Agung (terdakwa) sekitar tahun 2010 pada sebuah acara. Saya lupa tepatnya sudah tak ingat lagi," kata Petrus menjawab pertanyaan JPU KPK yang mempertanyakan ketahuannya terkait terdakwa, Agung Sucipto.
Saat ditanyakan mengenai pekerjaan proyek lingkup Sulsel yang dikerjakan oleh Agung Sucipto, Petrus mengaku tak tahu lebih jauh soal itu.
"Saya tak tahu lebih jauh soal itu," ucap Petrus menanggapi pertanyaan JPU KPK.
Namun saat ditanyakan mengenai kedekatannya dengan Gubernur Sulsel non-aktif, Nurdin Abdullah, Petrus mengatakan mengenal Nurdin sejak menjabat Bupati Bantaeng.
"Saya kenal sejak awal jabat Bupati Bantaeng. Dia menjabat Bupati selama dua periode," tutur Petrus.
Demikian juga soal Sari Pudjiastuti dan Edy Rahmat. Petrus mengaku cukup mengenal keduanya. Sari kata dia, bertugas pada bagian pembangunan di Provinsi Sulsel diantaranya menangani lelang tender. Sementara Edy Rahmat ia kenal saat di Kabupaten Bantaeng dan saat pindah ke Pemprov Sulsel, Edy menjabat Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel.
"Dia (Sari) itu yang menggantikan Pak Jumras. Kalau Pak Edy itu dulu di PU Bantaeng kemudian jadi Sekdis PU Sulsel," terang Petrus.
Mengenai partisipasi dirinya dalam pekerjaan proyek lingkup Sulsel selama Nurdin Abdullah menjabat sebagai Gubernur Sulsel, Petrus tak menampiknya. Ia mengaku turut mendapat pekerjaan proyek.
"Saya pertama ikut lelang tapi belum menang. Nanti menang di tahun 2020. Saat itu pekerjaan pembangunan RS. Dadi dengan anggaran Rp13 miliar. Kemudian pekerjaan jalan di daerah Pucca Kabupaten Maros. Dalam pekerjaan tahun 2020 di lingkup Sulsel, saya gunakan PT. Timur Jaya Konstruksi," jelas Petrus.
Mengenai adanya pemberian uang kepada Nurdin, Petrus mengatakan memang ia pernah memberikan uang tapi untuk bantuan pembangunan masjid milik Nurdin yang berada di Kawasan Pucca, Kabupaten Maros, Sulsel.
"Jadi cerita saat itu peletakan batu pertama pembangunan masjid di daerah Pucca. Ada Pak Nurdin dan Syamsul Bahri (ajudan). Saat hendak meninggalkan lokasi, Syamsul bilang ke saya agar bisa dibantu pembangunan masjid dan saya iyakan," terang Petrus.
Petrus lalu mentransfer uang ke rekening yang diberikan oleh Syamsul. Nilainya, kata dia, mencapai Rp100 juta.
"Itu tidak ada kaitannya dengan pekerjaan proyek. Murni kegiatan sosial saja. Kami memang selama ini sering memberikan bantuan sosial bagi pembangunan rumah ibadah seperti klenteng dan gereja juga. Kami juga percaya jika kegiatan itu bernilai pahala," kata Petrus.
Selain dirinya yang menyumbang untuk pembangunan masjid milik Nurdin Abdullah yang berlokasi di daerah Pucca, Kabupaten Maros, juga turut Thiawudy Wikarso alias Thiao.
"Pak Thiao juga sumbang sama Rp100 juta," kata Petrus.
Selain memberikan uang kepada Nurdin, Petrus juga mengaku pernah memberikan uang kepada Edy Rahmat, Sekdis PUTR Provinsi Sulsel.
"Saya berikan uang operasional kepada Edy Rahmat dua kali. Masing-masing Rp5 juta dan Rp10 juta itu akhir 2020. Tepatnya saya lupa," ungkap Petrus.
Usai mendengar keterangan Petrus, JPU KPK kemudian melanjutkan pertanyaan kepada saksi kedua yakni Raymond Ferdinan Halim yang diketahui bertindak sebagai direktur salah satu perusahaan milik Agung Sucipto, PT. Agung Perdana Bulukumba.
"PT Agung yang mengerjakan Palampang-Munte-Botolempangan. Itu tahun 2019," kata Raymond yang juga merupakan keponakan Agung Sucipto itu.
Selain PT Agung Perdana, pekerjaan palampang- Munte- Botolempangan tahun 2020, itu dikerjakan oleh PT. Cahaya Serpang Bulukumba yang tak lain juga merupakan perusahaan milik Agung Sucipto.
"Tapi yang duduk sebagai direktur di PT. Cahaya Serpang Bulukumba itu Andi Gunawan," tutur Raymond.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Nurdin Abdullah Akui Terima Uang 150.000 Dollar Singapura
Mengenai adanya permintaan fasilitas oleh sejumlah pejabat Pemprov Sulsel kepada Agung Sucipto saat berkunjung ke Kabupaten Bulukumba, Raymond awalnya menampik. Namun saat dibacakan bukti percakapan whatsapp dirinya dengan Agung Sucipto terkait hal tersebut, Raymond tak menampik.
"Iya betul percakapan demikian di WA ada. Tapi itu tindaklanjutnya saya tidak tahu. Saya hanya bertugas menyimpan saja pesan-pesan yang pak Agung forward ke saya," kilah Raymond.
Mengenai pesan WhatsApp yang ia kirimkan ke Agung terkait permintaan lima persen oleh Gubernur Sulsel saat itu, Nurdin Abdullah, Raymond mengakui hal itu, hanya saja ia kembali enggan berterus terang.
JPU KPK pun akhirnya membacakan isi pesan yang ia kirimkan ke Agung saat itu. Di mana pesan WhatApp itu berbunyi "Mon, untuk gedung putih mentok lima persen. Kurangi saja dulu untuk Sukri (mantan Bupati Bulukumba)".
Tak hanya itu, JPU KPK juga turut mempertanyakan mengenai pemberian uang kepada Edy Rahmat. Di mana dalam percakapan whatsapp yang Raymond kirimkan ke Agung menggunakan istilah '2000'.
"2000 itu ke Edy Rahmat itu apa maksudnya? Itu Rp2 juta atau berapa?," tanya JPU KPK ke Raymond.
"Saya tidak tahu persis. Tapi kalau ditanya soal pendapat saya yang dimaksud itu mungkin adalah uang," jawab Raymond tak berterus terang.
Tak hanya Raymond dan Petrus yang memberikan kesaksian di hadapan persidangan Agung Sucipto, turut juga Andi Gunawan, Direktur PT. Cahaya Serpang Bulukumba memberikan kesaksiannya.
Di hadapan majelis hakim, Andi Gunawan lebih banyak mengaku tak mengetahui secara detail seluruh pekerjaan yang telah dikerjakan oleh perusahaan Agung Sucipto yang dipimpinnya tersebut.
"Saya sama sekali hanya bertugas bertandatangan saja dalam setiap kontrak kerja. Tapi bagaimana urus tender hingga teknis pekerjaan saya sama sekali tak tahu. Semuanya yang urus Kahar. Dia merupakan manajer teknis lapangan," kata Gunawan yang mengaku sebagai anak angkat Agung Sucipto itu.
Ia mengatakan dalam perusahaan yang bernama PT. Cahaya Serpang Bulukumba itu, ownernya adalah Agung Sucipto meski dalam struktur perusahaan nama Agung tak tertera.
"Kalau saya diangkat jadi direktur tapi soal teknis pekerjaan saya tak tahu. Pokoknya saya hanya disuruh saja bertandatangan di setiap ada kontrak pekerjaan. Isinya sama sekali saya tidak pernah tahu. Termasuk pekerjaan jalan Palampang- Munte saya tidak tahu titik lokasinya di mana. Tapi saya memang yang tanda tangan dalam kontraknya," jelas Gunawan.
Usai Gunawan, giliran saksi karyawan BNI Cabang Arif Rate Makassar, Siti Abida Rahman memberikan keterangan di persidangan Agung Sucipto.
Dalam persidangan, Siti menjelaskan adanya penarikan uang dari Agung Sucipto. Kebetulan Agung merupakan nasabah prioritas di bank pelat merah tersebut.
"Pak Agung menarik uangnya Rp1,5 miliar. Kami antarkan uang tersebut ke rumahnya. Dalam bukti kuitansi penarikan tertulis jika uang tersebut akan digunakan untuk membeli alat berat," ucap Siti.
Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah turut memberikan kesaksian di persidangan Agung Sucipto meski dilakukan secara daring.
Di hadapan Majelis Hakim, Nurdin mengaku kenal dengan Agung Sucipto. Ia kenal Agung sejak menjabat Bupati Bantaeng dan berlanjut menjadi Gubernur Sulsel.
Di mata dia, Agung merupakan kontraktor yang bertindak profesional dan setiap pekerjaan yang ia kerjakan, hasilnya cukup memuaskan.
"Bisa dilihat di Bantaeng, banyak pekerjaannya awet. Karena dia memang berkualitas dan profesional," kata Nurdin.
Mengenai pemberian uang dari Agung, Nurdin mengaku pernah menerima uang senilai 150.000 dollar Singapura dan jika dirupiahkan ditaksir senilai Rp1,5 miliar.
Uang dari Agung tersebut, ia terima di rumah jabatan Gubernur Sulsel yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman.
"Uang itu untuk bantuan pembayaran saksi untuk salah satu paslon Bupati yang didukung di Bulukumba," kata Nurdin.
"Paslon tersebut Tomi- Makkasau," lanjut Nurdin menjawab pertanyaan JPU KPK.
Selain itu, ia juga tak menampik adanya penerimaan uang dari sejumlah kontraktor melalui ajudannya, Syamsul Bahri diantaranya ada dari Ferry Tandiadi senilai Rp2,2 miliar, Haeruddin Rp1 miliar.
"Itu bantuan untuk pembangunan masjid," kata Nurdin.
Saat ditanya apakah uang dari kontraktor tersebut diberikan langsung kepada yayasan masjid, Nurdin mengaku tidak. Uang tersebut ia simpan dalam brankas yang ada di rumah pribadinya. Di mana uang tersebut sebelumnya telah ditukarkan ke dalam pecahan Dollar Singapura.
"Yang menyuruh Syamsul menukarnya dengan Dollar Singapura," jelas Nurdin.
Ia mengatakan tujuan uang dari kontraktor tersebut ditukarkan ke pecahan Dollar Singapura, agar nilainya bisa bertambah.
"Itu belum cukup yang dibutuhkan bangun masjid itu Rp25 miliar. Makanya itu kami tukarkan dulu ke Dollar Singapura biar bisa nilainya bertambah," ungkap Nurdin.
Mengenai uang dari H. Momo, Nurdin mengaku tak tahu. Tapi ia pernah memerintahkan Sari untuk mencari uang THR saat itu.
"Yang uang Rp400 juta uang baru tersebut itu yang atur Syamsul sendiri. Dia masukkan ke amplop untuk diberikan ke pekerja yang ada. Ada sopir, orang di dapur, penyiram taman. Itu semua ada daftarnya di Syamsul," jelas Nurdin.
Advertisement