Ini Penyebab Masih Banyak Lembaga Minta Fotokopi E-KTP

Dirjen Dukcapil Kemendagri berharap setiap instansi pelayanan publik memiliki alat pembaca kartu atau card reader sehingga tidak perlu membebankan masyarakat memfotokopi e-KTP.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Feb 2022, 12:29 WIB
ilustrasi KTP

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Kependudukan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakhrullah mengungkapkan alasan masih banyaknya lembaga atau instansi pelayanan publik yang meminta warga memfotokopi e-KTP atau KTP elektronik saat mengurus sesuatu.

Kata Zudan, hal itu lantaran masih banyak instansi pelayanan publik yang belum memiliki fasilitas alat pembaca kartu, card reader. Minimnya fasilitas ini menyebabkan warga masih saja dibebankan untuk memfotokopi e-KTP.

"Setiap lembaga pelayanan publik harus punya alat card reader, jadi biar ditap saja. Dan ini yang belum berjalan," Ujar Zudan dalam webinar dengan Universitas Sebelas Maret, Sabtu (12/6/2021).

Zudan mengingatkan kembali, bahwa fisik e-KTP tidak hanya sekadar kartu bertuliskan identitas warga. Namun di dalamnya terdapat perangkat elektronik yang bertujuan menyederhanakan proses administrasi.

"Kalau kita melihat posisi KTP elektronik itu memiliki perangkat yang menemani, sehingga tidak perlu difotokopi. KTP-el tidak tunggal, ada namanya card reader alat baca untuk identifikasi siapa pemilik KTP ini," jelas Zudan.

Dengan optimalisasi fungsi e-KTP, Zudan berharap rencana Kementerian Dalam Negeri membuat e-KTP digital dapat berjalan lancar.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Siapkan KTP Digital

Sebagaimana diketahui, Kementerian Dalam Negeri saat ini tengah berencana membuat KTP digital. Dengan begini, KTP dapat disimpan di ponsel.

"Telah menyiapkan solusi berupa inovasi digital ID, yang pada dasarnya memindahkan informasi data KTP-el dari blangko fisik menuju digital dan dapat disimpan di handphone penduduk," ujar Zudan dalam keterangan tertulis, Selasa (8/6/2021).

Jika KTP digital berjalan, mobilitas warga dapat diamati secara real time. Dengan ini pula, pemerintah mendapat kemudahan mendata jumlah warga di setiap daerah.

"Misalnya, pemilik HP itu dalam satu tahun bertempat tinggal di wilayah Sumedang. Namun, KTP-elnya beralamat di Sukabumi. Ini bisa disimpulkan bahwa penduduk tersebut menjadi penduduk non-permanen di Sumedang," ujarnya.

 

Reporter: Yunita Amalia

Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya