Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana memperluas objek pajak yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) demi mengerek kas negara. Rencana ini diketahui dari revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Salah satu yang menjadi sorotan sehingga menimbulkan polemik adalah ketentuan dalam draf RUU Revisi UU KUP, yang tidak lagi mengecualikan jasa pendidikan dan sembako sebagai objek pajak yang dikenakan PPN.
Advertisement
Merespons hal itu, Anggota DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, mengkritik rencana pemerintah untuk mengenakan pajak bagi sembako dan jasa pendidikan sebagai tindakan yang sudah kehilangan akal konstitusi.
"Ini akan menjadi tikaman dari belakang terhadap rakyat bila wacana ini benar-benar terealisasi. Apalagi sebelumnya, Menteri Keuangan seolah sembunyi-sembunyi dalam merencanakan ini sampai akhirnya dokumen RUU itu bocor di tengah publik. Rakyat sudah susah, jangan bebani dengan pajak," ungkap Bukhori dalam keterangannya pada Selasa (15/6/2021).
Anggota Komisi Sosial ini menegaskan kepada pemerintah supaya kembali berpedoman pada amanat konstitusi, yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum.
“Amanat konstitusi meminta pemerintah untuk menghadirkan kesejahteraan dan keadilan, bukan kesengsaraan bagi masyarakat yang tengah berjuang bertahan hidup di masa pandemi,” tutur Bukhori.
Di sisi lain, Politisi PKS ini juga melihat adanya bentuk ketidakadilan kebijakan sehingga mempertajam kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Misalnya, Bukhori menyandingkan wacana PPN bagi sembako dan sekolah dengan pemberian stimulus konsumsi kelas menengah oleh pemerintah berupa relaksasi pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sektor otomotif. Sehingga, diskon pajak bisa mencapai 100 persen atau PPnBM mulai 0 persen untuk pembelian mobil baru.
“Kelompok menengah ke atas berduyun-duyun membeli mobil baru sementara orang miskin justru akan dibebani dengan pajak. Ini akan memecah belah masyarakat akibat dimensi ekonomi dan sosial mereka dipengaruhi oleh model kebijakan yang timpang,” imbuhnya.
Lebih lanjut, anggota Badan Legislasi ini mencemaskan apabila bahan sembako dikenakan PPN akan berimbas pada peningkatan harga jual barang. Kenaikan ini, lanjutnya, akan menekan daya beli masyarakat sehingga berdampak pada pengurangan belanjanya.
Akibatnya, pemulihan ekonomi akan terhambat karena daya beli masyarakat yang turun. Kendati demikian, kekhawatiran ini sesungguhnya tidak akan terjadi apabila diimbangi juga dengan perluasan dan peningkatan bantuan sosial dari segi nominal dan jumlah penerima manfaat secara memadai.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pajak Pendidikan
Terkait wacana pungutan pajak untuk jasa pendidikan, ia meminta pemerintah untuk tidak memaknai sektor pelayanan publik di bidang pendidikan sebagai komoditas untuk menambah kas negara. Sebab itu, ia mengimbau pemerintah untuk mengambil cara lain yang lebih bermaslahat, misalnya pengenaan pajak tinggi bagi perusahaan yang mengeksploitasi SDA Indonesia.
"Sekolah adalah public service, bukan komoditi. Bahaya sekali jika pemerintah menjadikan pendidikan sebagai bagian dari bisnis untuk diambil profitnya. Cara pandang negara yang berbisnis dengan rakyatnya mencerminkan watak pemerintahan yang kapitalis-liberalis," ujarnya.
Selain itu, Ketua DPP PKS ini mengingatkan supaya pemerintah kembali pada tujuan negara, yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara menghadirkan pendidikan yang layak, terjangkau, dan berkualitas.
Tujuan ini mampu dicapai apabila pemerintah semakin memperluas aksesibilitas warganya dengan menghadirkan infrastruktur yang memadai secara merata serta pengembangan kualitas suprastruktur, seperti SDM dan program lain yang menunjang.
"Dengan demikian, menghapus pengecualian jasa pendidikan dari objek pajak menjadi kontradiktif dengan tujuan negara. Maka, PKS dengan tegas meminta jasa pendidikan dan sembako dikembalikan seperti awal," pungkasnya.
Advertisement